Aurora terbangun dari tidurnya dan mendapati dirinya berada di dunia asing yang begitu indah, penuh dengan keajaiban dan dikelilingi oleh pria-pria tampan yang bukan manusia biasa. Saat berjalan menelusuri tempat itu, ia menemukan sehelai bulu yang begitu indah dan berkilauan.
Keinginannya untuk menemukan pemilik bulu tersebut membawanya pada seorang siluman burung tampan yang penuh misteri. Namun, pertemuan itu bukan sekadar kebetulan—bulu tersebut ternyata adalah kunci dari takdir yang akan mengubah kehidupan Aurora di dunia siluman, membuatnya terlibat dalam rahasia besar yang menghubungkan dirinya dengan dunia yang baru saja ia masuki.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wardha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pencarian Kunci Pertama: Matahari yang Terlupakan
Saat cahaya biru mereda, Aurora dan Raviel menemukan diri mereka berdiri di puncak sebuah gunung yang menjulang tinggi. Angin dingin bertiup kencang, membawa aroma tanah basah dan kabut tipis yang melayang di sekitar mereka.
Langit di atas mereka tampak aneh—bukan siang, bukan pula malam. Matahari redup menggantung di langit, cahayanya terhalang kabut keemasan yang berputar seperti tirai tak kasatmata.
Julia berdiri di samping mereka, jubah birunya berkibar tertiup angin.
"Ini adalah Gunung Eltaris, tempat Kunci Keseimbangan pertama tersembunyi," katanya.
Aurora mengusap lengannya yang mulai kedinginan. "Apa yang harus kita cari?"
Julia menatap ke langit. "Kunci pertama disebut Matahari yang Terlupakan. Ini bukan benda biasa, melainkan sebuah esensi cahaya yang pernah hilang dari dunia ini."
Raviel menyipitkan mata, memperhatikan sekeliling. "Jika itu adalah cahaya, kenapa tempat ini terasa begitu dingin dan kelam?"
Julia menoleh padanya. "Karena Matahari yang Terlupakan telah dikurung dalam kegelapan selama ribuan tahun. Tanpa itu, keseimbangan cahaya dan kegelapan mulai terganggu. Jika kita tidak menemukannya tepat waktu, maka kegelapan akan semakin kuat."
Aurora merasakan detak jantungnya berdegup lebih cepat. "Bagaimana cara menemukannya?"
Julia tersenyum tipis. "Matahari yang Terlupakan hanya akan muncul di hadapan jiwa yang siap menerimanya. Artinya, hanya kau yang bisa menemukannya, Aurora."
Aurora menelan ludah. "Aku?"
Julia mengangguk. "Tapi ingat, kau tidak bisa mendapatkannya begitu saja. Untuk membangunkan Matahari yang Terlupakan, kau harus menghadapi bayangan masa lalumu."
Aurora dan Raviel saling berpandangan.
"Bayangan masa laluku?" bisik Aurora.
Tiba-tiba, tanah di bawah mereka mulai bergetar.
Kabut keemasan yang melayang di udara mulai berputar, membentuk sosok bayangan hitam yang menyerupai Aurora sendiri.
Namun, mata sosok itu berwarna merah, penuh dengan kebencian.
"Kau pikir pantas menjadi Sang Garuda Emas?" suara bayangan itu bergema, dingin dan menghantui.
Aurora mundur selangkah, tubuhnya menegang.
"Kau tidak lebih dari seorang anak yang dibuang ke dunia manusia. Kau lemah. Dan kau akan menghancurkan dunia ini dengan tanganmu sendiri."
Aurora mengepalkan tangannya. "Aku bukan dirimu!"
Bayangan itu tersenyum sinis. "Oh? Lalu kenapa aku ada di sini?"
Dalam sekejap, bayangan itu melesat maju, menyerang Aurora dengan cakar hitam berkilauan.
Aurora menghindar tepat waktu, tetapi serangan itu cukup kuat untuk membuat tanah di belakangnya retak.
Raviel segera menghunus pedangnya. "Aku akan membantumu!"
Namun, sebelum ia bisa bergerak, Julia mengangkat tangannya, menghentikannya. "Tidak, Raviel. Ini adalah ujian Aurora. Jika dia tidak bisa mengalahkan bayangan ini sendiri, maka dia tidak akan pernah bisa mengendalikan takdirnya."
