Sederhana saja. Tentang seorang gadis yang bernama Hazel yang sulit melupakan seseorang yang berperan penting dalam lembaran masa lalunya dan Calix si lelaki yang memiliki ribuan cadangan disana-sini.
Karena sebuah insiden yang mana Hazel nyaris dilecehkan oleh beberapa Brandalan, menggiring Hazel, pada jeratan seorang Calix Keiran Ragaswara, laki-laki yang narsisnya mencapai level maksimal, super posesif, super nyebelin, sumber bencana, penghancur terbaik mood Hazel.
"Sekarang, Lo hanya punya dua pilihan. Lo jadi pacar gue. Atau gue jadi pacar elo!" Calix Keiran Ragaswara.
Penasaran? simak ceritanya!
-Start publish 14 juli 2023.
-FOURTH NOVEL
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rsawty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MPB•DEJAVU
"Masuk sana! Gue tunggu disini!" Detik ini Hazel dan Calix berada didepan pintu ruang ganti.
Mungkin dilain sisi masih ada anak-anak lain, tapi di koridor sudah sepi, kini disini terlihat hanya tersisa mereka, bel pulang sudah berbunyi sepuluh menit yang lalu. Anak-anak lain sudah pada pulang.
"Temenin."
Mendengarnya Hazel dibuat sedikit membelalak. Temani? Apa-apaan! Ya kali dirinya akan menyaksikan dia secara langsung setengah tubuh telanjangnya seperti tempo hari?
Sejujurnya yang berbahaya disini bukan Calix, tapi Hazel tak yakin dengan dirinya sendiri, bisakah dia menahannya?
Bisa-bisa yang menjadi pelaku pelecehan seksual bukan Calix melainkan dirinya sendiri. Mana tahan jika melihat lagi abs sixpack, berisi enam kotak, otot-otot perut tersusun rapi, terlihat begitu menggiurkan?
Hazel bersidekap dada, "Jangan bilang, lo suruh gua temenin lo ampe dalam?! Ya kali! Ogah gue!" Manik matanya memutar malas. Makin hari, Calix semakin tak jelas, apa-apa selalu minta ditemenin sama dia.
"Gue tunggu disini, titik gak pake koma!" Pungkas Hazel.
"Temenin, atau lo mau gue ganti baju disini? Yauda---" kalang kabut, Hazel gerak cepat menahan gerakan Calix yang akan menarik kaos jersey yang dia kenakan hendak melepasnya.
Pandangan menyebar kanan-kiri lorong kelas, terlihat sepi. Tetapi, mengingat biasanya hingga pada sore hari, masih ada pelajar yang tinggal mengikuti les maupun ekskul. Jadi, tak menutup kemungkinan masih ada murid lain disekolah ini.
Dari pada nanti otot-otot tubuh Calix menjadi pameran gratis dan pada akhirnya dinikmati oleh orang lain, akan lebih menguntungkan jika dirinya saja yang melihatnya. "Oke, fine! Gue temenin."
Calix tersenyum smirk, tubuh Hazel seketika terhuyung ketika Calix dengan kurang ngajarnya menyeretnya dengan cara menarik pada tas ransel yang dia sandang.
"Eh? Eh-- Lo apa-apaan sih?!"
Tubuh Hazel terdorong paksa kedalam ruang ganti dihempaskan oleh Calix, detik berikutnya, menyusul-lah bunyi nyaring daun pintu yang dibanting kasar oleh Calix.
Hazel pun sampai terperanjat saking kagetnya, dia mengelus-elus dadanya yang dag dig dug ser. Anti mainstream yang dimiliki oleh Calix, memang tak perlu diragukan lagi.
Jadi singkat cerita, disini dada Hazel dibuat berdebar bukan karena jatuh cinta ya pemirsa, melainkan karena terlalu terkejut.
"Sopan kah menyeret orang seperti itu?!"
Hazel mendaratkan kedua tangannya dipinggang. Menatap Calix sembari berkacak pinggang.
Dia jelas tak terima mendapat perlakuan yang sewenang-wenang seperti tadi. Begitukah cara memperlakukan seorang kekasih?
"Yang pertama-tama, gue punya kaki yang bisa dipakai melangkah kedalam sini! Yang kedua, kasar banget jadi cowok! Gue sampe dihempaskan juga! Gimana kalo kepala gue terjedot meja terus hilang ingatan?!"
Alih-alih merasa bersalah, Calix justru mengangkat satu alis penasaran. "Terus, yang ketiga?"
"Yang ketiga, lo nutup pintunya pake tenaga, kalo pintunya rusak, gimana?! Lo mau ganti rugi?!"
