"Aku hamil, Fir, tapi Daniel tidak menginginkannya,"
Saat sahabatnya itu mengungkapkan alasannya yang menghindarinya bahkan telah mengisolasikan dirinya selama dua bulan belakangan ini, membuatnya terpukul. Namun respon Firhan bahkan mengejutkan Nesya. Firhan, Mahasiswa S2, tampan, mapan dan berdarah konglomerat, bersedia menikahi Nesya, seorang mahasiswi miskin dan yatim-piatu yang harus berhenti kuliah karena kehamilannya. Nesya hamil di luar nikah setelah sekelompok preman yang memperkosanya secara bergiliran di hadapan pacarnya, Daniel, saat mereka pulang dari kuliah malam.
Di tengah keputus-asaan Nesya karena masalah yang dihadapinya itu, Firhan tetap menikahinya meski gadis itu terpaksa menikah dan tidak mencintai sahabatnya itu, namun keputusan gegabah Firhan malah membawa masalah yang lebih besar. Dari mulai masalah dengan ayahnya, dengan Dian, sahabat Nesya, bahkan dengan Daniel, mantan kekasih Nesya yang menolak keras untuk mempertahankan janin gadis itu.
Apa yang terjadi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moira Ninochka Margo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TIGAPULUH TIGA Terbongkarnya Masa Lalu
Nesya lalu menemui tamunya, didampingi oleh Firhan. Walaupun ada sekretaris Sam di ruangan itu, tetap saja Firhan tidak tenang dengan keamanan istrinya. Menurut salah satu pelayan di rumah itu yang melaporkan, Sam membawa tamu wanita itu ke 'ruang khusus' Firhan. Firhan memang memiliki salah satu ruangan di lantai satu untuk meeting urgent dengan para tamu atau klien khusus atau pertemuan yang rahasia.
"... Jangan ikut campur," suara wanita dalam ruangan terdengar dingin ketika Firhan dan Nesya memasuki ruangan yang diselimuti chat grey itu.
"Dian?" sela Nesya di antara obrolan wanita itu dan Sekretaris Sam. Keduanya menoleh bersamaan.
Wanita yang dipanggil seketika berhambur memeluk Nesya yang tentunya gadis itu menanggapi dengan riang—tak peduli kejadian terakhir yang terjadi dengan mereka, Firhan yang melihat adegan itu hanya heran kenapa mantan sahabat istrinya berada di rumahnya dan Sekretaris Sam raut wajahnya berubah dingin, menatap tajam seolah tidak suka.
"Dia siapa, sih? Aku tidak suka tatapannya! Dari tadi menggangguku!" bisik Dian menggerutu setelah pelukannya meredam.
Kekehan Nesya terdengar. "Dia Sekretarisnya Firhan, namanya Sam. Abaikan dia, Dian! Ayo duduklah. Pelayan sebentar lagi akan membawa minuman."
"Tuan muda?" Konfirmasi Sekretaris Sam ketika ingin bertindak. Dia menatap tajam Firhan yang seolah memberikan sinyal tidak suka dan waspada. Raut wajahnya telah berubah defensive.
"Tidak apa-apa, Sam. Dia sahabat lamanya Nesya. Kebetulan aku mengenalnya juga." Jelas Firhan memandang sekretarisnya itu dengan senyuman tipis.
Firhan ikut duduk di salah satu sofa kosong, begitu Nesya dan Dian ikut duduk di sofa sebelah kursinya.
"Sudah kubilang abaikan! Dia tidak apa-apa!" sahut Nesya terkekeh ketika mendapati Dian masih memandang dingin Sekretaris Sam.
"Apa dia harus di sini? Maksudku, di ruangan ini?" tanya Dian.
"Begitulah. Dia yang selalu mendampingi Firhan. Jadi kemana pun Tuan mudanya pergi, akan selalu bersama," tutur Nesya memberitahu.
"Tuan muda?" selidik Dian memandang Nesya dan Firhan secara bergantian.
Nesya tersenyum. "Kukira kamu sudah tahu tentang Firhan yang merupakan anak konglomerat?" Dian mengangguk. "Jadi, di keluarga mereka panggilnya Tuan besar, Tuan muda, Nyonya besar, Nyonya muda dan lain-lain—"
"Ah, yang itu aku sudah tahu! Kamu pikir aku katrok?!"sela Dian membentak secara tiba-tiba yang membuat Firhan dan Nesya saling berpandangan, sedangkan Sekretaris Sam memandangnya tajam.
"Nona, tolong suara anda di kontrol. Jangan berbicara keras pada Nyonya muda apalagi di depan Tuan muda," tegur Sam dengan sorotan mata yang seolah ingin membunuh.