Raviel mengepalkan tinjunya, tetapi ia tahu Julia benar.
Ini adalah pertempuran Aurora.
Dan Aurora tahu itu.
Ia menarik napas dalam-dalam, menatap bayangan dirinya sendiri.
Ini bukan musuh biasa. Ini adalah dirinya sendiri.
Dan jika ia ingin mendapatkan Matahari yang Terlupakan, ia harus mengalahkan rasa takut yang selama ini menghantuinya.
Bayangan itu tersenyum. "Ayo, Aurora. Buktikan kalau kau pantas menyandang gelar Sang Garuda Emas."
Dengan cahaya keemasan mulai berpendar di sayapnya, Aurora bersiap.
Pertempuran melawan dirinya sendiri pun dimulai.
Aurora mengepalkan tangannya. Cahaya keemasan dari tubuhnya berpendar semakin kuat, menyelimuti dirinya seperti armor. Namun, di hadapannya, bayangan dirinya sendiri berdiri dengan aura hitam yang bergetar, penuh kebencian.
"Kau pikir bisa mengalahkanku?" suara bayangan itu terdengar dingin, seolah langsung menusuk ke dalam hatinya.
Aurora menatap tajam. "Aku tidak perlu mengalahkanmu. Aku hanya perlu membuktikan bahwa aku bukan dirimu!"
Bayangan itu menyeringai. "Lalu kenapa kau takut?"
Aurora terdiam.
Dan dalam sekejap, bayangan itu melesat cepat, cakarnya terhunus menuju dada Aurora!
CLANG!
Aurora mengangkat tangannya, menciptakan perisai cahaya yang menahan serangan itu. Namun, dampaknya begitu kuat hingga ia terdorong mundur beberapa langkah.
Raviel mengepalkan tinjunya—ingin membantu, tetapi Julia kembali menahannya.
"Jika Aurora tidak bisa mengatasi dirinya sendiri, maka dia tidak akan pernah bisa mengendalikan kekuatan Garuda Emas."
Raviel menggertakkan giginya, tetapi ia tetap di tempatnya, percaya pada Aurora.
Aurora menarik napas dalam, mencoba menenangkan pikirannya.
Bayangan ini bukan musuh biasa. Ini adalah manifestasi dari ketakutannya sendiri.
Jika ia terus melawan seperti ini, ia hanya akan terjebak dalam pertempuran tanpa akhir.
Ia harus menemukan cara lain.
Bayangan itu melompat lagi, kali ini dengan dua bilah pedang hitam yang muncul dari tangannya.
"Kau takut menjadi penghancur dunia ini, bukan?"
Aurora menangkis serangan itu dengan cahaya emasnya, tetapi kali ini ia tidak hanya bertahan—ia membiarkan kata-kata itu masuk.
"Kau takut bahwa jika kau menggunakan seluruh kekuatanmu, kau akan berubah menjadi monster."
Aurora terdiam.
Karena itu benar.
Sejak ia mengetahui kekuatan Garuda Emas, ia selalu takut untuk menggunakannya sepenuhnya.
Takut kehilangan kendali.
Takut menjadi sama seperti Penghancur Takdir.
Dan itulah yang terus melemahkannya.
"Aku ...," Aurora menatap bayangan dirinya yang menyerang lagi, tetapi kali ini, ia tidak menghindar.
Ia menerimanya.
"Aku memang takut."
Bayangan itu terhenti seketika.
Aurora menatapnya dalam-dalam. "Aku takut, karena aku tahu kekuatanku sangat besar."
"Aku takut, karena aku tidak ingin menjadi monster."
"Tapi aku tidak akan membiarkan ketakutan itu mengendalikanku!"
Tiba-tiba, cahaya keemasan yang mengelilingi tubuhnya meledak dengan dahsyat.
Bayangan itu berteriak, tubuhnya mulai bergetar dan retak seperti kaca.
"Tidak ... Ini tidak mungkin!"
Aurora melangkah maju, cahaya dari tubuhnya semakin terang.
"Kau adalah bagian dari diriku, tetapi kau tidak akan pernah mendefinisikan siapa aku sebenarnya."
