NovelToon NovelToon
Suamiku Berubah

Suamiku Berubah

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / CEO Amnesia / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Teman lama bertemu kembali
Popularitas:968
Nilai: 5
Nama Author: nula_w99p

Clarisa Duncan hidup sendirian setelah keluarganya hancur, ayahnya bunuh diri
sementara ibunya tak sadarkan diri.

Setelah empat tahun ia tersiksa, teman lamanya. Benjamin Hilton membantunya namun ia mengajukan sebuah syarat. Clarissa harus menjadi istri, istri kontrak Benjamin.

Waktu berlalu hingga tiba pengakhiran kontrak pernikahan tersebut tetapi suaminya, Benjamin malah kecelakaan yang menyebabkan dirinya kehilangan ingatannya.

Clarissa harus bertahan, ia berpura-pura menjadi istri sungguhan agar kondisi Benjamin tak memburuk.

Tetapi perasaannya malah semakin tumbuh besar, ia harus memilih antara cinta atau menyerah untuk balas budi jasa suaminya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nula_w99p, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25

"Semua pekerjaan sudah selesai kan?" Benjamin bertanya pada sekertaris di sebelahnya.

"Sudah Bos," Alan menjawab segera setelah dua detik Tuannya bertanya.

Benjamin mengambil sebuah tablet yang ada di meja, ia mengetuk di mesin pencarian. Clarissa Duncan. Banyak media yang membuat berita tentang perempuan yang sudah ia amati dari dua tahun lalu itu.

Ia tak bisa langsung menemui Clarissa walau selalu tahu keberadaan dirinya, rasanya dirinya benar-benar sudah terlupakan di ingatan perempuan itu. Tidak ada panggilan darinya dan nomornya sudah lama tak aktif.

Walau sekarang, setelah dua tahun itu. Benjamin mengetahui keberadaan Clarissa tetapi ia tak berani menampakan dirinya pada perempuan yang ia cintai, ada apa dengan Benjamin Hilton yang selalu sombong dan tak tahu malu itu sekarang. Mental lelaki ini ciut setiap kali hendak menemui Clarissa, sejujurnya ia takut Clarissa tak mau lagi menemui dirinya atau bahkan tak mengenalinya.

Padahal Benjamin sudah mencapai puncak kejayaannya, ia berhasil membuat perusahaan keluarganya di kenal kembali. Dengan kerja keras sekaligus kecerdasan dirinya sendiri.

Selama dua tahun mengamati Clarissa dari jauh, ia hanya bisa sedikit membantunya. Mendirikan sebuah restoran dan memperkenalkan Clarissa di sana. Pekerjaan di sana tak begitu berat dan gajinya lumayan, Benjamin pikir semua itu bisa membuat Clarissa berhenti bekerja di tiga tempat sekaligus namun ternyata tidak. Clarissa sekarang malah bekerja dalam empat tempat sekaligus. Sebenarnya kenapa? Apa ini perihal Bibi Eva, Ibu Clarissa? Tetapi Benjamin sungguh tak bisa mencari informasi tentang Ibu Clarissa, tidak ada yang tahu di mana dia berada!

"Alan, cari tahu informasi apapun tentang Eva Duncan. Beritahu aku semua hal yang kau temui tentangnya." Benjamin langsung pergi setelah mengatakannya, ia melirik jam di tangannya.

Biasanya Clarissa bekerja pada waktu sekarang ini di restoran yang sengaja dia bangun, ia ingin memastikan dia tak bekerja berlebihan sambil memikirkan kembali solusi agar Clarissa tak bekerja berlebihan.

Beberapa menit berlalu, Benjamin menghentikan mobil hitam miliknya tak jauh dari restoran.

Jendela restoran bisa langsung memperlihatkan dengan sangat jelas semua yang ada di dalamnya dari luar, ia sengaja mendesain seperti itu agar bisa langsung melihat apa yang di lakukan Clarissa.

Sekarang sepertinya Clarissa sedang berbincang dengan salah satu karyawan perempuan dan kemudian dirinya keluar membawa lap kecil.

"Ada apa? Mengapa dia terlihat pucat," Benjamin memajukan sedikit demi sedikit mobil miliknya, tanpa sadar sudah berjarak beberapa senti dari keberadaan Clarissa berada.

"Ah sial, aku tidak sadar sudah di sini." Benjamin memalingkan wajahnya, ia sadar Clarissa melirik ke arah mobil yang dia pakai.

Walau kaca mobil ini berwarna hitam tetapi bisa terlihat ada orang di dalamnya, apakah Clarissa tak melihatnya? Dia sungguh tak mengenali teman masa kecilnya ini?

Benjamin terheran sekaligus gugup setelah melihat reaksi Clarissa yang tak melakukan apapun saat melihat ke mari, ia masih membersihkan sebuah meja di sana.

"Apa yang harus ku lakukan? Kalau aku pergi, Clarissa akan menganggap ku benar-benar bajingan. Memang benar sih aku bajingan, aku tak pernah menemuinya lagi. Mengapa diriku jadi penakut begini, sial. Kalau aku menemuinya sekarang, apa yang harus ku katakan! Ah sudahlah, nanti juga keluar sendiri dari mulutku." Benjamin membuka pintu dan mendekati Clarissa di sana.

Suaranya ragu-ragu untuk mengatakan sesuatu, "Clarissa." Hanya satu ucapan dan Benjamin akhirnya berhasil menemui secara langsung perempuan itu.

Clarissa berhenti sejenak setelah mendengar suara yang familiar di telinganya, mereka bertatapan sebentar dan Clarissa menghindar dari laki-laki di hadapannya.

