Seorang polisi harus menikahi putri dari jendral yang menjadikannya ajudan. Dengan kejadian tak terduga dan tanpa ia ketahui siapa orang yang telah menjebak dirinya.
"Ini semua pasti kerjaan kamu 'kan? Kamu sengaja melakukan hal ini padaku!" Sentak Khanza saat menyadari dirinya telah tidur dengan ajudan yang diberikan oleh Papanya.
"Mbak, saya benar-benar tidak tahu. Saya tidak ingat apapun," jelas Yusuf, polisi yang ditunjuk sebagai ajudan untuk putri jenderal bintang dua itu.
Jangan ditanya bagaimana takutnya Pria itu saat menyadari, bahwa ia telah menodai anak dari jenderal bintang dua itu.
Siapakah Jendral bintang dua itu? Kalau sudah pernah mampir di karya aku yang berjudul, (Dokter tampan itu ayah anakku) pasti tahu dong😉 Yuk kepoin kisahnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dr Akmal
Aku masih tetap diam tak ingin menjawab pertanyaannya. Apakah aku egois? Kenapa aku jadi begini, padahal aku tahu posisinya yang sudah mempunyai anak dan istri. Tidak, aku tidak boleh seperti ini.
"Sekali lagi maafkan saya Dek. saya tahu kamu sangat kecewa, tapi saya..."
"Tidak, kok Mas. Aku tidak kecewa, Mas Yusuf tidak perlu berpikir seperti itu." Aku segera memotong ucapannya. Aku berusaha untuk tetap tegar dan tidak boleh cengeng.
Ya, aku harus mengerti keadaannya. Dari awal aku sudah tahu akan seperti ini. Aku tidak mungkin bahagia dengan menjadi istri simpanan. Aku harus bertahan hingga bayiku lahir.
Dia menatapku dengan dalam. Aku segera memalingkan muka, aku tidak tahu apa arti dari tatapannya, mungkin dia merasa kasihan melihat nasibku yang seperti ini. Aku harus bisa terlihat tegar dihadapannya tidak ingin di kasihani.
Untuk mengalihkan perhatian, aku memainkan ponselku, aku tidak ingin memikirkan hal itu lagi, terserah dia mau ada kabar atau tidak, atau sekalian saja tidak usah pulang agar aku terbiasa tanpa dirinya.
Aku sadar bukan salahnya bila tak bisa mencintaiku, tetapi ini adalah salahku yang terlalu mencintai dan menaruh harapan, sehingga aku terbuai dengan segala perhatian, dan berharap dia bisa membalas perasaanku.
Sekarang rasanya aku sudah lelah dengan perasaan yang tak bertuan ini. Aku ingin menghentikan perasaan ini sesegera mungkin.
Aku mendengar dia menghela nafas berat, lalu tangannya terulur mengusap kepalaku, aku hanya diam tidak beraksi apa-apa mungkin rasa kecewaku membuat perasaanku mulai hambar.
Tak berselang lama mobil sudah memasuki area parkir, aku ingin turun tetapi dia menahan tanganku. "Jangan turun dulu, biar saya yang membukakan pintu."
Aku hanya mengangguk, dia segera keluar dan memperhatikan sekeliling area parkir, sepertinya dia sedang melihat jika ada yang mencurigakan. Merasa cukup aman, dia segera membukakan pintu mobil untukku.
Aku turun, terkadang merasa kurang nyaman dengan keadaan seperti ini, serasa seorang tawanan yang selalu dijaga dengan ketat, tapi demi keselamatan maka aku tak bisa berbuat apa-apa.
Aku berjalan menuju ruang operasi, Mas Yusuf masih setia berada dibelakangku. Dia akan tetap menjadi seorang ajudan untukku. Dan orang-orang juga tahunya Mas Yusuf adalah ADC yang menjagaku.
Saat aku ingin masuk keruang operasi, aku kembali menatap dirinya. "Tunggu saja di lobby, Mas, soalnya aku agak lama," ujarku agar dia tidak bosan menunggu.
"Tidak, saya akan tetap menunggu disini. Masuklah, jangan pikirkan saya."
Aku hanya mengangguk dan menghela nafas pasrah, sikapnya yang tegas dan tak bisa dibantah membuat aku harus patuh, segera aku masuk untuk melakukan tindakan.
Saat tiba didalam ruangan, aku melihat pasien sudah di persiapkan dengan segala sesuatu, dan Dr anastesi juga sudah berada didalam ruangan. Kami mulai bekerja sama untuk menyelamatkan nyawa ibu dan sibayi.
40 menit berlalu, Alhamdulillah akhirnya operasi berjalan dengan lancar, bayi dan ibunya selamat. Aku sangat bersyukur atas izin Allah pasien bisa melewati masa kritisnya.
