NovelToon NovelToon
MAS BERONDONG, I LOVE YOU

MAS BERONDONG, I LOVE YOU

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Berondong / Beda Usia / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Persahabatan / Enemy to Lovers
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Nanadoongies

Orang bilang Abel yang jatuh cinta duluan dengan gombalan-gombalan itu, tapi Abi juga tahu kalau yang rela melakukan apa saja demi membuat Abel senang itu Laksa.
.
Berawal dari gombalan-gombalan asbun yang dilontarkan Abel, Laksa jadi sedikit tertarik kepadanya. Tapi anehnya, giliran dikejar balik kok Abel malah kabur-kaburan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nanadoongies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 22

Bus yang Laksa tumpangi terlalu berisik. Dimulai dengan kehadiran Abel dan Dito—lagi, sampai seisi bus mulai karaoke dadakan dengan beragam suara yang ahhh ... kadang sumbang, kadang buta nada itu. Anehnya, tidak ada yang berani protes. Wajah mereka malah terlampau antusias dan sumringah untuk ajang adu bakat ecek-ecek itu.

“Ekhm, ekhm, bau-baunya ada yang habis makan malam dua keluarga nih.” Abi memulai sesi gosip, tengil sekali wajahnya. “Kalau berdasar novel romansa yang jadi kegemaran ciwi-ciwi itu, yang begini biasanya buat tunangan kecil-kecilan. Nggak kaget sih gue kalau bunda lo bilang kalian udah diem-diem dijodohin sejak masih kecil.”

“Kurang kerjaan banget.”

“Tapi nyokap lo kelihatan suka sama Abel tau, Lak. Nggak lihat apa muka beliau mentereng banget waktu foto berdua sama Abel doang? Captionnya, “temen baru adek.” Ceunah. Temen baru apa calon mantu nih?”

“Makin nggak waras.”

“Ayah lo bilang apa? Nggak mungkin dong nggak ngeceng-cengin juga secara lo nggak pernah seintens itu interaksi sama cewek.”

“Nggak bilang apa-apa.”

“Ah, masaaa?“

"Nggak usah berisik.”

“Ahahah, ada yang gugup.”

Gara-gara Mitha terlalu antusias, Laksa jadi harus menahan malu—juga gengsi— atas postingan story whatsapp bersama Abel itu. Halah, halah. Semua memang akan pret pada waktunya.

“Bi, gantiin Abel, Bi.”

“Lah, kenapa dah?” Abi sempat melirik Laksa sebelum bergabung dengan Dito di bagian depan.

“Oh, biar temen lo bisa berduaan sama calon pacarnya, ya? Ya elah, hafal banget gue metode modus yang beginian.”

“Idih, kalau ngomong suka bener,” sahut Abel.

“Sayangnya kepala gue suka nyut-nyutan tuh kalau berdiri hadap belakang kayak gitu. Daripada muntah,mending lo gantiin aja mumpung lagi semangat ngoceh.”

“Syap! Jaket gue pindahin depan aja biar lo bisa selimutan pake jaketnya Laksa.”

“IHIYYYY!”

“Nggak jelas.”

“Berhubung suasananya lagi syahdu begini, enaknya kita karaokean yang syahdu-syahdu juga. Karena udah banyak yang nyumbang lagu, kayaknya nggak ada salahnya kalau gue nyumbang suara juga. Enaknya nyanyi lagu apa nih? Jangan request lagu dangdut, cengkok gue belum tumbuh.”

“KPOP! KPOP!”

“Western!”

“Pop Indo aja. Banyak tuh lagu-lagu galaunya.”

“Youth. Gue mau nyanyi youth punya Lauv. Dengerin, ye. Kalau suara gue bagus jangan lupa kasih saweran.”

Suara Abi mengalun cukup lembut. Menambah kesan syahdu pada awan yang menggantung dengan warna kelabu. Satu persatu mulai melambaikan tangan, menyisakan Abel dan Laksa yang belum sempat bertegur sapa. Sebetulnya banyak yang ingin Abel tanyakan, tapi mendadak kehilangan skill basa-basi sampai Abi mulai menyanyi lagu baru lagi.

“Marah?”

Laksa menoleh dengan dahi mengerut.

“Karena semalam gue tiba-tiba join meja lo.”

“Nggak ada urusannya.”

“Terus kenapa bete kayak gini?” Abel nekat menahan dagu Laksa agar keduanya tetap bertatapan. “Sejak absensi tadi, muka lo udah kelihatan sepet banget bahkan jauh lebih sepet daripada kemarin-kemarin. Kalau nggak bete, senyum dikit dong! Nanti lo nakutin orang-orang kalau bentukannya kayak gini.”

“Nggak peduli.”

Laksa menyentakkan tangan Abel, sempat membuat terkejut, tapi bukan Abel namanya kalau langsung nyerah begitu saja.

“Gue juga nggak berniat gabung kalau nggak dipanggil sama nyokap lo kok. Berhubung beliau kelihatan antusias banget, gue jadi sungkan buat nolak. Sampai rumah diceng-cengin, ya? Maaf deh, kalau udah bikin bete.”

Headphone putih berhasil terpasang. Itu tandanya, Laksa sedang enggan diajak bicara, meskipun ... suara musik juga tidak terdengar dari sana sih.

“Beneran ngambek nih?” Abel menelengkan kepala, tapi Laksa gencar melengos. “Ya, udah nggak apa-apa kalau mau ngambek, hak lo juga mau kasih respon kayak gimana, yang jelas gue sekarang mau tidur. Kalau udah agak deketan, bangunin gue, ya.”

“Ngapain senderan di lengan gue segala?!”

“Nyaman sih.”

“Enyah nggak lo?!”

“Nggak mau.”

