21+🔥🔥🔥
Ben Alberto Adiwangsa, seorang laki-laki dewasa berumur 29 tahun, yang memiliki wajah tampan dengan hidung runcing, alis tebal, rahang yang kokoh, serta memiliki tubuh tinggi tegap, sosok sempurna yang mampu membuat gadis manapun tak akan mampu menolak pesonanya.
Namun siapa sangka, seorang Ben memiliki kisah yang begitu rumit, sebuah kisah cinta pahitnya di masa lalu, yang membuat Ben sampai kini enggan untuk memulai kembali hubungan serius dengan gadis manapun.
4tahun yang lalu tepatnya 2 hari menjelang pertunangannya dengan Sandra kekasihnya, ia tak sengaja memeregoki gadis yang dicintainya itu tengah berduaan dengan seorang laki-laki dalam keadaan yang begitu intim, di dalam Apartemen milik kekasihnya.
Hingga suatu hari ia harus menerima kenyataan, bahwa dirinya dipaksa menikahi gadis cacat yang telah ia tabrak, akibat dari keteledorannya saat berkendara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mawarjingga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gagal bertemu
"Putri?!" pekik Alby tak percaya.
Sementara Putri berhambur meraih tubuh tak berdaya Ben lalu memeluknya.
Ben tersenyum, "Kau kembali?" ucapnya lirih, lalu detik kemudian kedua matanya terpejam, membuat Putri berteriak histeris, dan mengguncang-guncangkan tubuh tak berdaya Ben.
"Kak, kak Alby kenapa diam aja, ayo bawa kak Ben kerumah sakit, tolong kak!" pinta Putri dengan raut memohon.
"Dia tidak apa-apa Ri, aku yakin dia cuma mau menarik perhatian kamu aja, dia udah pernah parah lebih dari ini, dan dia nggak apa-apa, percaya sama aku dia cuma akting Ri."
"Akting kakak bilang, kakak keterlaluan banget sih! " dengan susah payah Putri mencari-cari benda pipih di saku kemeja maupun celana Ben, mencari kontak sahabat Ben yang biasa menelponnya, meski tak tahu banyak tentang sahabat Ben, tapi ia sering mendengar Ben menyebutkan sebuah nama yang masih ia ingat betul sampai sekarang.
"Ri, buat apa sih kamu peduli sama laki-laki brengsek seperti Ben, dia itu pembohong Ri!" lanjut Alby, setelah Putri selesai menelpon sahabat Ben.
Putri mendesis, menahan emosi, bisa-bisanya Alby menjelekan adiknya sendiri di saat ia terluka parah, yang bahkan itu terjadi karena ulahnya.
"Ck, lalu apa bedanya sama kak Alby, menurut saya kalian itu sama, nggak ada bedanya!"
Deg!
"Ri?"
"Sudahlah kak, saya rasa saat ini kita nggak perlu membahas hal lain selain bagaimana caranya agar kita segera membawa kak Ben kerumah sakit,"
"Ri, kenapa kamu harus peduli sama dia padahal dia jelas-jelas tidak mencintai kamu, bahkan menyakiti kamu berulang kali."
Putri tersenyum kecut, menatap Alby dengan tatapan mencemooh.
"Tahu apa kakak tentang rumah tangga saya, kenapa kak Alby berbicara seolah-olah kak Alby tahu semuanya?"
Terlihat Alby salah tingkah, berulang kali mengatupkan mulutnya yang hendak kembali berbicara.
"Dengar kak, apapun yang terjadi antara saya dan kak Ben, itu sama sekali bukan urusan kakak, dan satu hal yang harus kakak tahu, status kita ini hanya sebatas kakak dan adik ipar, jadi tolong berhenti mencampuri urusan kami."
"Dan soal kak Ben, memperlakukan saya seperti apa, saya tidak peduli sama sekali,"
"Tapi Ri_"
Ucapan Alby terpotong, oleh kedatangan Raka, Algar dan juga Arsen yang kini menghampiri mereka.
"Si Ben kenapa, kok bisa begini barusan abis ketemu kita lho, dan dia baik-baik aja?" tanya Arsen terlihat panik.
