Kedatangan sekretaris baru yang bernama Erina membuat Darren, pemimpin di sebuah perusahaan Adipati Gemilang jatuh hati dan tergoda pada sekretaris nya sendiri karena kemolekan tubuhnya.
Apa yang akan terjadi di antara keduanya?
Follow IG @wind.rahma
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wind Rahma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari Kembali Normal
Satu minggu berikutnya, setiap pagi berturut-turut semua orang yang di kantor pasti selalu bisik-bisik dan memberi tatapan sinis begitu Erina berjalan melewati mereka. Tapi berbeda dengan hari ini, seakan hari berjalan normal seperti sebelum ada kejadian hal itu.
"Selamat pagi."
Erina terlonjak kaget mendapati bos nya yang datang tiba-tiba.
"I-iya pagi, tuan," balasnya terbata.
Darren mengerutkan keningnya dalam melihat ekspresi wajah Erina.
"Kenapa? Aku lihat kau seperti orang yang kebingungan," tanya pria itu kemudian.
"Iya. Aku merasa ada yang aneh saja, tuan. Hari ini kembali seperti semula. Aku tidak menemukan orang yang setiap hari bisik-bisik membicarakan aku dan tatapan sinis mereka," terang Erina.
Darren tersenyum kecil. "Bukankah itu yang kau mau?"
"Maksudnya?"
"Kau tidak suka orang-orang membicarakanmu. Apalagi mereka selalu melemparkan pandangan buruk padamu."
"Iya. Tapi kenapa tiba-tiba mereka kembali normal seperti sebelum terjadi apapun di antara kita, tuan."
"Gampang," sahut pria itu menciptakan rasa penasaran tinggi di kepala Erina.
"Caranya?"
"Seperti halnya aku meminta kau kembali ke kantor ini."
Erina diam untuk beberapa saat. Mencerna baik-baik kalimat tersebut.
"Berupa ancaman?" tanya Erina dan mendapat anggukan dari Darren.
"Ancaman kontrak kerja berupa denda?"
"Bukan."
"Lalu?"
"Siapapun yang berani membicarakan mu atau membuatmu merasa terganggu, maka aku akan memecat mereka secara tidak hormat."
"Kau melakukan itu untukku?"
"Itu berlaku untuk siapapun."
"Oh .."
Erina pikir Darren melakukan itu khusus untuknya. Ternyata memang itu suatu kebijakan untuk karyawan yang lainnya juga.
"Nanti makan siang bersama lagi, ya."
"Iya, tuan."
Erina melipir lagi dari usai menganggukan kepalanya sopan sebagai tanda berpamitan. Darren memandang punggung kepergian Erina sampai wanita itu hilang dari jangkauan matanya.
Darren merogoh benda pipih di saku balik jas berwarna hitam yang saat ini ia kenakan. Ia mendial nomer seseorang dan menempelkan benda pipih tersebut ke dekat daun telinganya.
"Halo, bagaimana? Semua sudah aman?" kata Darren pada seseorang yang ia telepon.
"Bagus," ucapnya lagi kemudian mematikan sambungan tersebut.
Darren menggenggam ponselnya seraya menaikan sebelah sudut bibirnya membentuk senyum kecil. Ia sudah tidak sabar menunggu jam tujuh malam nanti.
Ia menghembuskan napas sedikit kasar. Lalu beranjak dari sana menuju kubikel para karyawan untuk memastikan apa masih ada orang yang berani membicarakan Erina di belakang. Jika ada, ia akan memecat nya hari itu juga.
Dari kejauhan Darren menghentikan langkah. Memperhatikan karyawan nya yang sedang bekerja menatap fokus pada layar komputer. Ia berusaha agar tidak ketahuan jika ia sedang memantau.
Darren berdiri selama lima menit di sana. Ternyata tidak ada satupun yang berani mengalihkan pandangan mereka dari layar komputer. Semua tampak fokus kerja. Dengan begitu ia jadi tenang. Ia memutuskan untuk pergi ke ruangan nya.
"Ssttt ... Sstt ... Tuan Darren sudah pergi." bisik salah satu dari mereka dan beberapa dari mereka menghela napas lega setelah beberapa saat menegang.
Mereka kembali bergosip namun dengan nada bicara yang cukup lirih. Bagi mereka, membicarakan aib orang adalah sesuatu yang menyenangkan. Dan tentunya sudah menjadi makanan sehari-hari. Sehari saja tidak membicarakan orang lain, maka mulut nya akan terasa sangat gatal. Dan topik utama dalam pembicaraan mereka masih sama, yaitu Erina.
_Bersambung_