perjalanan anak remaja yang berusaha bekerja keras , namun perjuangannya penuh dengan duri
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bang deni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
mengobati ayah Silvia
Rangga menduga pastinya kekuatan Mustika Mata dewa akan meningkat setelah menyerap kayu galih asem berukir. Sambil menunggu seperti apa peningkatan Mustika Mata Dewa, Rangga mengerjakan desain milik pak Hendi .
" drrrrrrt"
" drrrrrrt"
Tiba tiba hpnya bergetar, Rangga memang tak menyuarakan dering hp nya hanya getar saja.
" Silvia " gumam Rangga dengan cepat ia mengangkat panggilan dari Silvia.
" assalamualaikum" salam Rangga ,
" Waalaikum salam, sayang aku belum bisa ke kampus , ayah sakit" Silvia menjawab dengan nada yang sedih
" sakit apa??" tanya Rangga ,
" ga tau, ayah sering mengigau badannya panas ." sahut Silvia, " tapi di bawa ke dokter ga ada penyakitnya " Silvia terdengar menangis .
" Kamu yang sabar, besok aku kesana, kamu kirim alamatnya "ucap Rangga
" iya terima kasih sayang" ucap Silvia .
Rangga dengan cepat menyelesaikan desain Villa pak Hendi yang tinggal membuat 3D saja.
Pagi hari , Rangga menelpon pak Hendi mengatakan bila desain villa nya telah jadi, namun ia tak bisa mengantarkan karena akan ke Kota Pagar Alam.
Kali ini pak Hendi sendiri yang turun mengambil desain ke kostan Rangga
" wah ,iya sangat cocok" ucap pak Hendi begitu melihat hasil desain Rangga . Pak Hendi menuliskan sebuah cek dan memberikan pada Rangga .
" terima kasih, nanti kalau aku ingin membangun lagi aku pasti membutuhkan bantuan mu" ucap pak Hendi sambil memberikan cek yang di pegangnya,
" maaf pak ,apa ini ga kebanyakan ?" tanya Rangga saat melihat cek yang di berikan pak Hendi, ternyata pak Hendi memberikan 120 juta
" ha ha ha ,yang 20 bonus dariku, itu memang sesuai dengan persentase pembangunan villa, kamu ambil aja " pak Hendi tertawa mendengar perkataan Rangga , ia memang memberikan sepuluh persen dari harga pembangunan villanya ,yang di perkirakan akan menghabiskan satu milyar .
" kalau begitu terima kasih pak" ucap Rangga senang .
Baiklah , bapak pamit dulu, main main ke rumah kalau ada waktu senggang" ucap pak Hendi sebelum pergi.
" iya pak , nanti saya main kesana" sahut Rangga . Rangga langsung berkemas untuk berangkat Ke kota Pagar Alam menemui Silvia. Namun Rangga tidak menggunakan bus ,ia menggunakan travel , karena bus tujuan Pagar Alam berangkat malam.
Rangga menikmati perjalanan ini ,apalagi saat melihat gunung Jempol , sebuah gunung seperti Jempol menjulang. Gunung Jempol di sebut juga gunung Selero berada di kota Lahat , bukit ini sering di daki para pendaki, hanya saja kita tak boleh berkata kasar atau kotor, karena itu pantangannya , para pendaki sering melihat sosok kakek tua berjubah yang yang berdiri memandang lembah ,seakan mengawasi para pengunjung, lalu sosoknya hilang tanpa jejak bersama kabut , masyarakat sekitar menyakini bila itu adalah penjaga gunung yang mengawasi gunung itu . Ada juga yang mengatakan bila gunung jempol adalah candi yang di bangun oleh Parameswara saat menjadi Raja Sriwijaya atas permintaan Dapuntha Hyang.
Di pasar pagar alam Silvia telah menunggu , melihat Rangga benar benar datang Silvia dengan cepat memeluk Rangga, dan menangis ,
" jangan sedih, aku di sini, mari kita lihat ayahmu" ucap Rangga menghibur .
Silvia membawa Rangga ke sebuah villa di kaki gunung Dempo , suasana di sana sangat tenang dengan hamparan kebun teh di sepanjang jalan .
" adem cuacanya di sini" ucap Rangga menikmati udara pegunungan yang sangat sejuk.
Silvia mengajak Rangga masuk ke sebuah villa di tengah perkebunan teh, rupanya keluarga Silvia sedang berkumpul di sana menemani ayah Silvia yang sedang sakit.
Rangga menyalami semua kerabat Silvia, namun ada beberapa orang yang memandang sinis pada Rangga namun Rangga mengacuhkan saja, ia datang kemari untuk menghibur Silvia yang sedang bersedih karena sang ayah sakit.
" dekati yang sakit" Nagini tiba tiba menyuruh Rangga mendekat, namun saat itu ada seorang dokter yang sedang memeriksa kondisi Pak Herman, ayah Silvia, Rangga hanya bisa menunggu sampai dokter itu selesai memeriksa pak Herman .
" bagaimana dok?" tanya Silvia melihat dokter itu selesai memeriksa ayahnya.
