Zyan, seorang agen yang sering mengemban misi rahasia negara. Namun misi terakhirnya gagal, dan menyebabkan kematian anggota timnya. Kegagalan misi membuat status dirinya dan sisa anggota timnya di non-aktifkan. Bukan hanya itu, mereka juga diburu dan dimusnahkan demi menutupi kebenaran.
Sebagai satu-satunya penyintas, Zyan diungsikan ke luar pulau, jauh dari Ibu Kota. Namun peristiwa naas kembali terjadi dan memaksa dirinya kembali terjun ke lapangan. Statusnya sebagai agen rahasia kembali diaktifkan. Bersama anggota baru, dia berusaha menguak misteri yang selama ini belum terpecahkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ancaman Gantika
"Saya masih melakukan pengkajian lebih lanjut tentang kasus ini," jawab menteri agama ketika pria itu ditanyai sejumlah wartawan begitu keluar dari gedung DPR.
Pria itu baru saja mengikuti jalannya rapat yang digagas oleh anggota DPR. Mereka membahas tentang penutupan pondok pesantren Ulul Ilmi. Anggota dewan terbagi dua. Ada yang setuju, ada juga yang tidak. Sebagian besar anggota DPR yang menolak penutupan pondok pesantren adalah perwakilan dari partai Islam. Keputusan akhir tetap berada di menteri agama. Sejumlah anggota dewan hanya memberikan masukannya saja. Namun diluar itu, ada beberapa pihak yang secara khusus menghubungi pria tersebut untuk segera menutup pondok pesantren. Tentu saja mereka menjanjikan hal yang menggiurkan pada sang menteri.
Gantika yang mengikuti jalannya rapat melalui saluran televisi, segera mematikan layar datar tersebut. Kasus pondok pesantren Ulul Ilmi menjadi sorotan publik akhir-akhir ini. Pondok pesantren yang jauh dari Ibu Kota dan mungkin tidak banyak orang tahu, kini menjadi terkenal seantero negeri. Kasus yang menimpa Amma gencar digembar-gemborkan media oleh pihak-pihak yang menginginkan penutupan pondok pesantren tersebut.
Pintu ruangan Gantika terketuk, tak lama kemudian dari arah luar masuk Erik. Pria itu hendak melaporkan hasil pertemuannya dengan Saad Ibrahim, menteri agama saat ini. Sudah hampir seminggu ini Erik terus melobi sang menteri agar tidak menutup pondok pesantren Ulul Ilmi atas perintah Gantika. Namun pria itu belum mendapatkan hasil yang memuaskan. Saad masih menggantung keputusannya.
"Bagiamana?" tanya Gantika.
"Situasinya kurang baik, Pak. Pak Saad masih menggantung keputusannya. Dari hasil pemantauan, ada beberapa orang yang mendekati beliau dan memberikan penawarannya padanya. Besar kemungkinan kalau penutupan akan segera terjadi."
Terdengar helaan nafas Gantika. Masalah di Tanjung Harapan tidak sesederhana yang dipikirkan banyak orang. Ada banyak pihak yang terkait dengan masalah ini. Amma hanyalah target yang dijadikan korban demi keuntungan yang didapat. Kasusnya sengaja diviralkan selain untuk memuluskan jalan mereka, juga untuk menutupi kasus lain yang tidak kalah penting. Kasus obat generik kadaluarsa yang diberikan pada masyarakat yang berobat melalui asuransi pemerintah dengan tersangka menteri kesehatan menguap begitu saja, terbawa oleh kasus Amma.
"Kasus Amma menjadi pembahasan hampir setiap hari. Media terus mempropagandakan kalau Amma adalah salah satu contoh buruk masyarakat dan pondok pesantren yang dikelolanya harus ditutup. Bahkan ada wacana keluarga Amma dan seluruh staf pengajar akan dibawa ke ranah hukum."
"Mereka benar-benar sudah merencanakan ini secara matang. Aku harus menemui Saad sekarang."
