Jelita Sasongko putri satu satunya keluarga Dery Sasongko dipaksa menikah dengan Evan Nugraha pengawal pribadi ayahnya. Jelita harus menikahi Evan selama dua tahun atau seluruh harta ayahnya beralih ke panti asuhan. Demi ketidak relaan meninggalkan kehidupan mewah yang selama ini dia jalani dia setuju menikahi pengawal pribadi ayahnya. Ayahnya berharap selama kurun waktu dua tahun, putrinya akan mencintai Evan.
Akankah keinginan Dery Sasongko terwujud, bagaimana dengan cinta mati Jelita pada sosok Boy?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Titin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 24
Setelah berembuk pernikahan Jelita diadakan sebulan lagi. Ketentuan itu diputuskan berdasarkan kesehatan Sasongko yang tidak mungkin mengadakan acara dalam waktu dekat ini.
Kabar pernikahan Jelita dan Evan tersebar dengan begitu cepat di beberapa media oneline. Bahkan pernikahan mereka yang sudah berlangsung beberapa bulan lalu terungkap oleh media.
Kabar pernikahan Evan sampai juga ketelinga bangsawan di pulai D, yang tak lain adalah ayah kandung Evan.
Berita ini membuat ayah Evan meradang. Sebab pernikahan bangsawan seperti mereka tidak bisa dilakukan sembarangan. Calon Evan harus jelas garis keturunannya dan pastinya harus bangsawan.
Tapi Evan malah menikahi Jelita yang tak memiliki darah bangsawan sama sekali. Ini melanggar aturan. Walau Sasongko bukan orang sembarangan, dia tetap tidak memenuhi syarat menjadi mertua Evan.
Lelaki paruh baya yang memiliki postur tinggi tegap dan berwajah tetamat tampat itu menatap foto Jelita dengan wajah muram.
"Wanita biasa ini tidak pantas bersanding dengan putraku." ujarnya dengan suara berat dan dalam.
"Pesan tiket ke kota A segera. Malam nanti kita berangkat ke kota A. Kita akan bawa dia menemui putraku." titahnya pada sekretaris pribadinya.
Frans Malik, lelaki paruh baya itu adalah pemilik Lindo group. Perusahaan tambang batu bara terbesar di pulau D. Lindo adalah perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan. Bukan hanya batu bara tapi, tapi batu baralah yang terbesar sumberdaya mereka. Evan adalah putra pertamanya besama almarhumah istri pertamanya Alma Aida.
Frans menatap lembar foto almarhum istrinya dengan mata bergetar. Ada kesedihan terpancar dari sinar matanya. Frans kehilangan Jason Malik (nama asli Evan), saat usianya baru beranjak satu bulan. Saat itu Alma dan Jason dalam perjalanan menuju persembunyian. Frans terpaksa mengirim istrinya bersembunyi dari incaran musuh bebuyutannya.
Tak disangka musuhnya mengetahui rencana Frans. Baru setengah jalan mereka diserang dan dihabisi. Frans datang terlambat. Saat dia sampai di tempat kejadian, istrinya sudah tewas dan putranya menghilang.
Tiga tahun lalu tak sengaja Frans bertemu Evan. Wajahnya yang sangat mirip dengan istrinya membuat Frans curiga kalau dia adalah jason. Diam-diam Frans mengirim orang menyelidiki latar belakang Evan. Dan benar saja, setelah melakukan tes DNA, di pastikan Evan adalah putranya.
Evan sendiri diam-diam menyelidiki masa lalunya. Tapi kabar yang Evan dapat berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya. Kabar yang dia terima ayahnya sengaja membuang ibunya karena telah memiliki wanita lain. Informasi ini tentu saja membuat Evan memendam kebencian yang mendalam pada ayahnya. Tapi di dalam hatinya dia sudah mengakui Frans adalah ayahnya. Hanya saja untuk menjalin keakraban Evan masih belum bisa.
*****
Evan menatap benda pipih di pergelangan tangannya berulang kali. Ini sudah hampir tiga puluh menit dia menunggu Frans di sebuah restauran yang telah ditentukan oleh Frans.
