NovelToon NovelToon
Diselingkuhi Dokter, Dipinang Pemilik Rumah Sakit

Diselingkuhi Dokter, Dipinang Pemilik Rumah Sakit

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami / Pelakor jahat
Popularitas:8.2k
Nilai: 5
Nama Author: Isti arisandi

Kinanti, seorang dokter anak yang cerdas dan lembut, percaya bahwa pernikahannya dengan David, dokter umum yang telah mendampinginya sejak masa koass itu akan berjalan langgeng. Namun, kepercayaan itu hancur perlahan ketika David dikirim ke daerah bencana longsor di kaki Gunung Semeru.

Di sana, David justru menjalin hubungan dengan Naura, adik ipar Kinanti, dokter umum baru yang awalnya hanya mencari bimbingan. Tanpa disadari, hubungan profesional berubah menjadi perselingkuhan yang membara, dan kebohongan mereka terus terjaga hingga Naura dinyatakan hamil.

Namun, Kinanti bukan wanita lemah. Ia akhirnya mencium aroma perselingkuhan itu. Ia menyimpan semua bukti dan luka dalam diam, hingga pada titik ia memilih bangkit, bukan menangis.

Di saat badai melanda rumah tangganya datanglah sosok dr. Rangga Mahardika, pemilik rumah sakit tempat Kinanti bekerja. Pribadi matang dan bijak itu telah lama memperhatikannya. Akankah Kinanti memilih bertahan dari pernikahan atau melepas pernikahan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Isti arisandi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tidak Bertanggung Jawab

***

Langit sore itu begitu cerah, tapi hati Naura tidak secerah sinar matahari yang membanjiri halaman rumahnya sore itu.

Ia duduk di tepi ranjang sambil menggenggam ponselnya erat-erat, menatap layar kosong yang hanya menampilkan bayangan wajahnya sendiri.

Jari-jarinya akhirnya mengetik pesan.

Mas, aku ingin bicara penting. Kalau Mas sudah keluar dari area rumah sakit, Mas kabari aku. Aku menunggu di depan gang.

Hatinya berdegup kencang. Ia tahu pesan ini akan membuka pintu menuju masalah besar, tapi ia tidak punya pilihan. Perutnya yang masih datar itu sudah menyimpan rahasia yang bisa mengubah segalanya.

Tak butuh waktu lama, balasan masuk.

Ada apa, Ra? Mas masih di rumah sakit. Perkiraan pulangnya juga masih lama, kemungkinan masih satu jam lagi.

Naura menggigit bibir bawahnya.

Baiklah Mas, kalau begitu aku siap-siap sekarang.

Ia bangkit, mengambil jaket tipis dan tas kecil. Tangannya sedikit gemetar ketika memegang kunci motor metic yang ia simpan di laci.

Dengan langkah pelan, ia keluar lewat pintu samping seperti biasa.

Ia tidak mau bertatap muka dengan Kinanti pagi ini. Kakaknya terlalu peka. Sekali saja ia salah bicara atau salah ekspresi, Kinanti bisa membaca sesuatu yang tidak ingin ia bagikan.

Begitu sampai di halaman samping, Naura menurunkan motornya perlahan. Matanya sempat menangkap pemandangan di teras depan, Kinanti sedang duduk di dekat jendela, menyusui Mauren sambil menepuk-nepuk punggung bayi mungil itu.

Kinanti melihatnya sekilas. Tidak ada sapaan, hanya tatapan singkat. Mungkin karena jarak cukup jauh, Kinanti memilih diam.

Namun dalam hati, Kinanti membatin, "Katanya nggak enak badan, kok malah kelayapan?"

Jalan menuju kafe itu terasa lebih panjang dari biasanya. Naura memacu motornya pelan, pikiran bercampur aduk.

