Hasrat Sang Billionaire

...❤︎...

..."Pria itu datang sebagai Algojo untuk menghabisi dosa Sang Ayah. Namun hati Sang Algojo tak mampu melukai cinta pada Sang Anak."...

...❤︎...

"Hari ini tidak ada rapat," Kael mengangkat wajahnya, menatap ke arah Logan. "Pergilah temani gadis itu membeli beberapa pakaian."

Logan membelalak. Pasalnya, dia belum pernah sekalipun menemani seorang wanita, apalagi gadis untuk pergi shopping. Membayangkan betapa lelahnya pergi berbelanja dengan seorang gadis saja sudah membuat ia pusing. Apalagi mengalaminya secara langsung?

"Aku?" Logan menunjuk ke arah dirinya sendiri. "Menemani seorang gadis pergi shopping?"

Kael mengangkat kedua alisnya.

Logan tertawa ambar. Ia menatap ke arah Kael dengan seksama. "Kenapa tidak kau saja?"

"Yah ... anggap saja itu kencan," imbuh Logan mencoba mencari akal.

Kael melempar pandangannya ke arah lain. Suaranya terdengar gusar. "Aku takut semakin hanyut pada sesuatu yang ... kapan saja bisa meninggalkanku."

Logan menghela nafas. Ia menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. Sementara satu tangan ia masukkan ke dalam saku celana. "Kau harus membayarku dua kali lipat untuk tugas ini."

Kael mengeluarkan dompet dari sakunya. Lalu ia memberikan Logan kartu hitamnya. "Gunakan ini. Beli apapun yang dia mau."

Logan mengambil kartu hitam itu sambil tersenyum usil. "Kau yakin?"

"Hm. Lebih banyak, lebih baik." Kael sudah tahu dengan sifat Logan. Pria itu paling tahu seperti apa menghabiskan uang untuk sesuatu yang berharga. Itulah salah satu alasan kenapa ia memutuskan Logan untuk pergi menemani Elika pergi.

"Aku akan memberikan kau bonus tiga kali lipat."

"I love money!" seru Logan sambil mencium kartu hitam dari Kael tadi. Kemudian ia berbalik badan, berjalan menuju ke arah pintu. Lalu, ia menoleh ke belakang dengan sebuah senyuman yang sangat usil. "Tenang saja, aku akan mengirimkan beberapa foto gadis itu padamu."

...❤︎...

Terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar.

"Nona, ini saya, Logan. Asisten Mr. Dreyson."

Elika menoleh ke arah pintu. "Masuklah."

Pintu perlahan terbuka. Elika sedang berada di depan cermin rias. Saat ini ia sudah mengenakan kembali pakaiannya, karena Brigit sudah mencuci, mengeringkan dan menyetrika pakaian miliknya hanya dalam waktu yang singkat.

"Permisi, saya harus memastikan sesuatu." Logan melangkah masuk ke dalam kamar utama yang biasa di tempati Kael dan langsung menuju ke ruang pakaian. Ia sudah biasa dengan kamar itu. Jadi, tak perlu lagi ia bersusah payah untuk memastikan sesuatu.

Saat ia berada di ruang pakaian Kael, matanya berkeliling menatap setiap benda yang dijangkau oleh matanya. Ia jalan menyusuri beberapa rak yang menyamping dan tak terlihat olehnya. Kemudian ia mengangguk pelan. Seolah-olah saat ini ia sudah mendapatkan sebuah ide.

"Nona?" Logan terkejut saat berbalik badan. Ia mendapati Elika sedang berada di belakangnya.

"Sebenarnya, aku mau minta tolong padamu. Tapi, pertama-tama, bersikaplah santai denganku. Panggil aku Elika. Jangan Nona."

Logan mengangguk pelan dan menatap Elika dengan seksama. Seolah-olah ia sedang menanti bantuan apa yang gadis itu butuhkan darinya.