Kekehan rendah terdengar dari Calix, kirain apaan, Hazel suka marah-marah tak jelas. Kakinya berayun sontak dia berhenti disisi Hazel, gadis itu mendongak begitu dia berkata.
"Jangankan hanya ganti rugi pintu yang rusak, harga diri lo aja bisa gue beli." Calix menyapu-nyapu bahu Hazel yang terlapisi kain baju seragam. Hazel terperangah saat mendapati tampang tanpa dosa Calix melanjutkan langkahnya kearah loker.
Dimana pun berada, jangan turunkan kewaspadaan, Hazel menerapkan itu pada saat ini, dengan lengan menyilang didepan dada, perlahan dia melangkah mundur alon-alon hingga punggungnya menabrak pintu yang tertutup rapat.
Dia mengaktifkan alarm bahaya, mengamati gerak-gerik manusia diseberang sana. Mulai dari Calix sampai didepan loker, membuka pintunya kemudian mengeluarkan seragam dari sana.
Satu hal yang luput dari pandangannya, yaitu ketika Calix melepas kaos jersey yang dia pakai lalu hendak akan menggantinya dengan seragam putih abu-abu, dia menutup matanya dengan telapak tangan.
Meskipun tak ada fungsinya. Pasalnya, dia mengintipnya. Sedikit, sedikit saja dia mengintip dari cela tangannya, intip sedikit tidak apa-apakan? Nanggung melewatkan kesempatan emas ini.
Punggungnya.. Baru punggungnya saja sudah terlihat tegap dan perkasa..
Hazel menyingkirkan tangan dari posisi, pandangannya masih gelap karena kelopak matanya terpejam. Agak panik, Hazel meraba raba udara sambil memutar badan, dia akan keluar dari sini..
Dia harus pergi.. ini tak boleh! 'Jangan sampai gue melakukan hal yang gak senonoh pada Calix!'
Akhirnya dia bisa menyentuh handle pintu. Begitu dia akan membukanya, sudah terbuka sedikit tapi mendadak pintu kembali tertutup karena gagang pintu ditarik kuat oleh seseorang dari belakangnya.
"Mau kemana hmm?" Suara baritonnya mendominasi suasana sunyi didalam ini, Calix menggulung-gulung jari telunjuknya pada sebagian helaian rambut Hazel.
Meneguk salivanya terasa sulit, Hazel lantas mengangkat suara dengan terbata-bata. "C-calix? Udah kelar ganti baju?"
"Udah."
Hazel dapat bernapas lega, dia berbalik badan, dan--Hazel tertegun, dia seketika dibuat tak berkutik mendapati Calix dengan tubuh setengah telanjang, mengekspos otot-otot perutnya yang terpajang disana--
So sexy!
"Segitu sukanya, hmm? Mau pegang?" Calix meraih tangannya mungilnya, lantas menuntunnya kearah perut, celana abu-abu sudah dia pakai, tersisa baju yang belum dia kenakan.
Gerakan Calix terhenti, sayup-sayup mereka mendengar bunyi derap langkah kaki lengkap dengan suara dua orang laki-laki dan perempuan yang akan mengarah kearah sini. "Gawat! Ada orang!"
"Mungkin saja hanya orang lewat"
"Kalo kesini, gimana?!" Hazel menggigit ujung kukunya panik luar biasa. Jika mereka dipergoki, bisa dijamin akan terjadi kekeliruan.
Masih untung jika murid yang bisa diajak berkompromi, bagaimana jika murid yang rempongnya nauzubillah, hanya dalam lima menit, isu langsung viral, tersebar bahkan sampai keluar planet? Bisa tamat riwayat mereka!
Ketika derap langkah berhenti dimuka pintu luar yang dihuni oleh mereka, Calix menarik pergelangan tangannya, bergegas membawanya kearah sudut diseberang, disamping jajaran loker.
Calix menyandarkan tubuh Hazel didinding, dia meletakkan jari telunjuknya dibibir memberi isyarat pada Hazel agar mengatupkan mulut, "Ssst.. jangan bersuara kalo gak mau ketahuan."
Tutur katanya yang nyaris seperti bisikan di tanggapi oleh Hazel dengan anggukan kuat kali ini dia harus bekerja sama dengan Calix untuk mengunci mulutnya.
Ceklek...
"Gak biasanya lo sampai lost control kaya tadi, sikap lo tenang, gue paling kenal lo orangnya gimana, lo paling anti yang berbau kekerasan."
"Tentu saja dengan karakteristik lo itu, lo gak akan terpancing dengan segala provokasi sampah. Tapi kenapa lo sampai kehilangan kendali di lapangan tadi! Hazel bisa ilfeel sama lo!"