Benjamin mengernyit saat Clarissa benar-benar tak mengenalinya. Sepertinya empat tahun waktu yang cukup untuk bisa melupakan orang yang kau kenal sedari kecil ini.

Benjamin duduk di kursi yang sudah Clarissa bersihkan, mulutnya tanpa ragu kini berucap. "Sudah lama kita tak berjumpa, aku-''

Clarissa mengambil menu dari meja dan menyodorkan pada Benjamin, ''Silahkan Tuan ingin memesan apa.'' Ia memotong pembicaraan dan tetap berdiri seolah tak mengenal orang yang tengah duduk. Atau memang dirinya sudah lupa?

Benjamin menuruti sandiwara yang sedang Clarissa jalankan ini, ia percaya diri bahwa sebenarnya perempuan di hadapannya ini masih mengenalnya. Entah apa yang membuatnya tak mau berbincang dengannya.

Beberapa detik berlalu dan sekarang Clarissa sedang mengangkat panggilan di ponselnya, Benjamin masih memperhatikan Clarissa dari kejauhan.

Saat perempuan itu menunjukan ekspresi panik, barulah ia mendekatinya dan bertanya apa yang sedang terjadi. Tetapi Clarissa tak menghiraukan tindakan Benjamin. Ia malah menjauh dan mencoba memanggil taksi.

Benjamin kemudian memasuki mobil hitam miliknya, dia mendekatkannya sedekat mungkin Clarissa. "Clarissa kau sedang terburu-buru kan? Naik mobilku saja, aku sedang senggang.''

Clarissa terdiam sesaat namun segera membuka pintu mobil tersebut, sekarang bukan waktunya untuk ragu pada lelaki di sampingnya ini.

''Kemana tujuanmu?'' Benjamin sungguh sangat penasaran mengapa Clarissa bisa sangat panik begini, apa ini berkaitan dengan Ibunya.

''Rumah Sakit XX.'' Benjamin memandangi Clarissa, beberapa saat kemudian ia langsung menancap pedal di mobil. Ia menjadi sedikit panik, mengapa Clarissa ingin pergi ke sana.

Setelah sampai Clarissa dengan cepat turun dan berlari kencang, tadinya Benjamin ingin menyusul tetapi ponsel di saku jas nya terus berbunyi. Dan ia mendapat panggilan dari Alan, sekertaris pribadinya.

Benjamin berjalan sambil memegang ponsel di telinganya, "ada apa!" ia berucap setelah menjawab panggilan telepon itu.

"Bos ini soal Eva Duncan, saya mendapat sedikit informasi tentangnya. Katanya dia menderita tumor otak dan mungkin masih berada di rumah sakit. Tetapi saya tidak menemukan tempat beliau berada." Suara Alan terdengar dari sana, walau hanya informasi kecil tetapi setidaknya ia mendapatkan informasi tentang Ibu Clarissa.

"Baiklah, dan jangan lanjutkan pencarian informasi tentang beliau. Kau pulang saja, semua pekerjaan sudah selesai di kantor."

Kkkkkkkk

Benjamin akhirnya memasuki ruangan tempat Eva, Ibu Clarissa di rawat. Ia duduk di kusi yang tak jauh dari ruangan itu dan setelah Clarissa keluar dari sana, baru dirinya mendekatinya.

Clarissa terlihat semakin pucat dari dekat, ingin sekali Benjamin memeluk perempuan di hadapannya namun ia tak ingin membuat Clarissa menjauh darinya. Bagaimna caranya agar perempuan ini selalu bisa ia amati dari dekat dan selalu berada di dekatnya.

"Kenapa? Siapa yang sakit?'' Benjamin bertanya padahal ia sudah tahu kalau Ibu Clarissa yang di rawat di rumah sakit ini. Hanya saja dia tak mau Clarissa menjauh darinya kalau tahu lelaki ini selalu mengamati dan mencari informasi perihal dirinya.

''Ibuku, sudah tiga tahun lalu ia di rawat di sini.'' Jawab lemas Clarissa.

''Lalu apa yang di katakan dokter?'' Benjamin merasa ada yang aneh dengan Clarissa, apa yang sebenarnya di katakan Dokter padanya.

Clarissa menghela nafas, ''bukan urusanmu.'' Ia berjalan kembali ke bagian administrasi, penjaga di sana mengenali Clarissa dan langsung menyodorkan lembar persetujuan tindakan medis sekaligus biayanya.

Benjamin bernafas lega setelah melihat Clarissa berjalan ke bagian administrasi, berarti Ibu Clarissa masih hidup. Ia pikir Eva sungguh sudah tak bernyawa.

Benjamin segera mendekati tempat Clarissa berada, ia melihat Clarissa terdiam saat memegangi lembar kertas yang dia terima.

Apa Clarissa tak bisa membayarnya?

Ben mengambil benda di tangan Clarissa, ''apa yang kau lakukan?'' Dia keheranan melihat Benjamin yang merebut lembar kertas itu.

Sementara Benjamin tak menghiraukan pertanyaan Clarissa, ia memberikan kertas itu kembali dengan kartu rekening yang sudah ia simpan di atasnya pada petugas yang ada di sana.

''Kutanya apa yang kau lakukan!'' Clarissa menghentikan tangan Benjamin.

''Clarissa, kalau kau terus seperti ini. Ibumu mungkin tak bisa tertolong.''

Benjamin tahu pertolongan dari nya mungkin sedikit membuat Clarissa sakit hati atau apapun itu tetapi ia tak punya pilihan lain, ini masalah nyawa manusia.

To be continue....

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!