Di satu sisi, ia ingin sekali meluapkan ketakutan dan kebingungannya kepada David. Di sisi lain, bayangan wajah Kinanti terus menghantui. Bagaimana ia bisa menatap mata kakaknya setelah mengaku bahwa ia sedang mengandung anak dari suami Kakaknya sendiri.

Naura memarkir motor di tempat agak tersembunyi di sebelah ruko kosong dekat kafe. Ia mengenakan masker, lalu memilih duduk di sudut luar kafe yang agak tertutup tanaman rambat.

Ia memesan jus jeruk, meski rasanya tenggorokannya terlalu kering untuk menelan apa pun. Tangannya sibuk memegang ponsel, memantau waktu.

Setengah jam kemudian, pesan dari David masuk.

Mas udah otw. Tunggu di sana.

"iya Mas, aku sudah tiba."

Jantung Naura berdegup kencang. Jemarinya mulai meremas ujung rok yang ia kenakan.

Tak sampai 15 menit, David muncul dari arah parkiran.

Pria itu mengenakan kemeja putih dan celana kain, wajahnya tampak letih, mungkin habis memeriksa pasien sejak pagi.

David duduk di kursi seberangnya, menarik napas panjang. “Kenapa ngajak ketemuan di sini? Kalau ada yang lihat, gimana?” suaranya rendah tapi tajam.

Naura menunduk. “Mas, aku... aku mau ngomong hal penting.”

David menghela napas. “Apa lagi, Ra? Jangan bikin masalah. Kita udah sepakat untuk hati-hati, kan? Kalau keluarga Yusuf tahu gimana? kamu sudah tunangan sama dia.”

Naura menatapnya, matanya berkaca-kaca. “Mas... aku telat tiga minggu. Aku udah tes. Dua garis.”

David mematung. Jemarinya yang tadi menggenggam gelas kopi berhenti bergerak. Pandangannya kosong sesaat, sebelum ia kembali menatap Naura. “Kamu serius?”

Naura mengangguk pelan, air matanya jatuh. “Ini anak Mas... Anak kita...”

David langsung bersandar di kursinya, menutup wajah dengan kedua tangannya. “Ya Tuhan, Naura... Kenapa kamu nggak hati-hati? Kita udah sepakat—”

“Aku juga nggak mau ini terjadi!” potong Naura dengan suara tercekat. “Tapi ini udah terjadi, Mas. Aku nggak bisa pura-pura nggak tahu. Aku nggak bisa buang anak ini.”

Suasana di antara mereka hening beberapa detik. Hanya terdengar suara kendaraan lewat di jalan depan kafe.

David akhirnya bersuara lagi. “Kalau Kinanti tahu, kita habis, Ra. Habis, kamu,aku, kelurga kita bahkan akan hancur.”

Naura menggigit bibir. “Mas pikir aku nggak takut? Semalam aku kebayang wajah Mbak Kinanti. Aku ngerasa jahat... Tapi aku juga nggak mau anak ini lahir tanpa ayah.”

David memejamkan mata. “Kita harus cari solusi. Cepat.”

Naura menatapnya penuh harap. “Solusi Mas itu apa? Menikahi aku? Atau menceraikan Mbak Kinanti dulu? Mas aku cinta sama kamu,, aku selalu nurut sama kamu dan Mbak Kinanti demi bisa bersama kamu? Bahkan dengan menikahi Yusuf pun aku bersedia demi busa sama kamu Mas, supaya semua orang tidak curiga, tapi aku juga nggak menyangka aku akan hamil secepat ini.”

David membuka matanya lagi, kali ini dengan tatapan dingin yang menusuk. “Jangan ngomong ngawur. Kita nggak bisa menikah. Kita harus tetap hati-hati, jangan sampai ada yang tahu dulu." David berhenti berbicara sejenak, seolah berpikir keras, “…bahwa Kinanti nggak akan tahu sampai kita siap.”