" aku ga tahu apa yang membuatnya seperti ini, karena semua normal di periksa " jawab dokter itu menggelengkan kepala, baru kali ini dia mendapat pasien seperti ini.
" maaf boleh saya melihat bapak?" pinta Rangga . Sontak semua yang ada di sana menengok padanya.
" apa kamu juga dokter?" tatnya dokter itu , tatapannya menyelidik Rangga.
" Silvia ,siapa pemuda yang kamu bawa ini ?" salah satu pemuda yang memandang sinis tadi berkata
" aku bukan dokter, tapi bila pak dokter tak bisa memeriksanya ga ada salah nya kan bila aku mencoba" ucap Rangga pada dokter itu, ia mengacuhkan pemuda tadi.
" dia kekasihku kenapa?, apa salahnya bila ia memeriksa?" ucap Silvia membela Rangga ,
Lelaki tadi terdiam ,
" apa yang membuatmu yakin ingin memeriksanya ?" dokter itu berkata penasaran
" penyakit itu ada dua macam, medis dan non medis, mungkin bila dokter tak bisa memeriksanya ada kemungkinan penyakitnya non medis" jawab Rangga , dokter itu berpikir sejenak,
" silahkan bila ingin memeriksanya ,namun jangan melakukan hal yang aneh" ucap dokter itu
" agar dokter tidak curiga baiknya dokter melihat apa yang akan saya lakukan , tapi untuk yang lain silahkan keluar." ucap Rangga tegas .
" hei tidak bisa begitu, kami juga ingin melihat apa yang akan kau lakukan pada pamanku!" ucap salah satu pemuda .
" apa kalian tak percaya pada dokter Irwan!?" ucap Silvia membuat pemuda tadi tergagap.
" ada aku di sini , kalian tak usah khawatir" ucap dokter Irwan , mau tak mau semuanya keluar dari ruangan itu.
Rangga mencoba mendekat dan melihat dengan mata batinnya. Kini terlihat jelas , ada kabut ungu di dalam tubuh pak Salman, ayah Silvia .
" tempelkan tanganmu di keningnya " ucap Nagini saat Rangga sudah dekat dengan pak Salman
Rangga menempelkan tangan nya pada kening pak Salman membuat dokter Irwan heran, yang ia tahu praktisi pengobatan tradisional memegang pergelangan tangan untuk memeriksa denyut nadi. Tapi ia diam saja dalam kebingungan nya, ia ingin melihat apa yang akan Rangga lakukan selanjutnya .
lewat tangan Rangga Nagini ternyata menyedot kabut ungu yang berada di dalam tubuh pak Salman .
Butuh lima belas menit Nagini menghisap kabut ungu itu, kini Nagini menyuruh Rangga menyalurkan sedikit tenaga dalamnya di dada Pak Salman .
" uhuk"
" uhuk"
pak Salman terbatuk , dan membuka matanya , pandangannya terpaku pada Rangga yang tangannya masih menempel di dadanya.
" terima kasih, kamu siapa?" ucap pak Salman , Rangga menarik tangannya kembali .
" saya Rangga paman, teman kuliah Via " jawab Rangga , ia menyalami tangan pak Salman dan mencium punggung tangan nya.
" tolong bantu aku berdiri" ucap pak Salman, Rangga buru buru mencegah
" paman masih lemah, biar aku panggil Via," ucap Rangga , dokter Irwan yang terbengong kaget tersadar.
" biar aku saja yang memanggil" tanpa menunggu persetujuan dari Rangga dokter Irwan langsung keluar ,tak lama ia kembali lagi beserta keluarga pak Salman .
" papa" Silvia yang melihat ayahnya sudah membaik dan tersadar memeluk pak Salman sambil menangis.
" aih, kok nangis , ga malu apa sama teman lelakimu?" tegur pak Salman sambil bercanda. Tentu saja ia tahu bila Rangga lebih dari sekedar teman, tak mungkin di saat kuliah Rangga menyempatkan dirinya keluar kota bila hanya teman biasa
" ih papa ," Silvia merajuk , pipinya memerah.
" terima kasih ,Ngga" ucap Silvia memandang Rangga dengan binar bangga .
" aku hanya membantu sedikit, dokter Irwan yang banyak membantu" ucap Rangga , memang benar ,tanpa asupan vitamin dari dokter Irwan ,mungkin saat ini pak Salman masih berbaring lemas , pak Irwan memberi asupan vitamin yang pas hingga membuat tubuh pak Salman tetap sehat .
" eh, aku ga ngapa ngapain cuma nonton " dokter Irwan berkata dengan kaget ,
" itu karena dokter Irwan memberi asupan vitamin yang pas, jadi tubuh pak Salman sehat , ga ada organ yang ikut terserang " tutur Rangga .
" terima kasih dokter Irwan, Via, antar nak Rangga ke kamar tamu" ucap pak Salman,
" maaf paman, boleh saya bertanya?" ucap Rangga hati hati . Nagini tadi menyuruh ia menanyakan terakhir kali perui kemana pak Salman, karena kabut itu berasal dari suatu tempat .