NovelToon NovelToon
Cinta Kecil Mafia Berdarah

Cinta Kecil Mafia Berdarah

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Beda Usia / Fantasi Wanita / Cintapertama / Roman-Angst Mafia / Persaingan Mafia
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Zawara

Zoya tak sengaja menyelamatkan seorang pria yang kemudian ia kenal bernama Bram, sosok misterius yang membawa bahaya ke dalam hidupnya. Ia tak tahu, pria itu bukan korban biasa, melainkan seseorang yang tengah diburu oleh dunia bawah.

Di balik kepolosan Zoya yang tanpa sengaja menolong musuh para penjahat, perlahan tumbuh ikatan tak terduga antara dua jiwa dari dunia yang sama sekali berbeda — gadis SMA penuh kehidupan dan pria berdarah dingin yang terbiasa menatap kematian.

Namun kebaikan yang lahir dari ketidaktahuan bisa jadi awal dari segalanya. Karena siapa sangka… satu keputusan kecil menolong orang asing dapat menyeret Zoya ke dalam malam tanpa akhir.

Seperti apa akhir kisah dua dunia yang berbeda ini? Akankah takdir akan mempermainkan mereka lebih jauh? Antara akhir menyakitkan atau akhir yang bahagia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zawara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kedamaian Sementara

Zoya tidak bertahan lama. Energinya yang meledak-ledak tadi rupanya membakar sisa tenaganya dengan cepat. Lima menit setelah ia memunggungi Bram dan merajuk, napasnya mulai terdengar teratur. Berat, dalam, dan tenang.

Gadis itu tertidur pulas. Masih dengan seragam lengkap yang kusut, memeluk guling seolah benda itu adalah satu-satunya pelampung di tengah lautan, dengan satu kaki menggantung bebas di tepi ranjang.

Bram menghela napas panjang, sebuah helaan napas yang ia tahan sejak gadis itu berteriak "Assalamualaikum" di lantai bawah tadi. Ia meletakkan novel romansa yang alur ceritanya sungguh tidak masuk akal itu di atas meja nakas.

Ruangan kini hanya diterangi oleh cahaya lampu jalan yang menyusup malu-malu lewat celah tirai, serta pendar hijau neon dari stiker bintang-bintang di langit-langit. Suasana temaram itu menciptakan bayang-bayang lembut di wajah Zoya.

Mata Bram, yang terbiasa awas dalam kegelapan, kini terpaku pada sosok yang terlelap itu.

Tanpa celotehan bawel, tanpa teriakan melengking, dan tanpa tingkah polah hiperaktif yang membuat sakit kepalanya kambuh, Zoya terlihat... berbeda.

Sangat berbeda.

Bram memiringkan kepalanya sedikit, mengamati fitur wajah gadis itu dengan saksama. Ia ingat detik pertama ia melihat Zoya. Saat itu, di tengah situasi genting dan menyakitkan, otaknya yang pragmatis sempat mencatat satu data visual yang tidak relevan: gadis ini cantik.

Namun, kesan itu luntur seketika begitu Zoya membuka mulutnya. Kecantikannya tertutup oleh kepribadiannya yang seberisik mercon banting.

Tapi sekarang, dalam diam yang absolut ini, data visual itu kembali valid.

Bram menelusuri garis wajah Zoya dengan matanya. Bulu matanya panjang dan lentik, membentuk bayangan kipas di pipinya yang agak chubby dan bersemu merah alami. Hidungnya kecil, bangir, dan terlihat rapuh. Bibirnya yang biasanya tak henti memuntahkan kata-kata protes atau godaan norak, kini terkatup rapat, sedikit terbuka di bagian tengah, memberikan kesan lugu yang menipu. Anak rambutnya yang berantakan menempel di dahi, membuatnya terlihat jauh lebih muda, lebih lembut, dan tidak berbahaya.

"Ternyata kamu memang cantik," gumam Bram nyaris tanpa suara, kalimat itu lolos begitu saja, sebuah pengakuan objektif dari seorang pengamat yang jujur.

Sudut bibir Bram berkedut, membentuk senyum tipis yang jarang sekali muncul. Senyum yang tidak sinis, tidak meremehkan, hanya sekadar... mengakui.

"Sayang sekali," lanjutnya dalam hati, "kecantikan itu baru terlihat jelas saat mulutmu berhenti memproduksi suara."