Naura menatapnya tak percaya. “Mas cuma mikirin diri Mas? Mas cuma mikirin perasaan Mbak Kinanti, Gimana sama aku? Sama bayi ini? Aku juga ingin di posisi Mbak Kinanti, dicintai Mas dengan sangat besar."

“Bayi itu belum lahir, Ra. Kita masih bisa—”

Naura membanting sendok kecil di atas meja. “Jangan bilang Mas nyuruh aku... menghilangkannya.”

David terdiam. Wajahnya menegang. Ia tidak mengucapkan kata itu, tapi diamnya sudah cukup memberi jawaban.

Naura menutup mulut, menahan isak. Ia berdiri mendadak. “Mas kejam.”

David ikut berdiri, meraih pergelangan tangannya. “Dengar, Ra. Aku cuma mau kita aman. Sekarang kamu pulang dulu. Jangan bikin Kinanti curiga. Aku nggak ngomong kalau mau hilangkan bayi itu, cuma kita masih bisa menutupinya, dan menjadikan anak itu anak Yusuf.”

"Aku dan Yusuf bersentuhan pun tidak Mas, bagaimana aku bisa hamil anak dia, Yusuf itu pria lurus, dia terlalu naif untuk bersentuhan sebelum menikah." Naura menepis tangan Davit, lalu melangkah pergi.

Sepanjang perjalanan pulang, matanya berkaca-kaca. Kata-kata David terus terngiang. Ia merasa sendiri.

Sangat sendiri.

Saat tiba di rumah, Kinanti sudah ada di ruang tamu sambil menidurkan Mauren.

Tatapan kakaknya penuh tanya, tapi Kinanti tidak langsung bertanya.

“Ra, kamu darimana lagi? Kamu udah baikan? makan malam udah siap. Mau makan bareng?”

Naura menggeleng cepat. “Aku mau istirahat aja, Mbak.”

Kinanti hanya mengangguk, meski dalam hatinya merasakan sesuatu yang aneh dengan sikap Naura.

Malam itu, Naura tidak bisa tidur. Ia duduk di tepi ranjang sambil memandangi test pack yang ia simpan di laci. Tangannya mengusap perutnya yang masih rata.

Ia tahu, ia tidak bisa berharap banyak pada David.

Mungkin benar, satu-satunya cara adalah menikah dengan Yusuf secepatnya, agar anak di kandungannya menjadi anak Yusuf.

Naura menatap langit-langit kamar. Air matanya kembali jatuh. Saat asyik melamun tiba-tiba ponselnya berdering.

Naura sangat terkejut dengan dering ponselnya sendiri, karena lamunannya terlalu jauh. Naura lalu melihat si penelepon. Ternyata Yusuf.

"Hallo Mas Yusuf."

"Hallo Ra, lagi ngapain?"

"Lagi santai di kamar."

"Oh iya Ra, mas Davit bilang kamu sakit ya?"

"Enggak Mas, masuk angin biasa."

"Oh, aku kesana sekarang ya?"

"Enggak usah Mas, besok aja, sekarang aku mau istirahat."

"Beneran Ra? Beneran kamu gak papa? Kok aku jadi yang khawatir ni?" kata Yusuf perhatian.

1
Rahmi
Lanjutttt
Rian Moontero
lanjuuuuttt/Determined//Determined/
Yunia Spm
keren
Yunia Spm
definisi ipar adalah maut sebenarnya....
watini
badai besar siap menghancurkan davit naura.karna kebusukan tak kan kekal tersimpan.moga Yusuf ga jadi nikahin Naura,dan mendapatkan jodoh terbaik.
watini
suka cerita yg tokoh utamanya wanita kuat dan tegar.semangat thor,lanjut
Isti Arisandi.: terimakasih komentar pertamanya
total 1 replies
Isti Arisandi.
Selamat membaca, dan jangan lupa beri like, vote, dan hadiah
Isti Arisandi.: jangan lupa tinggalkan komentar dan like tiap babnya ya...😘
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!