Tulisan ini menceritakan tentang seorang perempuan bernama Kaluna Seretha Ardianto atau yang akrab disapa Luna, seorang wanita berstatus dokter spesialis bedah syaraf di usianya yang sudah menginjak angka 34 tahun. Memiliki masa lalu dengan seorang laki-laki bernama Rajendra Prabu Wicaksono atau yang akrab disapa Rendra, putra sulung dari pemiliki sekaligus ketua dari Future Corporation. Wanita yang semula merasa tidak akan bisa dekat dengan laki-laki seperti Rendra suatu ketika pemikirannya berubah yang menjadikan hubungan mereka semakin berkembang hingga pada di tahap Kaluna meminta berpisah tanpa alasan yang jelas. Apa sebenarnya alasan Kaluna meminta pisah dari Rendra setelah hubungan yang sudah mereka jalani cukup lama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penulis_Baru15, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
"Tadi mas Rendra dari sini?" Tanya Dhira di tengah-tengah kesibukan mereka berdua membaca satu per satu masalah novel.
"Hmm.." Jawab Kaluna singkat sembari mengangguk.
"Tumben dia balik kantor?"
"Aku yang suruh." Ujar Kaluna santai seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya.
"Lun, kenapa gak nikah aja sih?"
Kaluna melepas kacamata sembari menghela napas.
"Kenapa hari ini banyak sekali orang memintaku untuk menikah?" Ucapnya dengan ekspresi malas saat merasa semua orang menyuruhnya menikah hari ini.
"Ya apa salahnya sih Lun? Kamu sama Mas Rend sama-sama cinta kan? Terus salahnya apa kalau menikah?"
"Ya gak salah Ra, tapi situasinya aja yang belum tepat. Kamu tahu kan kondisiku sekarang seperti apa? Belum tepat juga untuk menikah."
Kali ini Dhira yang menghela napas. "Tapi nikah kan Lun?"
Kaluna mengangkat kedua bahunya bersamaan. "Urusin utang dulu baru ngurus nikah Ra." Jawabnya santai sembari berjalan meninggalkan Dhira menuju kamar mandi.
Dhira yang sedang fokus dengan naskah di tangannya seketika fokusnya terpecah saat melihat ponsel Kaluna menyala. Sebuah pesan dari nomer tanpa nama dengan pesan.
[Lun, mas kayanya gak bisa bayar hutang lagi. Biarin aja ya rumah mama disita bank. Mas beneran gak punya uang.]
Dhira seketika meremas pensil di tangan kanannya. Dia memang tidak memiliki sangkut paut apapun dengan hutang piutang Hendra, tapi melihat sahabatnya kelabakan nyaris seperti orang gila setiap harinya membuat emosinya kepada Hendra benar-benar tidak bisa dia kendalikan.
"Ra? Kenapa?"
Dhira seketika menghela napas saat Kaluna mendekatinya.
"Hei, kamu kenapa sih Ra?" Lagi Kaluna coba menepuk-nepuk pipi Dhira seolah-olah berusaha menyadarkan Dhira.
"Lun udah, sakit." Ucapnya dengan nada kesal yang menandakan kesadarannya sudah kembali seutuhnya.
"Handphone kamu nyala." Ucapnya seraya mencondongkan kepalanya ke arah ponsel Kaluna yang tergeletak di meja.
Kaluna bergegas mengambil ponselnya, pupil matanya bereaksi setelah membaca pesan yang tadi tidak sengaja terbaca oleh Dhira.
"Aku mau cari dia.."
Kaluna segera menahan tangan Dhira yang sudah berdiri dari duduknya.
"Biar aku yang beresin Ra." Ucap Kaluna lembut.
Bagi Kaluna, untuk saat ini kemarahannya adalah sesuatu yang sia-sia. Mau sehebat apapun dia marah, wanita itu tidak akan bisa memutar waktu, jadi jalan satu-satunya adalah menyelesaikan semuanya satu per satu.
"Ya tapi Lun..."
Kaluna hanya mengangguk kecil yang berhasil membuat Dhira kembali duduk di sofa panjang yang sedari tadi menjadi tempat duduk mereka.
"Biarin aja rumahnya disita bank, nanti biar aku ikut lelangnya. Aku rasa dengan begitu akan lebih baik. Rumah itu gak akan jadi rebutan nantinya." Jelasnya lembut seraya berusaha meredam emosi Dhira yang sudah di atas puncak kepalanya.
"Gila emangan kakak kamu. Gak Hendra gak Theo kelakuannya gak ada yang bener." Omel Dhira kesal yang hanya dijawab dengan helaan napas oleh Kaluna.
"Ya gimana? Mau di sangkal juga tapi kelakuannya ya memang begitu adanya." Jawab Kaluna pasrah.
"Theo gak ada niatan mau bantu bayar hutang kakaknya?"
Kaluna menarik sudut kiri bibirnya. "Mana pernah dia mikir sejauh itu Ra? Yang dia pikirin kan hidupnya dia sendiri. Orang jaman kuliah aja pas dia marah aku pernah di anjing-anjingin sama dia."