Tahu apa yang diinginkan atasannya, Erik bergerak cepat membuka pintu ruangan. Pria itu sendiri yang akan mengantar Gantika menuju kantor kementrian agama. Dengan menggunakan mobil dinas, keduanya segera meluncur ke kantor Saad.
Awalnya kedatangan Gantika untuk menemui Saad ditolak halus oleh sekretaris pria itu karena datang tanpa membuat janji lebih dulu. Namun ketika mendengar nama Gantika, Saad langsung mempersilakan tamunya masuk. Gantika dan Saad sudah berteman sejak jaman putih abu-abu. Sejak Saad memutuskan terjun ke dunia politik, pria itu mendapat dukungan dari Gantika. Bahkan pria itu juga membuat jalan bagi Saad membangun karir politiknya sampai akhirnya dia sampai di posisi sekarang. Dan saat ini Saad digadang-gadang akan menjadi ketua partai tempatnya bernaung, menggantikan ketua terdahulu.
"Apa kabarmu?" tanya Saad seraya menjabat tangan dan memeluk temannya ini.
"Alhamdulillah, baik."
"Silakan duduk. Pasti ada hal penting yang mau kamu bicarakan sampai datang ke kantorku."
"Memang benar, ada hal penting yang mau kubicarakan."
"Soal apa?"
"Kasus pondok pesantren Ulul Ilmi, apa kamu sudah membuat keputusan?"
"Aku tidak menyangka kamu tertarik juga dengan kasus itu."
"Kebetulan aku kenal dengan pendiri pondok pesantren tersebut. Namanya Muhammad Anshori atau yang biasa dipanggil Amma. Jadi, apa keputusanmu?"
"Berdasarkan bukti-bukti yang diberikan, sepertinya aku memang harus menutup pondok tersebut. Masalah ini sangat sensitif dan mendapat banyak perhatian publik. Aku harus mempertimbangkan banyak pihak, jadi mungkin aku akan menutupnya. Keputusannya akan dikeluarkan besok."
Gantika hanya tersenyum tipis mendengar ucapan temannya ini. Sebenarnya dia sudah menduga kalau Saad akan mengambil keputusan tersebut. Gencarnya pihak lawan mendekati pria itu, bisa dipastikan untuk meminta Saad menutup pondok.
"Saya kenal baik Amma, saya jamin dia tidak melakukan hal terkutuk itu."
"Tapi bukti-bukti dan saksi sudah menunjukkannya."
"Bukti apa? Saksi apa? Amma langsung dihakimi sebelum sempat memberikan pembelaan. Dia dihakimi massa hanya karena tuduhan sepihak yang dilontarkan Revina. Apa kamu tidak merasa janggal dengan kasus ini?"
"Menurutmu wajar saja kalau sampai warga kesal dan melakukan pelemparan batu. Karena korbannya sampai lima orang. Itu yang berani membuka mulut, siapa tahu masih ada yang lain."
"Apa kamu pernah bertemu dengannya?"
"Tidak. Bahkan aku tidak tahu di mana letak pondok pesantren Ulul Ilmi. Kamu tahu sendiri aku baru menjabat setahun yang lalu."
"Sebelum mengambil keputusan, bukankah seharusnya kamu menyelidikinya lebih dulu? Jangan langsung mempercayai apa yang dikatakan media. Bukti dan saksi mudah untuk dipalsukan."
"Jadi, apa maksudmu?"
"Kasus Amma ini bukanlah kasus sederhana. Ada banyak pihak yang terlibat. Mereka sengaja merekayasa kasus tersebut demi mencapai tujuan. Bukankah kamu didatangi beberapa pihak yang meminta penutupan pondok dilakukan? Harusnya dari situ kamu sudah berpikir kalau kasus ini mencurigakan."
Tidak ada jawaban dari Saad. Sebenarnya dia juga merasakan keanehan atas kasus ini. Namun tawaran yang diberikan pihak yang mendatanginya begitu mengoda iman dan rasanya sayang untuk dilewatkan. Jika dia menerima tawaran tersebut, maka karir politiknya akan semakin cemerlang.
"Batalkan penutupan pondok pesantren Ulul Ilmi," ujar Gantika lagi.