"Maaf kak, udah ngerepotin nelpon kalian supaya datang kesini, habisnya saya bingung mau minta tolong siapa." ujar Putri merasa tak enak dengan ketiga sahabat dari suaminya itu.
"Ok nggak masalah kok cantik," sahut Raka.
"Ini elo ada disini juga By, kok malah lo diemin aja sih si Ben, kagak lihat ni bocah bonyok begini, dan gue rasa hampir sekarat malah" timpal Algar menatap kesal kearah Alby.
"Eh tunggu-tunggu kayaknya ada yang nggak beres nih, elo berantem sama si Ben, elo yang udah bikin adek lo sendiri babak belur begini, gila! sakit lo ya?" Raka menuding kening Alby, seraya menahan tangan Arsen yang hendak memapah tubuh Ben.
Sontak Algar dan Arsen pun menoleh kearah Alby, memperhatikan wajah sahabatnya yang satu itu, yang memang terlihat memar, serta di sudut bibirnya terdapat darah yang mulai mengering.
"Gila, parah lo! heran gue dari dulu lo berdua emang kagak ada akur-akurnya." ketiga laki-laki tampan itu menggeleng, lalu secepat kilat menggotong tubuh Ben kedalam mobilnya yang kemudian diikuti oleh Putri.
Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, tak henti-hentinya Putri menangis, sembari menggenggam erat tangan Ben.
Ia tak ingin terlihat bahwa dirinya begitu peduli terhadap Ben, namun hatinya berkata lain, ia benar-benar tak sanggup melihat keadaan Ben saat ini.
***********
Putri bernafas lega, saat Dokter menyatakan bahwa keadaan Ben tidak terlalu buruk, hanya butuh waktu saja untuk pemulihan, agar lebam diseluruh wajahnya sembuh dan menghilang, dan tak hanya itu Dokter pun mengatakan bahwa sebentar lagi Ben akan siuman.
"Kakak pulang aja, saya yang akan temani kak Ben disini, lagi pula kakak denger sendiri kan yang Dokter bilang tadi, luka kak Ben tidak terlalu parah." ujar Putri saat melihat ketiga sahabatnya masih bergeming dengan raut khawatir berdiri disamping berangkar yang ditiduri Ben.
"Eh, kamu yakin mau nemenin si Ben sendirian disini."
"Yakin kak, terimakasih banyak karena sudah membantu, tanpa kalian saya nggak tahu harus bagaimana."
"Dan satu hal lagi, tolong jangan beritahu kedua orang tua kak Ben, tentang keadaan nya saat ini, saya takut mereka khawatir dan syok."
"Baiklah, kalau begitu kita permisi, jangan sungkan hubungi kita lagi kalau terjadi apa-apa." ujar Arsen kemudian.
Setelah kepergian ketiga sahabat Ben, Putri pun mengambil kursi plastik, lalu duduk disamping suaminya, memandanginya dengan tatapan sedih.
Ia memang sudah banyak menderita karena Ben, tapi melihat orang yang dicintainya tak berdaya seperti ini, hati Putri begitu sakit.
"Cepet sembuh kak." bisiknya, lalu mengambil selembar foto yang berada di tasnya sejak kemarin.
"Mama dimana sekarang, Putri cuma mau ketemu, itu aja!" ucapnya lirih, ingatannya kembali pada saat siang tadi.
***
#Flashback On..
"Makasih loh kak tumpangannya!" ujar Putri, setelah sampai di tempat yang ditujunya di daerah Bandung.
"Kamu yakin ini rumahnya dek,?" ujar Rezza yang kini ikut mengantar ke alamat tersebut.
"Menurut tulisan disini, jelas bener lah kak!"
"Ok, kita coba, dan abis ini kamu hutang penjelasan lho ya sama kakak."
"Ck iya ihs!"
Keduanya pun berjalan beriringan, menuju rumah sesuai dengan alamat yang digenggamnya.
"Sepi kak, gimana dong?"
"Coba ketuk aja dulu dek." saran Rezza.
Putri pun mengiyakannya, dan mengetuk pintu bercat coklat itu sebanyak tiga kali, dan tak lama setelahnya seorang wanita paruh baya menyembul di balik pintu.
"Maaf cari siapa?"
