Nasyama Khadijah Putri harus menelan pil pahit saat 7 hari sebelum hari Pernikahan nya harus berakhir kandas karena ia mendapati calon suaminya sedang bercinta dengan Noni, sahabatnya di kamar utama yang akan menjadi kamar pengantinnya.
Dan semakin membuat Nasya semakin hancur setelah mengetahui mereka adalah pasangan kekasih sebelum Noni memutuskan menikah dengan Gadhing, lelaki yang masih dicintai Nasya dalam diam.
Hingga akhirnya Nasya memutuskan untuk membalas dendam dan melakukan berbagai cara untuk menjadi istri kedua dari seorang Ahmad Gadhing Athafariz.
Setelah berhasil menjadi istri kedua Gadhing dan hubungan mereka mulai dekat, Cinta mereka di uji karena Noni mengidap kanker serviks.
Noni meminta sesuatu yang sulit untuk dikabulkan Gadhing.
Lalu bagaimana kisah rumah tangga mereka? Sedangkan Gadhing sangat membenci Nasya sebelum menjadi suaminya.
Apakah permintaan Noni?
Lalu bagaimana Jimmy, duda beranak satu yang jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Nasya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Windii Riya FinoLa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. JSAMS
Melihat Gadhing diam saja, Nasya berinisiatif sesuatu yang gila.
Ia duduk di pangkuan Gadhing dan membuat pria itu terkejut.
"Nasyama, turunlah."
Nasya menggeleng manja seraya menyandarkan kepala di dada Gadhing dengan manja.
"Mas gak ingin aku?"
Gadhing terpaku mendengar pertanyaan Nasya. Matanya terpejam menikmati sensasi dari jemari Nasya yang tengah mengusap lembut dadanya.
Merasa gejolak yang sudah ia kenali langsung membuatnya membuka mata. Di tangkup pipi Nasya tanpa berkata apapun.
Dengan lembut Gadhing melu mat dan menyesap bibir Nasya yang sangat terasa manis baginya. Semakin membuatnya suka adalah Nasya yang masih kaku membalas apa yang dilakukan bibirnya terhadap bibir istri mudanya.
Sangat terlihat jelas jika Nasya belum mahir dan hanya dirinya yang telah mencium bibir ranum itu.
Nasya mengalungkan kedua tangan di leher Gadhing, dan Gadhing menggendong Nasya menuju kamar yang dekat dengan ruang tamu tanpa melepas pagutan.
Di rebahkan secara perlahan badan Nasya kemudian Gadhing melepas jaket dan melemparnya asal kemudian membuka kaos yang dikenakan nya.
Nasya yang berada dalam kukungan Gadhing, menelan saliva dengan kasar melihat bentuk tubuh yang memukau dimata wanita.
Saat Gadhing masih membuka kaos tersebut, Nasya langsung melepas diri dari kapitan kedua kaki Gadhing.
"Aku belum siap, mas!" kata Nasya langsung turun dari ranjang.
Gadhing mendengar itu langsung melongo. Bagai diajak terbang tinggi, kini terjatuh ke dasar jurang.
"Maaf. Aku gak bisa," imbuh Nasya lagi semakin membuat Gadhing loyo.
Tanpa menjawab, Gadhing beringsut dari tempat tidur menuju kamar mandi.
Di dalam kamar mandi, Gadhing menyalakan shower, mandi dengan air dingin agar naf su yang sudah menuntut agar direalisasikan ternyata harus pupus.
Nasya merasa bersalah, tetapi karena hubungan nya dengan Gadhing belum jelas memang ada rasa tak siap bila menyerahkan diri sekarang.
Nasya melirik pintu kamar mandi tak kunjung terbuka. Hingga sudah hampir satu jam akhirnya handle pintu kamar mandi berputar, tak berapa lama menampakkan Gadhing bertelanjang dada dengan handuk melilit di pinggang pria itu.
"Baju nya sudah aku siapin," kata Nasya membuat Gadhing menautkan kedua alis.
"Baju dari mana, Sya?"
"Baju baru. Aku tidur duluan, ya."
Nasya gegas naik ke atas ranjang lalu menyelimuti diri sendiri. Sedang Gadhing hanya menggeleng kepala seraya memakai pakaian yang disediakan oleh Nasya. Setelahnya, ia ikut merebahkan diri di samping istri mudanya itu.
*
*
Pagi hari.
Nasya pagi-pagi sekali sudah berkutat di dapur. Ia begitu sibuk memasak karena merasa senang bisa sarapan berdua bersama Gadhing dan meresa kesal harus memasak bagi Jimmy.
Selesai memasak, Nasya menaruh makanan diatas piring dan juga tiga kotak bekal dengan menu berbeda.
Nasya tersenyum melihat Gadhing baru saja tiba di dapur dengan pakaian rapi. Dilepas apron dan diletakkan pada tempat sebelumnya.
Ia menghampiri Gadhing yang sudah duduk di depan meja makan sembari membawa tiga kotak bekal.
"Kenapa banyak sekali kotak bekalnya?" tanya Gadhing melihat tiga kotak bekal yang baru saja ditaruh Nasya di atas meja.
"Satu untuk mas. Dua lagi pesanan anak kecil," jawab Nasya asal karena masih kesal pada Jimmy. Ia dengan telaten mengambilkan makan buat suaminya itu.