Bram menggeser posisi duduknya perlahan agar tidak menimbulkan bunyi derit kasur. Rasa nyeri di rusuknya masih menyengat, tapi pemandangan di depannya entah kenapa memberikan sedikit efek analgesik.

Ia memandangi Zoya sejenak lagi, menikmati kedamaian langka ini sebelum besok pagi tiba dan badai bernama Zoya kembali memporak-porandakan ketenangannya. Untuk malam ini, biarlah ia berdamai dengan "musuh" kecilnya itu.

Bram memejamkan mata, menyandarkan kepala ke dinding, membiarkan dengkuran halus Zoya menjadi lagu pengantar tidur yang anehnya, cukup menenangkan.

...***...

Namun kedamaian itu, seperti biasa jika menyangkut Zoya, memiliki masa kadaluarsa yang sangat singkat.

"HNGGGH!!"

Sebuah sentakan keras membuat tubuh Zoya kejang sesaat, lalu ia bangun dengan posisi duduk tegak yang sempurna, seolah ada pegas tak terlihat yang melontarkannya. Matanya yang tadi terpejam damai kini melotot horor, napasnya memburu seperti baru saja dikejar setan.

Bram, yang nyaris terlelap dalam ketenangan langka itu, ikut tersentak. Kewaspadaannya sebagai mantan agen lapangan langsung aktif. Tangannya secara refleks meraba ke balik bantal mencari senjata yang tentu saja tidak ada, sebelum otaknya memproses bahwa ancamannya hanyalah seorang gadis remaja yang bangun tidur dengan gaya tidak estetik.

"Setan alas..." rutuk Bram dalam hati, detak jantungnya sedikit naik. "Dia bangun seperti mayat hidup yang bangkit dari kubur."

Zoya meraba-raba saku roknya dengan panik, menyambar ponselnya, dan menyalakan layarnya. Cahaya terang menampar wajahnya.

18:45.

"ASTAGFIRULLAHALADZIM! MAGHRIB!" pekik Zoya histeris. Suaranya kembali ke volume toa masjid, memecah keheningan kamar hingga berkeping-keping. "Mampus, mampus, mampus! Ya Allah Zoya hamba durhaka! Zoya lalai! Aaaargh!"

Tanpa mempedulikan Bram yang menatapnya dengan sorot mata 'apakah-kau-sudah-gila', Zoya melompat turun dari kasur. Kakinya sempat terbelit selimut, membuatnya nyaris mencium lantai, tapi dengan keseimbangan ajaib ia berhasil tegak kembali.

"Minggir, Pak! Darurat akhirat!" serunya asal, padahal Bram sama sekali tidak menghalangi jalannya.

Gadis itu menyambar handuk yang tergantung di kapstok, lalu berlari terbirit-birit menuju kamar mandi dalam.

Brak!

Pintu kamar mandi ditutup dengan kekuatan penuh. Detik berikutnya, terdengar suara gemericik air yang heboh, bunyi gayung beradu dengan ember, dan sabun yang jatuh, seolah Zoya sedang berperang melawan kuman di dalam sana.

Bram hanya bisa memijat pelipisnya. Ketenangan dan kekagumannya akan kecantikan gadis itu barusan menguap seketika, digantikan oleh realitas bahwa ia terjebak sekamar dengan tornado berwujud manusia.

Sepuluh menit kemudian, sebuah rekor mandi tercepat, pintu kamar mandi terbuka.

Uap sabun aroma stroberi dan sampo bayi menyeruak keluar. Zoya muncul dengan wajah yang jauh lebih segar. Butiran air wudhu masih menetes dari ujung rambut-rambut halusnya di sekitar wajah, membuat kulitnya terlihat bercahaya dan bening.

Tanpa menoleh ke arah Bram, ia langsung menyambar mukena putih bermotif bunga kecil-kecil dari lemari. Dengan gerakan cekatan yang sudah terlatih, ia menggelar sajadah di sudut ruangan yang menghadap kiblat, membelakangi kasur tempat Bram berbaring.

Ia mengenakan mukenanya. Kain putih itu menutupi seluruh tubuhnya, hanya menyisakan wajah bulatnya yang kini terlihat serius. Tidak ada lagi cengiran jahil, tidak ada lagi teriakan histeris.