Dian mendengus kesal dan Nesya hanya tersenyum masam.
"Maaf." Cicit Nesya merasa tidak enak hati pada Dian, meski hanya diabaikan oleh Dian.
"Tidak apa-apa, Sam." Sela Firhan menahan Sam untuk lebih bersabar sambil menatap sekretarisnya itu yang berdiri tegap tak jauh dari sofa.
Selang tak beberapa lama, pintu di ketuk dan Firhan mempersilakan masuk. Rupanya pelayan yang membawa minuman dan cemilan buah, cookies serta dessert. Belum-belum dipersilahkan, Dian seketika menyambar gelasnya dan meneguk minuman jus buahnya hingga dua orang dalam ruangan itu hanya saling berpandangan, sedangkan Sam, masih menatapnya dingin.
"Fir, kenapa di rumah ini sangat ramai? Maksudku, banyak pelayan, bodyguard di luar berjaga juga ada dan bahkan makhluk itu." Tanya Dian begitu pelayan keluar dari ruangan sambil memandang sinis Sekretaris Sam di akhir kalimat.
"Tidak apa-apa, mereka hanya menjalankan tugasnya masing-masing. Jadi kebiasaan dan aturan itu kembali sejak keluarga kecilku dan ayahku kembali bersama." Tukas Firhan memandang Dian dengan seulas senyum hingga membuat wanita itu salah tingkah seraya tertunduk dalam senyuman sembari menyelipkan anak rambutnya di belakang telinga.
Nesya yang melihat itu hanya terdiam dengan sorotan sedih, dan Sekretaris Sam hanya memandang jijik dengan ekspresi meringis saat melihat Dian, kemudian berdehem hingga membuat wanita itu tersadar.
"Sebenarnya apa yang membuat anda kemari, Nona?" Tanya Sekretaris Sam tiba-tiba. Sepertinya dia sudah tidak tahan melontarkan perkataan ini.
"Sekretaris Sam?" sela Nesya yang tidak enak hati pada Dian.
"Maaf, Nyonya muda, tapi bukankah sudah lama Nona Dian memutuskan persahabatan bahkan hubungan komunikasi dengan anda? Itulah mengapa saya menanyakan. Mungkin ada sesuatu yang urgent hingga harus dengan sangat percaya diri datang kembali dengan tiba-tiba?" sarkas Sekretaris Sam di akhir kalimat sambil tersenyum licik dengan sopan memandang gadis itu yang duduk tak jauh di hadapannya.
Firhan senyumnya sambil sengaja menunduk menyembunyikan sembari tangannya terkatup menutupi untuk menyamarkan responnya. Tubuhnya kini bersandar santai di sofa seraya menyilangkan kakinya.
Raut wajah Nesya sudah sangat tidak enak hati dengan kalimat Sekretaris Sam pada Dian.
"Sayang?" Bisik Nesya memberi isyarat suaminya untuk meminta sekretarisnya berhenti mengganggu Dian. Namun Sam hanya menanggapi dengan kedipan untuk membiarkannya.
Sebenarnya Firhan juga tidak tahu apa yang terjadi antara mereka berdua, karena dari awal mereka menemukan Sam dan Dian, mereka sepertinya sedang berdebat. Tapi yang pasti, Sekretarisnya yang sudah bekerja dengannya sejak Firhan berusia duabelas tahun, akan bersikap berbeda dan memasang badan duluan jika tahu ada bahaya yang mengintai mereka.
Dian berdehem lalu tersenyum masam. "Kupikir kau yang paling tahu soal Etika, Sekretaris Sam?" sinisnya dengan sorotan tajam.
"Oh, maaf jika membuat anda tersinggung, Nona, tapi saya hanya penasaran dengan kedatangan anda yang tiba-tiba setelah sekian lama bahkan tanpa informasi dan janji dengan mereka. Kurasa Tuan dan Nyonya muda saya juga penasaran. Ha ha ha!" tawa di akhir kalimat Sam terdengar yang sengaja dibuat-buat dan dilebihkan.
Kalimat telak Sekretaris Sam membuat gadis itu terdiam sejenak. Dian hanya mengedarkan pandangan ke arah Firhan dan Nesya, tapi mereka berdua juga terdiam, menunggu jawaban.
Wanita itu mendengus kesal. Lalu, "Tidak bisakah saya merindukan teman lama dan sahabat saya?" jeritnya dengan pandangan tajam dan geram ke arah Sekretaris Sam. Pria bertubuh kekar itu hanya tersenyum tipis lalu mengangguk sopan.