Kalau tidak menghargai ayahnya Evan sudah meninggalkan tempat ini sedari tadi. Sebab dia masih ada janji dengan orang lain siang ini.
Evan bernapas lega saat sosok Frans tampak melangkah masuk kedalam restaurant. Tapi siapa wanita disamping Frans, istri barunya kah?
"Maaf membuatmu lama menunggu." ujar Frans.
Evan hanya mengangguk kecil, sembari menatap pria yang menjadi ayah kandungnya itu. Wajah mereka sama sekali tidak terlihat mirip, lelaki paruh baya itu lebih tampan dari Evan. Tubuhnya juga lebih tinggi dari Evan. Aura dingin dan tegas senantiasa terasa disekitarnya. Inilah satu-satunya persamaan mereka.
"Sudah pesan?" tanya Frans. Netranya menatap lekat wajah Evan tak berkedip. Melihat wajah itu, mengingatkan dia pada Alma Aida mantan istrinya.
"Belum, aku menunggu ayah." sahut Evan. Lalu melambaikan tangannya pada waiters.
Evan memesan beberap menu special untuk dia dan tamunya. Setelah menunggu akhirnya menu yang dipesan Evan terhidang dihadapan mereka.
"Silahkan," ujar Evan dengan sopan. Netranya menatap ayahnya dan wanita cantik disebelahnya ayahnya. Masih sangat muda apa ini hobi Frans, memelihara daun muda.
"Jason apa kabarmu?" tanya Frans. Di tengah-tengah makan siang mereka.
Wajah Evan tampak kaget, tapi kemudian wajahnya terlihat datar kembali. "Panggil aku Evan ayah. Aku tidak suka nama itu melekat padaku." ucap Evan datar.
Frans menghela napas berat. "Jason malik adalah nama pemberian Almarhum ibumu. Tidakkah kau ingin mengenang ibumu dengan namamu itu."
Evan menghentikan makannya, menatap mata yang memiliki aura sangan kuat itu dengan berani. "Mengenang ibu membuatku membenci keberadaanmu ayah." ujar Evan dengan suara bergetar.
"Dendammu itu salah alamat putraku."
"Aku tidak dendam ayah." bantah Evan cepat.
Frans kembali menarik napas dalam. "Kalu kau belum siap dengan nama aslimu, tidak apa aku bisa memaklumimu."
"Lalu tujuan ayah menemuiku ada apa?"
"Aku dengar kau sudah menikah, apa benar?" tanya Frans.
"Benar, Jelita Sasongko adalah istriku."
"Kau keturunan bangsawan Evan. Wanita seperti Jelita tidak pantas jadi istrimu. Kau hanya boleh menikahi wanita berdarah biru, utuk menyambung garis keturunan kita. Menikahi wanita biasa hanya akan memutus garis keturunan kita." ujar Frans tegas.
"Heh! Bangsawan yang terbuang sepertiku ini, apa masih pantas meneruskan garis keturuna." ucap Evan bernada sinis.
"Aku tidak membuangmu Evan. Bukankah aku sudah bilang, saat kejadian kau menghilang tampa jejak. Dan aku sudah berusaha mencarimu, tapi nihil." jelas Frans. Sembari menatap Evan dengan sorot mata sendu.
"Sudahlah, aku tidak mau bahas masa lalu. Kita kembali ke inti pembicaraan saja. Apa yang ayah inginkan dari pernikahan kami?" ujar Evan to the point.
Frans menarik napas dalam sebelum berbicara. "Ceraikan wanita itu, aku sudah memilih pendamping yang sepadan dari dia. Wanita yang lebih bermartabat dan tentu saja berdarah bangsawan. Aku membawanya bersamaku kemari." ujar Frans manik hitamnya menatap gadis disebelahnya sekilas lalu menatap Evan lekat.
Evan tersenyum tipis menanggapi ucapan ayahnya. Lalu menatap wanita dihadapannya. Tubuhnya tinggi berisi. Rambutnya panjang, hitam legam. Wajahnya tirus, dengan bibir seksi ditambah hidung bangir, sungguh sempurna. Melihat wanita ini seperti melihat jelamaan bidadari dari langit, lembut mempesona.