"Jadi ini tujuanmu bertemu denganku?"
"Ya."
"Maaf, tapi sepertinya untuk kali ini kita berbeda jalan. Aku tidak sependapat denganmu. Pondok itu harus ditutup," tegas Saad.
"Apa kamu yakin dengan keputusanmu?"
"Ya. Maaf, aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu."
"Ini bukan permintaan. Aku hanya menagih hutang. Sudah saatnya kamu membayar hutang-hutangmu!"
Saad langsung terdiam. Dia tidak dapat memungkiri kalau Gantika memang telah banyak menolongnya. Bukan hanya membantu karir politiknya, tapi pria itu juga pernah menyelamatkan nyawanya beberapa kali. Dulu saat pria itu masih dengan pikiran idealisnya, sering melakukan manuver yang kerap membuat pihak lawan gerah. Saad sering mendapat ancaman dan percobaan pembunuhan. Beruntung Gantika selalu menolongnya. Dia menempatkan anak buahnya untuk menjaga Saad dari upaya pembunuhan.
"Bukankah kamu yang lebih mencurigakan di sini. Kamu datang meminta aku membatalkan penutupan pondok. Sebenarnya apa tujuanmu?"
"Tidak ada. Aku hanya ingin menegakkan keadilan. Aku ingin melawan orang-orang yang memiliki kekuasaan menindas yang lemah."
"Bagiamana kalau aku tidak mau?"
"Tidak masalah. Maka selanjutnya kamu dan aku akan menjadi lawan. Ingatlah, aku tahu semua hal buruk yang kamu lakukan. Aku tahu apa saja yang kamu lakukan belakangan ini. Aku mendiamkanmu karena menganggapmu teman. Tapi pertemanan kita berakhir di sini, itu artinya tidak ada kewajiban bagiku menutupi semua kebusukanmu."
"Apa kamu mengancamku?"
"Kalau kamu tidak melakukan kesalahan, tentunya kamu tidak perlu merasa terancam bukan? Bersiaplah!"
Setelah mengatakan itu, Gantika segera bangun dan hendak meninggalkan ruangan. Secepatnya Saad berdiri dan menghentikan temannya itu.
"Tunggu! Baik, aku akan membatalkan keputusanku. Aku tidak akan menutup pondok itu."
Gantika segera menghentikan langkahnya. Pria itu membalikkan badannya, menatap Saad yang juga tengah melihat padanya.
"Aku tunggu pembuktian ucapanmu. Tapi kalau kamu mengingkarinya, maka kamu akan berhadapan denganku."
"Setelah ini, semua hutangku padamu lunas, dan kita tidak ada kaitan apa-apa lagi."
Dengan langkah tenang Gantika mendekati Saad. Pria itu berhenti tepat di depan temannya itu.
"Sebenarnya aku bukan orang yang suka mengungkit hal yang sudah kulakukan. Tapi kamu memaksaku untuk melakukan itu. Coba kamu berhitung sudah betapa kali aku menyelamatkan nyawamu? Membantumu sampai kamu di titik ini? Apa kamu pikir cukup dengan hanya melakukan ini?" Gantika mengetuk dada Saad dengan telunjuknya.
"Apalagi yang kamu inginkan?"
"Inginku hanya satu, tetaplah menjadi orang yang berpegang teguh pada kebenaran. Kalau kamu tetap berada di jalur yang benar, maka hari seperti ini tidak akan terulang. Tapi kalau kamu salah menempatkan kaki, maka aku akan menjadi badai dalam hidupmu. Ingat itu! Kamu tahu aku seperti apa bukan? Tidak peduli kita punya hubungan di masa lalu, kalau kamu melakukan hal yang tidak seharusnya, aku tidak segan untuk menghancurkanmu!"
Kata-kata terakhir yang dilontarkan Gantika, diucapkan dengan penuh penekanan dan terasa begitu mengintimidasi. Saad sampai meneguk ludahnya kelat. Merasa tak ada lagi yang perlu disampaikan, Gantika pun keluar dari ruangan Saad.