'Kyra?' batin Hazel bermonolog.
Brak!
"Lo bisa diem gak sih?! Gue hanya gak mau Hazel dijerat orang yang memiliki tempramental buruk seperti Calix. Udah kasar, buaya lagi! Meskipun gak sama gue, paling enggak, penggantinya bukan cowok macam Calix.."
"Terus, kalo Hazel kehilangan respect sama lo, gimana?! Lo gak akan bisa misahin mereka berdua!"
"Lo kenapa sih Ky?! Sejauh ini gue perhatikan, lo terobsesi banget kayaknya sama hubungan mereka berdua." Ronan menatapnya penuh selidik.
"Gue memang ada keinginan memisahkan mereka berdua, tapi gak sampai berlebihan kaya lo."
"Hanya ada dua kemungkinan lo sampai terobsesi mau memisahkan mereka berdua,"
"Lo suka sama Calix atau--
"Sama Hazel?"
BRAKK!!!
"Terserah lo mau berprasangka apa! Lo memang gak bisa diandalkan sama sekali!"
Suara mereka berdua mulai menjauh, keduanya telah keluar dari dalam ruang ganti usai bertengkar, Calix dan Hazel menurunkan bahu lega, "Untung saja gak ketahuan..." Gumam Hazel.
"Apa gue bilang?"
"Humm?" Hazel mengadah agar supaya dapat menatap wajah tampan lelaki dihadapannya.
Calix menunduk, sepasang manik mata yang berwarna hitam legam akhirnya terpaut satu sama lain dari jarak yang cukup dekat. "Gak ada temen yang mau merusak hubungan temennya sendiri. Kalo ada, berarti dia, musuh dalam selimut."
...*****...
Calix menepikan motor sport-nya disebuah rumah kosong yang terbengkalai agar bisa berteduh disana, tiba-tiba hujan gerimis mengguyur kota, hingga lama-kelamaan semakin kencang membasahi sebagian bumi.
Sialan memang! Calix menyumpah serapahi nasib. Nasib buruk memang keramat. Saat dirinya menggunakan motor, barulah didapati hujan, biasanya dia membawa transportasi beroda empat ke sekolah, cuaca selalu mendukung.
Kini mereka berdiri di teras rumah, Hazel menggosok-gosok kedua tangannya mencari kehangatan.
Dia mendongak keatas, disuguhi langit yang berwarna kelam, angin kencang bertiup mengaduk-ngaduk pohon disekitar sana. Dibumbui gemuruh geledek yang menggelegar berpadu dengan sambaran kilat. Suasana terasa sangat mencekam.
Awalnya, suhu belum terlalu rendah. Namun, detik demi detiknya mengalir waktu, berangsur-angsur hawa udara kian terasa dingin menusuk kulit, tubuh Hazel menggigil, bibirnya kelihatan pucat.
"Hujan, kapan berhentinya..?" Gumamnya berharap alam akan mendengarkan dan hujan bisa berhenti saat ini juga.
"Dingin?"
"Hmm? Enggak."
Calix mendengus pelan, bibirnya saja sudah terlihat gemetaran, bagaimana bisa tidak dingin? Masih untung dia peka. Jadi, kali ini dia akan berinsiatif. Calix membuka resleting jaket kulit hitamnya sebelum menarik lengan Hazel agar menghadap kearahnya.
Dia mengalunkan tangannya dibelakang leher Hazel, menariknya mendekat agar mempersempit jarak diantara mereka berdua.
Untuk selanjutnya, dia menenggelamkan tubuh mungil gadis itu didalam jaketnya lantas kembali menaikan resleting. Kini pakaian tebal itu, muat diisi oleh mereka berdua.
"Kalo dingin, bilang aja. Mana tahu gue, lo kedinginan kalo kode saja, enggak. Pas ditanya juga jawabannya, enggak. Untung aja gue peka.
"Tapi, kaya gini sesak.."
Hazel agak memberontak dalam dekapan Calix yang malah mengeratkan pelukannya menyalurkan kehangatan. Tubuh Hazel, kecil-kecil tapi terasa hangat dan nyaman jika dipeluk.
"Sabar, gini dulu bentar sampe hujannya reda ya? Kalo enggak, nanti besok berita seputar seorang perempuan remaja mati membeku disebuah rumah kosong karena kehujanan akan tersebar luas di seluruh media. Lo mau itu terjadi?"
Jadi membayangkan hal tersebut, Hazel pun bergidik, amit-amit.. nanti dia jadi arwah penasaran lagi!
Jangan sampai itu terjadi! Kemudian Hazel memberikan gelengan polos, dia mendongak kearah Calix, tangan lelaki itu pindah posisi mengusap lembut kedua pipi chubby-nya lalu menekan-nekan nya gemas.