"Oh, merindukan. Apa demi informasi terbaru dan kelancaran rencana anda?" tanya Sam yang berubah defensive lagi.
Kalimat Sekretaris Sam membuat Dian terkejut sekaligus mengernyit.
"Sam, jangan keterlaluan!" tegur Nesya memandang sekretaris Sam, lalu beralih menatap Dian tidak enak hati.
"Apa maksudmu mengatakan seperti itu? Beraninya kau!" Sergah Dian yang mulai tersulut emosi. "Firhan, apa seperti ini sekretarismu yang sangat lancang dengan tamu majikannya?" lanjut Dian dengan geram.
"Sam, ada apa?" tanya Firhan bersedekap sambil memandang sekretarisnya dengan tatapan serius.
"Maaf, Tuan muda, tapi Dian memang datang kemari untuk kembali dekat dengan keluarga ini. Khususnya dengan Nyonya muda—"
"Apa itu salah?" Sergah Nesya menyela dengan tatapan tajam ke arah Sekretaris Sam. Gadis itu sudah sangat muak dengan sikap kurang ajar Sam terhadap sahabatnya.
"Kalau dengan tulus, tentu saja tidak salah, Nyonya, tapi masalahnya Nona Dian ini punya niat buruk. Misi utamanya adalah membunuh Nyonya muda, seperti yang dilakukannya di masa lalu pada kedua orangtua Nyonya muda,"
Mendengar informasi itu, Nesya terkejut dan terperanjat. Gadis itu kini memandang tajam Dian, dengan geram dalam tatapan mata berkaca-kaca.
"Apa itu benar, Dian? Kau ternyata yang membunuh orangtuaku?"
"Tidak, Nesya. Dengarkan aku, aku tidak pernah melakukan itu!" elak cepat-cepat Dian yang telah melihat gadis itu meneteskan airmata. Raut wajahnya mulai panik.
"Benar, bukan dia yang melakukannya tapi dia menyewa pembunuh bayaran untuk melakukan itu. Termasuk membayar beberapa preman untuk mencegat anda dengan mantan kekasih anda, Daniel. Dia juga yang meminta mereka untuk memperkosa anda dan membunuh. Untungnya saat itu anda dan Daniel berhasil kabur setelah aksi pemerkosaan. Tujuannya hanya agar tidak ada yang bersama anda. Sendirian, tanpa siapapun,"
"DIAM KAU SEKRETARIS SIALAN!" Teriak Dian yang semakin panik dengan raut wajah penuh amarah karena rencananya telah terbongkar bahkan rahasianya di masa lalu.
Nesya terperangah mendengar fakta itu. Airmatanya semakin jatuh mengalir sambil memandang tanpa berkedip sahabatnya itu yang berada di hadapannya sibuk memaki sekretaris Sam.
"Sayang?" gusar Firhan yang cemas sambil mengulurkan tangan hendak menenangkan istrinya tapi tangannya di tepis oleh Nesya.
Gadis itu bangkit berdiri masih dalam pandangan ke arah dian. Setelah memaksa gadis itu berbalik ke arahnya, satu tamparan kini mendarat dari pipi Dian.
"Kau yang melakukan itu semua?" tanyanya tanpa berkedip dengan linangan airmata.
"Nes, dengarkan aku dulu! Sekretaris ini berbohong! Aku—"
"AKU SALAH APA DENGANMU, DIAN? AKU SALAH APA?" bentak Nesya dalam linangan airmata dengan nada suara naik satu oktaf. "Aku sangat tulus melihatmu sebagai sahabat. Aku menyayangimu! Tapi kenapa kau melakukan ini? Kau membakar buku-bukuku, aku hanya diam. Kau menghilangkan tugas-tugasku, Prakarya bahkan skripsiku, aku hanya diam dan memaafkanmu. Bahkan kau mencintai suamiku, aku berusaha memaafkanmu dan mengerti. Tapi kenapa ... kenapa harus kau juga yang terlibat soal kematian kedua orangtuaku bahkan soal pemerkosaan itu? Kenapa? Aku salah apa?" lanjut Nesya yang menangis sejadi-jadinya.
Firhan menariknya dalam dekapannya, memeluknya erat.
"Urus dia, Sam! Aku tidak ingin melihatnya lagi. Pastikan dia bertanggungjawab dengan semua yang telah dilakukannya," titah Firhan dingin tanpa memandang Dian, lalu pergi berlalu dari ruangan itu sambil memeluk istrinya.
...* * * *...
aku mau tau kelanjutannya!:?
mampir juga yuk ke karya ku:)