Zoya berdiri tegak, menarik napas dalam, lalu mengangkat kedua tangannya sejajar telinga.

"Allahu Akbar."

Suaranya pelan, lembut, dan bergetar rendah. Sangat kontras dengan teriakannya tadi.

Bram terdiam.

Dari posisinya di atas kasur, ia bisa melihat punggung gadis itu yang terbalut kain putih. Gerakan Zoya tenang dan terukur. Saat gadis itu ruku', i'tidal, lalu sujud, ada aura sakral yang tiba-tiba mengubah atmosfer kamar yang tadinya penuh poster K-Pop itu menjadi sesuatu yang hening dan hormat.

Bram tidak pernah menjadi orang yang religius. Hidupnya terlalu kotor, tangannya terlalu banyak noda darah. Tuhan adalah konsep yang ia tinggalkan jauh di belakang saat ia pertama kali menarik pelatuk senjata.

Namun, melihat Zoya gadis yang semenit lalu hebohnya minta ampun kini bersujud lama di atas sajadah, melantunkan doa-doa lirih yang samar-samar terdengar di telinga Bram, membuatnya terpaku.

Gadis itu terlihat... murni.

Saat Zoya duduk untuk tasyahud akhir dan menolehkan kepala ke kanan dan kiri untuk salam, Bram buru-buru mengalihkan pandangannya ke novel di tangannya, berpura-pura membaca.

Zoya mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan, lalu menengadahkan tangan berdoa sejenak. Setelah selesai, ia tidak langsung beranjak. Ia memutar tubuhnya, masih mengenakan mukena, dan menatap Bram.

Wajahnya yang masih basah oleh air wudhu dan bingkai mukena putih membuatnya tampak berbeda. Lebih kalem.

"Bapak nggak solat?" tanya Zoya polos. Tidak ada nada mengejek, murni bertanya.

Bram tersentak kecil ditanya begitu. Ia menatap Zoya datar. "Kaki saya sakit. Rusuk saya patah. Dan saya... sedang tidak dalam kondisi rohani yang baik," jawabnya diplomatis, meski dalam hati ia tahu alasan terakhir adalah yang paling kuat.

"Bisa solat sambil duduk kok, atau tiduran," sahut Zoya enteng. "Tapi ya udah deh, urusan Bapak sama Tuhan. Zoya cuma ngingetin, sesama muslim kan harus saling mengingatkan. Kata Pak Ustadz, solat itu tiang agama. Kalau nggak solat, nanti tiangnya rubuh, ketimpa atap, sakit lho Pak."

Analogi yang sederhana dan kekanak-kanakan, tapi entah kenapa menohok di hati Bram.

"Sudah ceramahnya?" tanya Bram ketus, menutupi rasa canggungnya.

Zoya nyengir, mode jahilnya kembali aktif. "Udah. Sekarang Zoya mau ngerjain PR Kimia dulu. Bapak jangan berisik ya, otak Zoya butuh konsentrasi tingkat dewa."

Ia melepas mukenanya, melipatnya asal-asalan (kembali ke mode berantakan), lalu duduk di meja belajarnya. Tapi baru dua detik ia membuka buku paket, ia menoleh lagi ke Bram.

"Pak..."

"Apa lagi?"

"Pak Radit itu... agamanya bagus juga lho kayaknya. Tadi pas di mobil dengerin murottal. Idaman banget, kan?"

Bram menutup matanya rapat-rapat, menahan gejolak emosi.

Baru saja. Baru saja ia merasa gadis itu anggun dan menenangkan. Dan dalam sekejap, nama 'Radit' itu kembali merusak segalanya.

"Kerjakan tugasmu, Zoya," geram Bram rendah. "Sebelum saya robek buku Kimia itu."

1
knovitriana
iklan buatmu
knovitriana
update Thor saling support
partini
🙄🙄🙄🙄 ko intens ma Radit di sinopsis kan bram malah dia ngilang
partini
ini cerita mafia apa cerita cinta di sekolah sih Thor
partini
yah ketauan
partini
Radit
partini
😂😂😂😂😂 makin seru ini cerita mereka berdua
partini
ehhh dah ketauan aja
partini
g👍👍👍 Rian
partini
seh adik durjanahhhhhh
partini
awal yg lucu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!