"Sakit tuh orang kayanya. Berasa pengen aku tes urine tuh orang."
Kaluna tertawa pelan. "Jangankan kamu Ra, aku aja pernah berniat laporan ke BNN. Siapa tau kan otaknya gesrek karena narkoba atau mungkin kena aliran sesat." Lanjutnya dengan tawa pelan yang berhasil membuat Dhira ikut tertawa tipis.
"Mama gimana?"
Kaluna lagi-lagi mengangkat kedua pundaknya. "Anak-anak perempuannya dan juga dua menantunya selalu berusaha biar mama gak stres berlebihan sih. Tapi ya di dalam hati siapa yang tahu juga kan?"
Dhira meraih tangan sahabatnya. "Asal kamu tahu, aku gak akan kemana-mana. Aku bakalan tetap di belakang kamu. Kalau butuh apa-apa, kamu tinggal nengok ke belakang. Aku, Ghea sama mas Rendra selalu disana." Ucapnya tulus yang berhasil membuat Kaluna diam 1000 kata karena tidak tahu harus merespon dengan cara seperti apa.
"Ini pengumumannya kapan?" Dhira coba mengalihkan pembicaraan saat mata Kaluna tiba-tiba berair.
"Minggu depan. Acara puncaknya 2 minggu lagi."
Dhira mengernyitkan dahi. "2 Minggu lagi? Berarti mas Rendra gak bisa ikut? Kan dia ada pekerjaan di luar negeri."
Kaluna mengangguk. "Iya. Ya tapi gimana, katanya mas Rendra jalan aja gak papa. Lagian dia bilang yang harus ada disana itu aku, bukan mas Rendra."
"Ya udah."
...****************...
Hari berganti, besok lusa adalah pengumuman nama pemenang tetapi Kaluna baru akan menemui Antasena besok.
"Kamu yakin gak mau aku temani ketemu Antasena?" tanya Rendra yang sejak awal sebenarnya tidak setuju kalau Kaluna bertemu dengan Antasena sendirian.
"Nggak papa mas. Lagian gak berdua kok, aku ketemunya kan sama Ajeng." Ucapnya seraya memasukkan beberapa pakaian Rendra ke dalam koper yang akan dibawanya selama hampir 1 bulan di luar negeri.
"Besok mas temani aja deh."
Kaluna menghela napas lalu menatap lurus ke arah laki-laki yang sedari tadi berjalan mondar mandir di belakangnya.
"Kamu kenapa sih gelisah banget sih mas? Yang bikin kamu kepikiran tuh apa?"
Rendra menatap Kaluna dengan tatapan bingung lalu ikut duduk di samping Kaluna.
"Ya dia laki-laki Lun, kamu perempuan. Kalau..."
Rendra menghentikan ucapannya saat Kaluna menangkup wajah kekasihnya.
"Aku ini mau kerja mas, bukan mau kencan buta. Mikirnya jangan kemana-mana." ucapnya kemudian tanpa melepaskan tangannya yang masih menangkup pipi Rendra.
"Ya tapi..."
Cuppppppp
Sebuah kecupan di bibir Rendra berhasil membungkam lelaki yang masih membiarkan pipinya di tangkup dengan tangan mungil Kaluna.
"Udah ya, jangan protes lagi. Aku sayang sama kamu dan aku gak bakalan kemana-mana, ngerti?"
Rendra mengangguk dengan sorot mata polos layaknya anak kecil yang baru saja mendapat nasehat dari ibunya.
"Nikah yuk Yank." Ucap Rendra tiba-tiba yang tentu saja membuat Kaluna sedikit salah tingkah.
Kali ini Kaluna salah tingkah bukan karena terpesona, tapi dia salah tingkah karena tidak tahu harus mengeluarkan alasan apalagi untuk menunda keinginan Rendra.
"Mas, kamu tahu kan..."
"Aku tahu." Potong Rendra yang membuat Kaluna menghentikan kalimatnya.
"Aku juga tahu kamu mau jawab apa habis ini. Tapi masalahnya, mau sampai kapan kita nunggu sampai semua masalah kamu selesai Lun?"
Pupil mata Kaluna bergetar sepersekian detik saat mendengar ucapan Rendra. Ya, tidak ada yang salah dari ucapan Rendra. Jangankan Rendra, Kaluna sendiri saja tidak tahu kapan masalahnya akan selesai.
Rendra meraih tangan Kaluna, membuat wanita yang sedang menunduk itu mengangkat kepala dan juga pandangannya.
"Nggak harus jawab sekarang, aku tunggu jawabannya satu bulan lagi waktu aku pulang dari luar negeri. Aku mau kamu dan cuma kamu Lun, bukan yang lain." Jelasnya memberi penekanan di setiap kalimat yang dia ucapkan.
Kaluna hanya bisa tersenyum, wanita itu tidak tahu harus menjawab atau merespon apa dengan lamaran Rendra yang entah sudah keberapa kalinya dia ucapkan.
Mau tauuu donkkkzzz Rendra - Kaluna Junior seperti apaaa??