"Apa dia?" tanya Evan tanpa beralih pandang dari wanita itu.
"Dia Kalista, wanita yang sudah dijodohkan denganmu dari dalam kandungan ibumu." jelas Frans bangga.
"Bagaiman kalau aku menolak perjodohan konyol ini?" tanya Evan sembari mengalihkan tatapannya pada Frans.
"Jangan buru-buru menolaknya. Aku tinggal dulu, kau bicaralah sebentar agar saling mengenal."
Evan tak menyahut, dia membiarkan saja ayahnya pergi bersama sekretaris pribadinya. Meninggalkan mereka berdua saja.
Evan menatap gadis didepannya dengan senyum tipis dibibirnya.
"Kalista, yang berarti yang paling cantik dalam bahasa yunani. Namamu sangat cocok dengan wajah cantikmu," puji Evan sembari memindai setiap jengkal wajah Kalista tak tersisa. Sementara Kalista hanya menunduk dengan pipi bersemu merah.
"Aku ingin lihat tanganmu, ayah bilang kau lebih bermartabat dari Jelita istriku. Aku penasaran dengan garis tanganmu." ujar Evan sembari mengulurkan tangannya pada Kalista.
Kalista tampak kaget, sekilas dia menatap Evan. Manik hitam Evan yang memancarkan ketenangan dan kelembutan membuat Kalista mengulurkan tangannya pada Evan.
Evan menyambut jari jemari lentik kalista. Mengusap jari itu dengan lembut. "Garis tanganmu ini sungguh sangatlah bagus," puji Evan. Netranya menatap lekat wajah Kalista.
"Benarka?" tanya Kalista senang.
"Tentu. Tapi sayang, garis itu terno dai dengan niatmu merebut suami orang." ucap Evan sembari melepas sentuhannya.
"Aku tidak merebutmu. Kita sudah dijodohkan dari didalam kandungan." sahut Kalista cepat.
Evan mengernyitkan alisnya menatap Kalista. "Kau hidup dijaman apa Kalista. Apapun hubungan kita dulu, yang jelas saat ini aku sudah menjalin hubungan pernikahan dengan wanita lain. Tidak mungkin bisa menjalain hubungan denganmu. Aku harap kau paham." jelas Evan dengan sabar.
"Dia bukan wanita yang pantas bersanding denganmu. Kau bangsawan Evan, wanitamu haruslah yang bermartabat." sanggah Kalita lantang.
"Lalu seperti apa wanita bermartabat itu. Apa sepertimu? Yang tak tau malu menemui suami orang memintanya bercerai dengan istri sahnya. Itu yang kalian sebut bermartabat? miris!" sarkas Evan. Tak ayal wajah Kalista memerah seketika.
Evan menari napas berat, lalu berdiri dari tempat duduknya. Menatap wajah bak bidadari itu lekat-lekat. "Sampaikan pada ayah, selagi nyawaku masih bersemayam ditubuhku. Aku tidak akan menceraikan Jelita." ujarnya kemudian beranjak pergi.
"Van!" pekik Kalista. Evan tak perduli.
*****
Evan keluar dari mobil sembari membawa paper bag ditangannya. Tadi saat mengadakan kunjungan di mall milik perusahaan, Evan singgah ketoko perhiasan. Membeli salah satu cincin yang menarik perhatiannya untuk diberikan ke Jelita.
"Dimana nyonya?" tanya Evan pada pelayan wanita yang baru dua minggu bekerja di mansion ini.
"Di kamar tuan."
"Terimakasih bik."
Dengan langkah lebar Evan bergegas melangkah menuju kamar. Dia sudah tak sabar melihat reaksi Jelita saat melihat apa yang dia bawa.
Perlahan dia membuka pintu kamar, melangkah perlahan masuk kedalam tiba-tiba..
Buk!!!
Buk!!!
Beberapa bantal dan guling melayan ke tubuhnya dibarengi pekian dahsat Jelita.
"Dasar laki-laki tidak setia! Masih berani kamu pulang?!"
.
To be continuous