"Eh, eumz apa disini dengan kediaman ibu Linda?" tanya Putri sopan.
"Bu Linda, sudah pindah 2 tahun yang lalu dek, dan rumah ini sudah saya beli dari beliau."
Deg!
"Ummz, maaf bu, apakah ibu tahu kemana bu Linda pindah?"
"Maaf dek, saya kurang tahu persis dimananya, tapi yang jelas bu Linda pindah ke daerah Jakarta."
"Oh begitu ya bu, baik terimakasih bu, maaf sudah mengganggu waktunya."
"Iya dek sama-sama."
"Mari bu!"
"Iya, silahkan."
"Yah gagal deh!" ucapnya lirih, namun masih bisa di dengar oleh Rezza.
"Jadi, siapa yang bernama Linda itu dek?"
"Mama."
"Hah?!"
"Maksud kamu apa sih dek, mama siapa?" tanyanya, dengan kening berkerut.
Putri menghela nafas, menyenderkan tubuhnya di samping mobil Rezza.
"Ibu Yani, bukan ibu kandungku kak." balasnya dengan nada yang terdengar sedih.
"Kamu serius dek?!"
"Ihs, kelihatan nya gimana, masa sedih gini, dikatain bercanda." balas Putri dengan bibir mengerucut.
"Jadi_"
"Iya kak, aku kesini mau nyari ibu kandung aku, tapi ternyata dia sudah pindah, kemana coba aku harus nyari dia." ujar Putri terlihat putus asa.
"Ok, nanti kalau kakak balik lagi ke Jakarta, kakak coba bantu ya!"
"Beneran?" ujar Putri berbinar senang.
"Iya, apa sih yang nggak buat kamu."
"Makasih banyak lho kak, kakak selama ini udah bnyak banget bantuin aku."
"Ck, kamu ini kaya yang kesiapa aja sih, terus gimana sekarang, mau nginep dirumah orang tua kakak, atau_"
"Putri mau balik ke Jakarta kak!" potong nya cepat.
"Yakin, ini udah sore lho dek, bisa-bisa nanti kamu pulangnya kemaleman lho!"
"Nggak apa-apa kak."
"Dek?!"
"Ihs, nggak apa-apa beneran deh!"
"Nggak nggak, kakak nggak mungkin tenang, kalau ngebiarin kamu pulang sendirian, gini aja kamu pulangnya biar diantar sama sopir pribadi kakak yang disini ya!"
"Kak?"
"Nggak ada bantahan!" tegasnya, lalu menelpon sopir yang dimaksudnya.
Dan pada akhirnya Putri hanya bisa pasrah, mengikuti keinginan Rezza, diantar pulang oleh sopir pribadi keluarganya yang berada di Bandung.
Tepat pukul 21:30 malam Putri sampai didepan kost Rara sahabatnya, namun saat ia hendak membuka pintu dengan kunci cadangan yang diberikan Rara, ponselnya bergetar, dan dengan cepat ia segera merogoh ponsel dari dalam tas nya.
"Hallo bi, kenapa?" tanyanya, setelah menekan ikon berwarna hijau di layar pintarnya.
"A-anu non, a-anu." suara bi Sumi dari sebrang sana terdengar begitu gugup dan panik.
"Aduh bi, bibi kenapa bi?!" Repleks Putri pun ikut panik.
"Anu non, non tolong kesini, cepet ya non kalau bisa, bibi takut, mang Jujum juga lagi nggak ada dirumah, tadi izin keluar mau beli sate."
"Bi, bibi tenang dulu, coba bilang pelan-pelan, ada apa bi?"
"Anu, den Alby sama den Ben berantem, non!"
"Berantem gimana sih bi?"
"Pukul-pukulan non, dan bibi lihat den Ben udah tergeletak."
Tanpa menunggu bi Sumi, melanjutkan kata-katanya, Putri pun segera menutup telponnya lalu berlari ke pangkalan ojek, dan bergegas menuju rumah laki-laki yang masih berstatus suaminya itu.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak cinta kalian, dengan cara, like, komen, dan votenya ya, terimakasih🥰🥰🥰
.
.
cakep putri triple kills wkwkwkwkwk