"Sebelum kembali ke kantor, bisakah kau mengantarkanku kembali ke hotel?" Elika terlihat sedang memainkan jemarinya. Sebuah reaksi di mana ia sedang ragu dan sedikit takut menyusahkan Logan.

"Itu ... aku harus mengambil beberapa pakaian ganti dan—"

"Kebetulan sekali," potong Logan. "Ikutlah denganku."

Logan jalan lebih dulu, di susuli Elika yang masih tak mengerti dengan ucapan asisten pria yang ia cintai itu.

Saat di dalam mobil, Elika berusaha menghubungi kedua orangtuanya. Pasalnya, sejak tadi kedua orangtuanya tak kunjung mengangkat panggilan darinya. Ia menjadi gelisah dan tak tenang.

Setelah beberapa kali mencoba menghubungi Emma, akhirnya wanita itu mengangkat panggilannya.

"Ma? Aku kesulitan menghubungi, Mama. Ada—"

^^^"Elika ...."^^^

Suara Emma terdengar panik.

^^^"Bagaimana? Apa kau sudah membujuk Kael?"^^^

Elika mengerutkan keningnya. Ia tak mengerti dengan pertanyaan ibunya itu. "Aku tak mengerti dengan maksud, Mama."

^^^"Papa kamu sedang pusing. Saham yang Papa kamu investasikan sedang anjlok! Dan kita ... kita terancam miskin, Sayang."^^^

"Hubungannya dengan—" Elika menoleh ke arah samping, di mana Logan sedang membawa mobil dengan tenang. Ia tak ingin menyebut nama Kael. Takut-takut pria itu sadar dengan obrolannya dan Emma. "—Julian, apa, Ma?"

Elika menoleh ke arah yang berlawanan dari Logan. Ia menatap ke luar jendela sambil berbicara dengan suara yang pelan. "Aku benar-benar tak mengerti dengan situasi saat ini."

^^^"Papa kamu meminjam uang ke PG Auto Corp untuk investasi. Tapi investasinya gagal dan ... semua kekayaan kita akan di sita."^^^

Emma terdengar terisak ketakutan.

^^^"Tolong bujuk Kael. Mama yakin, hanya kamu yang bisa, Sayang."^^^

Elika terdiam. Ia tak bisa berkata-kata lagi. Ada satu potong puzzle lagi yang ia dapatkan hari ini. Meskipun puzzle yang ia miliki belum sepenuhnya rampung, tapi ... dengan satu puzzle yang ia dapatkan saat ini, otaknya mulai berfikir.

"Dia datang, menjadi tutorku. Tentu saat itu dia sudah tahu semua tentang keluargaku dan aku. Lalu dia pergi saat aku kehilangan kendali. Tak lama kemudian, ia mengungkapkan pada dunia siapa dia. Dan di waktu yang sama ... perusahaan Papa terancam bangkrut." Elika benar-benar berfikir dengan keras untuk memecahkan teka teki yang tak ia ketahui itu.

Gadis itu bersandar tak berdaya ke kursi. Di saat hatinya tak bisa di ajak kompromi, di saat yang sama, kondisi keluarganya terancam bangkrut. Tentu saja dia semakin tak bisa disandingkan dengan Kael. Pria yang nyaris sempurna tanpa celah itu.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Apa salah satu dari orangtuaku pernah menyakiti Kael?" batin Elika pilu. Semakin ia gali, semakin ia penasaran. Dan ... perbedaan status antara mereka semakin jelas.

Elika meremas kuat jemarinya. Ada perasaan yang harus ia kuburkan suatu saat nanti.

Di saat yang sama, Logan yang hanya diam. Ternyata ia tak sepenuhnya diam. Pria itu diam-diam mendengarkan pembicaraan Elika dan Emma. Dan tentu saja sebuah seringai tipis terbit di wajahnya. Karena ia yakin, saat ini ... Conner Pierce sedang frustasi.

...❤︎❤︎❤︎...

...To be continued .......