Bibir pucat Hazel monyong seperti bebek akibat kegiatannya. "Ish Calix!! Jangan usil deh.."
"Lo makan apa, hmm? Bengkak amat nih pipi, perasaan sebelum pacaran ama gue enggak gini-gini amat.. lu bahagia ya bareng gue..?" Dengan tatapan jahil, Calix mencibir sambil menunjuk didepan matanya.
Hazel menepis tangannya, mimik kesalnya hadir, Calix paling suka itu. "Pede banget lu! Akhir-akhir ini porsi makan gue emang bertambah. Jadi, gitu lah, timbangan gue pun bertambah.."
Wajah Calix maju membuat oksigen disekitar Hazel mendadak kehilangan fungsi, hidung mancung dan pesek mereka saling bersentuhan, Calix mendusel-duselkan ujung hidungnya pada hidung mungil Hazel.
"Pipi lo tambah tembam kaya ikan buntal, tapi hidung lo gak ada peningkatan, tetap pesek. Rajin bohong makanya, biar kaya pinokio, mancung."
Jari telunjuk Hazel menekan dahi Calix, menoyornya agar menjauh, "Itu terlalu berlebihan, dodol..!"
Calix tertawa geli, dia semakin mengeratkan rengkuhannya pada Hazel. Pipinya dia tempelkan dipermukaan surai hitam Hazel yang menyandarkan sisi kepalanya didada bidangnya, mereka berdua sama-sama terhanyut dalam suasana.
Tak ada lagi percakapan diantara mereka berdua. Kali ini hanya ada suara alunan butiran kristal yang jatuh dari atas angkasa ke bumi yang terdengar.
Situasi apa ini? Hazel tiba-tiba dejavu dengan kejadian ini. Ada rasa benci yang begitu besar dan rindu yang amat hebat pula datang secara bersamaan.
Dia membencinya, tapi dia juga merindukannya dalam hati. Bagaimana kabarnya sekarang? Dia ingin menemui cinta pertamanya. Sekali saja, agar rindu yang bersarang, bisa terobati.
Hazel meremas baju Calix dibagian dada. Dia menunduk menyembunyikan air matanya yang luruh begitu saja. 'Kak Atur..'
Beberapa tahun yang lalu..
Saat itu, hujan yang amat deras membasahi sebagian bumi, dalam balutan jaket, diisi oleh seorang gadis berseragam putih biru dan berseragam putih abu-abu, mereka berdua sedang berteduh disebuah rumah kosong yang terbengkalai.
"Hangat, gak?"
"Eumm? Hangat, hangat banget malah! Makasih Kak Atur.." Dua pipinya dicubit dengan kuat hingga meninggalkan bekas kemerahan disana.
"Sakit ish!" Hazel mengusap-usap pipinya kesal, terasa berdenyut, hih! Dia jadi geram pada Fatur.
"Emang boleh yang semenggemaskan ini?gak tahan pengen cubit jadinya. Salah sendiri Imut banget, jadi pengen ngajak nikah."
Lelaki disamping mereka mencebik sewot, "Nikah aja sono! Taruhan, kalo direstui Mama sama Papa, gue loncat dari atas tebing..."
"Gue pegang kata-kata lo, Ga.."
"Pegang aja, lagian walaupun sampe bumi dan langit kebalik, kalian gak akan bisa bersatu.."
"Humm, masa bodo lah, anggap aja radio rusak." Cibir Fatur pura-pura tidak mendengar. Hazel membenamkan wajahnya didada bidang Fatur.
"El? Kalo semisalnya dewasa nanti, kamu menikah terus punya anak. Aku udah ada rekomendasi nama buat anak kamu."
"Apa? Bagus gak namanya?"
"Namaku. Fatur."
Hazel mengangguk. "Iya, El tahu kok kalo nama Kak Atur itu Fatur."
"Maksudku. Kasih nama anakmu kelak nama aku, Fatur. Biar gak repot-repot cari nama lagi. Lagian, nama Fatur, gak jelek-jelek amat kan?"
"Terus, kalo anak pertama El ternyata perempuan, El harus menamainya Fatur, gitu?"
Fatur tergelak, Hazel terlalu lugu, ya kali anak perempuan dikasih nama Fatur. "Kalau perempuan, aku ingin kamu menamainya dengan Gilsha."
TO BE CONTINUED...
jadi bisa jedotin itu kepala calix yang konslet nya udah kelewatan
sama sikap dia yang overprotektif itu
mantep kak
semangat!!
kok ciwi ciwi pengen banget jadi pacarnya calix
iya ga zel? wkwk