"Aku adalah Aurora, Sang Garuda Emas!"
Dengan satu hentakan, cahaya keemasan Aurora meledak, menyelimuti bayangan itu sepenuhnya.
Dan dalam hitungan detik.
Bayangan itu lenyap.
Ketika keheningan kembali menyelimuti, langit di atas mereka tiba-tiba berubah.
Matahari redup yang sebelumnya terhalang kabut kini bersinar kembali, perlahan-lahan menyebarkan cahaya emas ke seluruh Gunung Eltaris.
Di hadapan Aurora, sebuah bola cahaya keemasan melayang perlahan.
Julia tersenyum. "Selamat, Aurora. Kau telah melewati ujian pertamamu."
Aurora mengulurkan tangannya, dan bola cahaya itu perlahan menyatu dengan tubuhnya.
Energi hangat memenuhi dirinya, kekuatan baru mengalir dalam nadinya.
Ia baru saja mendapatkan Kunci Pertama: Matahari yang Terlupakan.
Namun, ia tahu.
Perjalanannya masih panjang.
Dua kunci lagi masih menunggu.
Dan ancaman terbesar belum datang.
Cahaya dari Matahari yang Terlupakan meresap ke dalam tubuh Aurora, mengalir dalam aliran energinya. Ia bisa merasakan kehangatan dan kekuatan baru yang mengalir dalam nadinya. Namun, sesuatu di dalam dirinya juga bergetar—seolah kekuatan ini membangkitkan sesuatu yang tersembunyi jauh di dalam jiwanya.
Raviel mendekat, menatap Aurora dengan cemas. "Bagaimana perasaanmu?"
Aurora mengerjap, menatap tangannya yang masih berpendar cahaya keemasan. "Aku merasa ... berbeda. Lebih kuat."
Julia mengangguk puas. "Itu wajar. Matahari yang Terlupakan bukan hanya sumber cahaya, tetapi juga bagian dari jiwa Garuda Emas. Kau baru saja membuka bagian pertama dari takdirmu."
Namun, sebelum Aurora bisa menjawab, langit tiba-tiba berubah muram.
Kabut hitam mulai merayap dari kaki gunung, menelan cahaya matahari yang baru saja bangkit.
Suara gemuruh terdengar dari kejauhan, seperti sesuatu yang terbangun dari tidurnya yang panjang.
Julia langsung memasang ekspresi serius. "Tidak, ini terlalu cepat."
Aurora dan Raviel saling berpandangan. "Apa yang terjadi?" tanya Raviel.
Julia menyipitkan mata ke arah kabut yang semakin mendekat. "Seseorang, atau sesuatu yang tidak ingin Aurora mendapatkan semua kunci keseimbangan."
Tiba-tiba, sesosok bayangan raksasa muncul dari kabut, matanya bersinar merah darah.
Sosok itu berbentuk burung garuda hitam dengan sayap yang terkoyak, tetapi auranya memancarkan kekuatan luar biasa.
Aurora menahan napas. "Apa itu?"
Julia menggeleng. "Itu bukan siluman biasa. Itu adalah penjaga kegelapan, utusan dari mereka yang ingin menenggelamkan dunia ini dalam kehancuran."
Burung garuda hitam itu membuka paruhnya, suaranya bergema di seluruh gunung.
"Aurora, kau telah mengambil sesuatu yang bukan milikmu."
Aurora mengepalkan tangannya, sayap keemasannya mengepak dengan cahaya yang lebih terang. "Aku hanya mengambil kembali takdirku!"
Makhluk itu tertawa rendah. "Takdir? Kau pikir kau bisa melawan arus yang telah ditentukan? Kau hanyalah pion dalam permainan yang lebih besar."
Raviel maju, pedangnya terangkat. "Kalau begitu, kita akan melawan permainan ini!"
Dan sebelum ada yang bisa bergerak, garuda hitam itu menerjang dengan kecepatan mengerikan.
Aurora dan Raviel melompat ke udara, menghindari serangan ganas itu, sementara Julia mulai merapal mantra perlindungan.
Pertempuran baru mereka telah dimulai. Dan kali ini, taruhannya lebih besar dari sebelumnya.