Gadhing berdecak. "Kenapa harus kamu yang masak? apa gak bisa langsung ke Rumah Makan?" tanyanya dengan suara terdengar ketus.
Andai Gadhing tahu, bila Nasya sudah terjerat oleh ancaman Jimmy. Tetapi ia belum berani bercerita pada Gadhing.
"Apa mas cemburu?" tanya Nasya tanpa menjawab pertanyaan Gadhing sebelumnya.
"Jangan percaya diri."
Nasya mencebik memahami bila Gadhing sangat sulit mengakui perasaan nya.
Selesai sarapan, Nasya mengantar Gadhing hingga depan rumah dan memberikan satu kotak bekal pada pria itu.
"Mas gak tanya aku datang ke Rumah Sakit atau enggak, mas?" tanya Nasya seraya mencium punggung tangan Gadhing.
"Kalau mau datang jangan lewat dari jam satu siang," sahut Gadhing langsung meninggalkan Nasya yang termangu.
Nasya mengerjap mata berulang kali setelah menyadari makna dari ucapan Gadhing mengatakan menunggu dirinya.
Senyuman Nasya terbit. Tetapi, sedetik kemudian tersadar bila ia memiliki pekerjaan yang sedang menantinya.
"Astaghfirullah, itu si duda kenapa menyebalkan sekali?" gerutu Nasya berlari kecil memasuki kamar segera melakukan ritual mandi.
Tidak ada luluran atau mandi susu. Ia mandi dengan cepat yang terpenting gosok gigi, sabunan, dan memakai pencuci wajah.
"Itu handphone kenapa bunyi terus sih?" sungut Nasya setelah keluar kamar mandi dan gegas memakai pakaian.
Tak lupa hijab instan dan lipcream warna nude yang dipakai juga terakhir kaos kaki yang membungkus kaki yang tak tertutup hijab.
Memang, Nasya mengakui jika dirinya bukanlah wanita Sholehah. Tetapi, ia sudah di ajarkan oleh bunda Fadia menutup aurat sedari baligh.
Nasya keluar rumah dengan terburu-buru. "Ah. Maaf, kak. Aku telat."
Joko yang sudah menunggu hanya bisa berdecak. "Sudah biasa."
Joko melajukan mobil dengan kecepatan sedang setelah Nasya duduk di kursi sebelahnya.
Nasya melihat gedung PT. Istana Tiara yang sangat tinggi dari jendela mobil. "Kak. Merasa curiga gak? kenapa perusahaan sebesar ini memilih Rumah Makan kita untuk menu makan siang mereka?"
Joko menghentikan mobil di tempat parkir. "Enggak tahu. Mungkin sudah rejeki kamu, Sya. Sudah sana antar," kata Joko.
Nasya menghela nafas kemudian keluar dari mobil, menuju lobby kantor tersebut.
Di lobby, Nasya mendekati meja resepsionis. "Mbak. Saya dari Rumah Makan Cintarasa."
"Oh. Mbak Nasya, ya. Sudah di tunggu pak Bos di ruangan lantai 30."
Nasya mengangguk dan tersenyum kemudian melangkah menuju lift.
Tanpa disadari, kedua resepsionis tlmelihat Nasya langsung saling berbisik. Karena sudah lima tahun berlalu semenjak pemilik Perusahan tempat mereka bekerja berpisah, tidak pernah wanita manapun mendatangi sang Bos selain anak dan ibu sang Bos.
Nasya kesal karena tidak tahu harus kemana setelah keluar dari lift ke lantai 30. Lebih sialnya lagi, ia tak memiliki nomor ponsel siapapun dari pihak PT. Istana Tiara. Hanya Joko yang memilikinya.
"Mbak Nasya," panggil Rispan.
Nasya menoleh ke arah sumber suara. "Pak Rispan," sapa nya merasa lega karena bertemu dengan Asisten pemilik Perusahaan ini.
Rispan mengangguk. "Sudah di tunggu Pak Jimmy di ruangan beliau," katanya langsung berjalan dan diikuti Nasya.
Nasya celingukan melihat banyak ruangan berdinding kaca dan seseorang tampak sibuk di setiap ruangan tersebut.
Ini adalah pengalaman pertama Nasya berada di Kantor sangat besar ini. Bukan, Kantor kecil saja hanya Kantor Polisi di kunjungi. Itu pun terpaksa bila mengurus Surat Izin Mengemudi saja.
"Pak. Dari pihak Rumah Makan Cintarasa sudah disini."
Jimmy menoleh menatap Nasya dengan tatapan tajam kemudian menyuruh Rispan meninggalkan ruangan nya.
"Kenapa lama sekali?" kata Jimmy ketus.
Sebenarnya, bayangan malam tadi masih terngiang dan membuat Nasya memalingkan wajah ....
menurut saya
bayangan itu terbayang, kalau terngiang itu bunyi atau suara
kalau terbayang citraan penglihatan .. mata
kalau terngiang citraan penglihatan .. telinga
sempat terpikir. dia pemilik, dia kepala, dia dokter obgin juga.
maaf kalo ada pembaca yg komen begete thoor.
semangat berkarya thoor
semua komen untuk perbaikan kedepannya. saling memaklumi ja
anaknya meninggal lah malah menantu fi penjarakan. trus putumu siapa yg ngopeni. dia gak pernah open sama anaknya karena gak setuju dengan menantunya. gak tau kalo anaknya yg akting, sehingga Nasya mundur alon alon pas mulai berjuang.