Menjadi seorang dokter bedah ilegal di dalam sebuah organisasi penjualan organ milik mafia berbahaya, membuat AVALONA CARRIE menjadi incaran perburuan polisi. Dan polisi yang ditugaskan untuk menangani kasus itu adalah DEVON REVELTON. Pertemuan mereka dalam sebuah insiden penangkapan membuat hubungan mereka menjadi di luar perkiraan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zarin.violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyerang
Mobil yang dikendarai Devon berhenti satu kilometer sebelum peternakan. Dia dan timnya melanjutkan dengan berjalan kaki, menyusuri semak-semak lebat di pinggir hutan.
“Ingat, kalian membereskan penjaga di luar, dan aku yang akan masuk ke dalam. Aku yang akan mengatasinya.”
“Baik, Kapten,” sahut tim-nya.
Kabut tengah malam menyelimuti pegunungan, membuat suasana semakin mencekam.
Dari kejauhan, peternakan itu terlihat sepi. Tapi Devon tahu, di balik jendela-jendela gelap, ada puluhan mata mengawasi.
Tak lama mereka pun berpencar dan mengikuti perintah Devon untuk menyebar mengepung peternakan.
Devon mengambil rute memutar, mendekati gudang dari belakang. Seperti yang diduga, dua orang bersenjata sedang berjaga.
Dengan gerakan cepat, Devon menghabisi mereka satu per satu, dan ada yang dia tangani dengan tusukan belati, satunya lagi dicekik sebelum sempat berteriak.
Dia tak menggunakan senjata agar situasinya tetap terkendali. Devon mengambil kunci dari saku penjaga tadi dan membuka pintu gudang.
Bau anyir dan darah langsung memenuhi hidungnya. Di dalam, tumpukan karung berisi bahan kimia dan alat bedah berserakan. Tapi yang dicari Devon ada di bawah.
Dia menemukan pintu baja tersembunyi di lantai. Setelah membukanya, tangga sempit menuju kegelapan terlihat.
*
*
Dingin.
Itu yang pertama dirasakan Devon saat turun. Suara mesin pendingin berdengung keras, menciptakan atmosfer seperti mimpi buruk.
Saat lampu neon menyala, pemandangan mengerikan terlihat.
Ruang besar itu dipenuhi kontainer-kontainer kaca berisi mayat beku. Beberapa masih utuh, beberapa sudah dalam kondisi terpotong—organ-organ mereka rapi di dalam kotak tebal berlabel.
"Oh God ...," desis Devon.
Tapi dia tidak punya waktu untuk terpana. Langkah kaki dan suara obrolan terdengar mendekat. Devon bersembunyi di balik kotak kayu terdekat.
Dua orang penjaga masuk, membawa senjata di tangannya.
"Hari ini dibatalkan? Dokter masih ada di ruangannya,” kata salah satunya.
"Ya, dia akan kukawal keluar sebelum polisi masuk ke dalam ruangan ini,” sahut yang lain.
Devon mengernyit. ‘Ada yang membocorkan misi ini. Apakah ada yang bekerja sama sengan Vittorio di kepolisian? Shittt!!’
Begitu kedua orang itu pergi, Devon bergerak. Tapi tiba-tiba, alarm berbunyi nyaring.
"Seseorang masuk!" teriak suara dari speaker.
Devon mengumpat. Mereka tahu. Dan dia yakin pasti ada penghianat di dalam tim-nya.
Dia berlari ke lorong lain, tapi sekelompok orang bersenjata sudah menunggu. Peluru berdesing di sekitarnya.
Tanpa pikir panjang, Devon melemparkan granat asap dan membalas tembakan. Dua orang terjatuh, tapi yang lain masih banyak.
Dia terdesak sampai ke tempat semua data operasi Vittorio disimpan. Dengan cepat, dia mencolokkan flash drive dan mengunduh semua bukti.
Tapi kemudian ...
"Berhenti!"
Suara itu membuatnya membeku.
Seorang pria besar berdiri di pintu, senapan mesin di tangan. Devon menarik napas. Ini saatnya perlawanan.
Tanpa peringatan, Devon menerjang. Pisau belatinya terangkat, menebas lengan pria itu. Sang penjaga menggeram kesakitan, tapi masih sempat menembak.
DORR!!
Sakit menusuk di pinggang Devon karena peluru itu lewat menggores pinggangnya, tapi dia terus melawan.
Meskipun hanya tergores peluru, namun darah yang keluar cukup banyak. Dengan sisa tenaga, dia menghantam pria ke lantai dan mencekiknya.
"Mati kau," bisiknya, sebelum leher pria itu patah.
Suara ledakan mengguncang markas. Bom yang dipasang oleh para penjaga sebelumnya meledak, menghancurkan semua bukti kejahatan Don Vittorio.
“Damn it!!” umpat Devon kesal.
Dengan susah payah, Devon berlari keluar karena situasi sudah sangat berbahaya. Namun, di kejauhan, dia melihat seseorang memakai pakaian berwarna hijau dan masker—keluar dari sebuah ruangan berasap.
“Dokter itu! Dia bisa menjadi saksi. Aku tak akan melepaskanku,” geramnya dan segera mengejar orang itu.
“Kau tak akan bisa lari!” teriak Devon sengit dan cepat mengejarnya. Namun orang itu keluar melalui jalan keluar yang lain—yang tak diketahui Devon sebelumnya.
Devon menahan sakit di pinggangnya, tapi dia masih tetap semangat untuk memburu dokter itu.
masih penasaran siapa yg membocorkan operasi Devon di markas Don Vittorio dulu ya 🤔🤔