Setelah tugasku selesai, aku segera pamit undur dari rekan-rekan yang masih ada di ruang operasi, aku hanya berpesan pada Dokter jaga malam dan Bidan, apa yang harus mereka dilakukan pada pasien saat dia sadar nanti, selebihnya besok visit pagi aku yang akan memeriksa pasien.
Saat aku keluar dari ruang operasi, aku melihat Mas Yusuf sedang bertelponan dengan seseorang, punggungnya membelakangiku mungkin dia tidak menyadari bahwa aku sudah berdiri disana.
"Iya, Sayang, Maaf ya. Malam ini Mas tidak pulang, kamu tidak apa-apa 'kan? Oke, segera istirahat ya. Love you too."
Aku menghela nafas dalam, dia begitu mencintai Mbak Tiara, mataku mulai memanas, setitik kristal menetes tanpa diminta.
Ya Allah, kuatkan hatiku hapuslah perasaan ini padanya.
Aku segera menghapus air mata. Entah kenapa mudah sekali menetes cairan asin ini. Tenanglah hati, jangan terlalu bawa perasaan, kamu hanya meminta perhatian dari jodoh orang lain. Maka jangan berharap banyak darinya.
"Mas Yusuf, aku sudah selesai," ujarku bertepatan dengan dia memutuskan telpon.
"Ah, ya. Kita langsung pulang?" tanyanya sembari menyimpan Benda pipih itu kedalam saku celananya.
Aku hanya mengangguk, dan menghindari tatapan darinya. Aku berjalan mendahului dan dia bergegas mengikutiku dari belakang.
"Khanza!"
Langkahku terhenti saat mendengar ada seseorang yang memanggil namaku. Ternyata Dr Akmal yang baru keluar dari sebuah kamar rawat.
"Ah, Dokter Akmal! Loh kok ada disini?" tanyaku sedikit heran, karena kami bertugas di RS yang berbeda.
"Aku lagi menjenguk saudara yang lahiran disini. Kamu sendiri?"
"Ada pasienku yang harus di Caesar malam ini."
"Oh, sudah selesai?"
"Sudah, ini mau pulang."
"Kita minum kopi sebentar di kantin yuk?" Anaknya yang membuat aku bingung.
Sekilas aku menatap Mas Yusuf yang berdiri tepat disampingku. Wajahnya tampak datar, sorot matanya begitu tajam menatap Dr Akmal. Ah, tidak mungkin dia cemburu pada Dr Akmal, apa urusannya, toh dia tidak ada perasaan apapun terhadapku. Mungkin ini hanya prasangkaku saja.
"Baiklah, tapi aku tidak bisa lama ya, Dok." Aku menerima tawaran Dr senior itu. Aku merasa sungkan menolaknya, karena dia sudah banyak berjasa padaku, dia yang membimbing aku dalam menyelesaikan praktek ujian dan memberikan nilai terbaik untukku.
"Okey, tidak masalah. Ayo kita ke kantin sekarang."
Kami menuju kantin RS, aku tidak memperhatikan lagi bagaimana reaksi suami sementaraku ini. Tentu saja dia tidak beraksi apa-apa, mungkin dia lebih senang melihat ada orang lain mendekati aku, agar dia secepatnya terlepas dari ikatan pernikahan petaka ini.
Setibanya di kantin, Dr Akmal memilih meja paling pojok. Aku kembali menatap Mas Yusuf, walau bagaimanapun dia tetaplah suamiku, aku harus meminta izin kepadanya.
"Mas, apakah kamu mau ikut bergabung dengan kami?" tanyaku, tetapi dia memalingkan muka. Aku sedikit heran melihat ekspresi wajahnya.
"Pergilah! Saya akan menunggu disini!" Dia segera mencari sebuah meja yang tak jauh dari meja yang dipesan oleh Dr Akmal.
"Khanza! Ayo duduklah!" Panggil Dr Akmal yang baru saja selesai memesan minum.
Aku segera duduk, Dr Akmal menatap kepada Mas Yusuf. "Itu ajudan kamu kenapa tidak minta tunggu di mobil saja? Atau ajak bergabung saja disini." Tanya Dr Akmal membuat hatiku merasa bersalah.
Andai saja kami saling mencintai, maka aku akan mengatakan pada siapapun bahwa dia adalah suamiku. Tapi pada kenyataannya tidak seperti itu. Mungkin dia tidak suka bila aku mengakui dia suamiku.
"Hei, kenapa bengong?" Aku terkesiap saat Dr Akmal menyentuh tanganku.
"Ah, tidak. Maaf aku tidak dengar Dokter bilang apa?" Aku segera menarik tanganku dari pegangannya, aku kembali menatap Mas Yusuf yang sedang mengaduk minumannya. Matanya tak terlepas dariku, dia menyorotku begitu tajam.
Bersambung....
Happy reading 🥰