***
Tahu kalau Gantika tidak main-main dengan ancamannya, Saad pun segera melakukan apa yang diminta pria itu. Keesokan harinya pria itu menggelar jumpa pers. Dia mengatakan keputusannya tentang kasus yang tengah viral. Saad memutuskan tidak menutup pondok pesantren. Kasus Amma tidak ada hubungannya dengan operasional pondok. Pria itu ngga mengirimkan stafnya secara langsung untuk melihat jalannya pondok.
Keputusan menteri agama tentu saja disambut bahagia oleh semua keluarga Amma, seluruh staf pengajar dan santri di pondok pesantren Ulul Ilmi. Mereka bisa kembali menjalankan aktivitas seperti biasa. Zyan pun ikut lega mendengarnya. Setidaknya satu beban sudah terlepas dari pundaknya. Pria itu tahu kalau ada ikut campur Gantika dibalik keputusan sang menteri.
Hal berbeda dirasakan oleh Marwan dan orang-orang yang ada di belakangnya. Pria itu kesal karena tidak bisa menguasai pondok dalam waktu dekat. Namun mereka tidak berhenti sampai di sana. Serangan terhadap pondok terus berlanjut. Kini mereka mulai menyebarkan berita Amma yang telah melecehkan Revina secara luas. Sengaja memperburuk citra pondok agar tidak ada orang yang mau menitipkan anaknya untuk belajar di sana.
Revina mulai tampil di berbagai media sosial. Wanita itu menceritakan penderitaannya yang telah menjadi korban pelecehan Amma. Dukungan pun terus berdatangan untuk wanita itu. Nama Amma semakin tercemar saja. Banyak orang yang menghujat dan mendoakan yang tidak benar untuk pria tersebut. Hal itu tentu saja membuat Ummi sedih. Wanita itu sampai jatuh sakit.
"Ummi yang sabar. Aku janji akan mengembalikan nama baik Amma. Doakan saja kami bisa melakukannya. Amma adalah orang baik, yakinlah kalau kebenaran akan muncul walau sulit. Doakan aku, Ummi," ujar Zyan untuk menghibur Ummi.
"Terima kasih Zyan. Terima kasih. Ummi percaya padamu dan selalu mendoakanmu."
"Sekarang lebih baik Ummi istirahat dan jangan lupa diminum obatnya."
Kepala Ummi mengangguk pelan. Zyan segera meninggalkan kamar Ummi setelah keadaan wanita itu sedikit tenang. Dia bergegas menuju ruangannya. Nampak Armin sedang mengedit sesuatu. Lewat jaringannya pria itu meminta teman-temannya mencari berita tentang Revina. Saat ini wanita itu masih berada di Tanjung Harapan namun bukan berarti dia tidak berulah. Armin berhasil mendapat foto-foto di mana Revina bertemu dengan beberapa lelaki. Dia pun menggabungkan penemuannya dengan informasi yang didapat dari jaringannya. Armin mengupload foto-foto tersebut dengan menyamarkan alamat IP hingga tidak akan terlacak jika Revina berusaha mencari sumber utama pelempar berita.
Zyan sampai di belakang Armin. Pria itu siap memposting foto dan video tentang Revina. Tak lupa pria itu menyematkan judul yang pasti akan menarik perhatian publik. BEGINILAH WAJAH WANITA YANG MENJADI KORBAN PELECEHAN. STOP PLAYING VICTIM!
"Kerja bagus!" Zyan menepuk pundak Armin.
"Pasti orang-orang di belakang Vina akan bereaksi. Kita tinggal menunggu mereka muncul ke permukaan."
"Apa kamu sudah siap dengan tugas pengintaian mu?"
"Tentu saja," Armin mengedipkan sebelah matanya.
***
Ini penampakan Armin versiku
Minal aidin walfaidzin jg mak mohon maaf lahir dan batin 🙏🥰
keburu lebaran ketupat belum di tangkap. hehehe
Goodlah Zyan dan Armin, setelah ini tinggal pantau aja kegiatan Marwan melalui cctv dan penyadapan.
tunggulah akan ada masa naya kau kena karma barli