Lengan Laksa kini jadi sasaran gelendotan. Dengan mata memejam—pura-pura, Abel mulai bersandar lebih dalam. Sebetulnya, Abel juga tidak ngantuk-ngantuk amat, berhubung Laksa dengan jaket abu-abunya ini kelewat menggoda, tidak ada salahnya digodain.

“Bel?!”

“Ck! Ngerepotin aja.”

Segala sesuatu yang diawali dengan iseng-iseng belaka, biasanya akan berakhir sesuai dengan yang dilakonkan. Begitu juga dengan Abel, dia yang iseng-iseng tidur berakhir ketiduran juga. Laksa jadi harus ekstra menegakkan posisi agar kepala Abel tidak merosot rosot dari lengannya.

Sama seperti antusias anak-anak, mentari pun tak mau kalah saing juga. Ia bersinar cukup cerah, dengan arak-arakan awan yang bergerak cantik di atas sana.

Sebagian cahayanya menerobos lewat jendela, karena tidak tega—atau mungkin karena mau saja— Laksa mulai mengangkat telapak tangan, berusaha memblokade cahaya agar Abel bisa tidur lebih tenang. Romantis? Memang. Clarista saja sampai mati-matian menggigit bibir agar tidak

kelepasan teriak.

“Mendadak pengen rebahan juga deh.” Michie merenggangkan otot dengan lirikan kecil. “Tapi yang sekalinya nyender, bisa langsung dapat pacar.”

“Minimal nama lo Abel dulu, Chie.”

“Oh, bener juga. Michie mah bagian tim hore aja, ya?”

Laksa tahu, sindirian itu ditujukan untuknya. Tapi dia enggan membuang-buang tenaga untuk meladeni pasukan minion itu. Daripada merasa kesal, lebih baik ikut tidur saja. Toh, perjalanan masih sedikit lama.

Banyak hal yang terjadi setelah itu, mulai dari mereka yang beramai-ramai mengabadikan momen manis itu, sampai mengubah tema karaoke jadi lagu-lagu mesra. Dito diam-diam kegirangan, Abi apalagi. Dia, ‘kan, dijadikan mata-mata oleh Mitha dengan bayaran fantastis—risol mayo gratis dan segala varian baru camilan lain— dengan cuma-cuma. Ada bahan gosip begini, makin ijo matanya.

Abel terusik karena pundaknya tiba-tiba ditepuk. Saat membuka mata, bus yang ditumpanginya mulai kosong. Kalau Dito tidak berbaik hati—dia terlanjur kegirangan— mungkin keduanya akan dibiarkan di sana sampai siang.

“Nyaman banget nih gue lihat-lihat. Katanya nggak bisa tidur, giliran nyender ke Laksa pules amat kayak bayi yang baru lahir kemarin sore.”

“Nggak usah mulai deh. Tadi kepala gue beneran pusing gara-gara semalem nggak bisa tidur.”

“Hilih, pret! Bilang aja lo emang sengaja pengen deket-deket sama Laksa. Bangun! Bangun! Kena semprot Bian, mamam tuh.”

“Iyee, iye, ntar gue nyusul. Nyawa gue belum kekumpul semua nih.”

“Jangan kelamaan. Habis ini kita masih harus briefing sedikit.””

“Okiii.”

Abel memandangi Laksa cukup lama. Hidung mancung, bibir tipis, poni tebal yang tumbuh sepanjang dahi, belum lagi ukuran telapak tangan yang ahh, mungkin dua kali lebih besar dari miliknya. Berada dalam posisi ini—Laksa menjimpit ujung jaket— nyatanya jauh lebih menenangkan ketimbang semua janji manis yang Bian ucapkan. Meskipun, errr ... agak seperti anak kucing sih.

“Ini mah sekalipun om Damian nggak sulap, ujungnya juga tetap  sempurna.”

“Udah?”

“Ehhhh, kok nyahut sih? Kapan bangunnya, coba?”

Laksa mendorong Abel sampai pergi dari bahunya.

“Ngerepotin!”

“Tapi lo juga ikut tidur setelah gue senderin tuh! Itu artinya lo juga nyaman dengan keberadaan gue di sini. Jangan gengsi-gengsi gitu lah, kayak sama siapa aja.”

“Minggir!”

“Nanti duluuuu.” Abel meletakkan minyak telon di atas telapak tangan Laksa. “Jaga-jaga kalau misalnya nanti jadi masuk angin.”

“Gue bukan bayi!”

“Emang bukan. Tapi katanya lo suka kepanasan kalau pake minyak angin yang oles itu, jadi gue bawain ini aja.”

“Pake aja sendiri.”

“Laksaaaa.”

“Ngikutin gue, gue cantelin lo ke gapura perkemahan.”

“Kan, gue panitianya. Gimana sih?”

"Keluar lewat pintu belakang."

"Cih! Gengsian amat lu menara sutet."

Kedatangan mereka berhasil menyita perhatian semua orang, ta terkecuali Bian yang kini tengah memegang pengeras suara. Alih-alih melanjutkan komando, ia justru turun panggung. Menyerahkan sisa tugas lain pada Evan dan kawan-kawan.

"Eh, eh, eh, mau dibawa ke mana nih?" Abel sedikit memberontak, sayangnya Bian masih enggan melepaskan.

"Bian, lo mau bawa gue ke mana?!"

1
ren_iren
kok aneh, padahal laksa liat Abel diikat sm tutup matanya masih aja dimarahin...
ren_iren: nanti bucin mampus sampe keurat2 nadi kapok lo sa.... 🤭
total 2 replies
Nanadoongies
kritik dan saran sangat amat dianjurkan, ya. jadi jangan sungkan buat ngoceh di kolom komentar.
Nanadoongies
Jangan lupa tinggalkan jejak, teman-teman
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!