Kembali hidup setelah dirinya mati terbunuh. Itulah yang dialami gadis jenius bisnis bernama Galuh Permatasari. Ia bertransmigrasi ke era kolonial menjadi seorang gundik dari menheer tua bernama Edwin De Groot. Di era ini Galuh bertubuh gendut dan perangainya buruk jauh dari Galuh yang asli.
Galuh memahami keadaan sekitarnya yang jauh dari kata baik, orang - orang miskin dan banyak anak kelaparan. Untuk itu ia bertekad dengan jiwa bisnisnya yang membludak untuk mengentaskan mereka dari keterpurukan. Memanfaatkan statusnya yang sebagai Gundik.
Disaat karirnya berkembang, datanglah pemuda tampan yang tidak lain adalah anak dari menheer tua bernama Edward De Groot. Kedatangannya yang sekedar berkunjung dan pada akhirnya jatuh cinta dengan gundik sang ayah.
Lantas, bagaimana kisah kelanjutannya ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indah yuni rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembelaan untuk Karso
Di kedai milik Nyonya Hans.
Merry masuk ke kedai milik Nyonya Hans dengan percaya diri. "Selamat pagi, Nyonya Hans!"
Nyonya Hans menyambutnya dengan ramah, "Ah, Merry! Selamat pagi! Saya sudah menunggu kamu. Silakan duduk, kita akan membahas detail pekerjaannya." Merry duduk dengan rapi dan siap mendengarkan penjelasan Nyonya Hans.
Nyonya Hans menjelaskan dengan sabar dan jelas, "Baiklah, Merry, sebagai asisten di kedai ini, kamu akan bertanggung jawab untuk melayani pelanggan, mengambil pesanan, menyajikan makanan dan minuman, serta menjaga kebersihan kedai. Kamu juga perlu memiliki kemampuan komunikasi yang baik dan ramah kepada pelanggan."
Merry mendengarkan dengan seksama, mengangguk sesekali untuk menunjukkan pemahaman. "Saya paham, Nyonya Hans. Saya akan berusaha melakukan yang terbaik."
Nyonya Hans tersenyum puas, "Bagus! Saya percaya kamu bisa melakukannya dengan baik, Merry."
Merry mulai melakukan pekerjaan pertamanya, menyambut tamu. Merry menyambut para prajurit Belanda dengan senyum cerah dan sopan. "Selamat datang di Kedai Nyonya Hans! Selamat pagi, tuan-tuan! Silakan duduk dan pilih tempat yang nyaman. Apa yang bisa saya sajikan untuk Anda hari ini?"
Para prajurit membalas senyum Merry, merasa disambut baik. Salah satu dari mereka, yang tampaknya pemimpin mereka, menjawab, "Selamat pagi, Nona. Kami ingin kopi dan makanan ringan, tolong. Kami baru saja selesai patroli."
Merry mengangguk, "Baik, tuan. Saya akan segera menyiapkannya." Dengan gerakan yang cekatan, Merry menyampaikannya kepada Nyonya Hans di dapur.
"Nyonya Hans, pesanan kopi dan makanan ringan untuk para prajurit."
Nyonya Hans membalas, "Baik, Merry. Tolong sampaikan bahwa kami akan segera menyiapkannya."
Merry kembali ke ruang tamu, "Tuan-tuan, pesanan Anda akan segera kami sajikan. Mohon menunggu sebentar."
Senyum Merry tetap cerah saat melayani para prajurit Belanda, meskipun ada sedikit ketegangan di udara. Nyonya Hans memperhatikan hal ini dan memberikan isyarat kepadanya untuk tetap profesional. Merry mengangguk kecil dan melanjutkan pekerjaannya dengan penuh dedikasi, menyajikan makanan dan minuman dengan ramah.
" Silakan menikmati minuman Anda!" ujar Merry saat menyuguhkan minuman.
Pelanggan tersenyum padanya, "Terima kasih, Nona. Minumannya enak sekali."
Merry membalas senyum, "Saya senang Anda menyukainya!" Dengan gerakan yang cekatan, Merry melanjutkan pekerjaannya, membersihkan meja dan menyiapkan pesanan pelanggan lainnya.
"Pelayan itu sangat cantik!" bisik salah satu pelanggan.
.
.
Karso meringis kesakitan di gudang gelap, tangan dan kakinya terikat erat. Van Der Meer masuk dan berdiri di depannya, wajahnya penuh kemarahan. "Kamu tidak akan pernah keluar dari sini sampai kamu merasakan penyiksaan yang akan aku berikan," ancamnya. Karso menggigit bibirnya, berusaha menahan rasa sakit. Ia tahu bahwa Van Der Meer tidak akan berhenti sampai ia mendapatkan apa yang diinginkan.
Sementara itu, Edwin semakin khawatir dan merasa harus bertindak cepat untuk menyelamatkan Karso. Ini kesalahannya juga telah memberitahu Van Der Meer.
Karso merasakan sakit yang luar biasa saat Van Der Meer menggunakan cambuk untuk memukulinya. Ia berusaha menahan rasa sakit, tetapi sulit untuk tidak berteriak. "Rasakan, ini akibat kamu berkhianat padaku," kata Van Der Meer dengan nada dingin.
Namun, Karso tetap diam, giginya tergigit kuat. Ia tahu bahwa menyerah bukan pilihan.
Van Der Meer melempar cambuknya ke lantai, lalu pergi. Karso menghela nafas lega melihat Van Der Meer meninggalkan gudang, namun rasa sakitnya masih terasa di tubuhnya.
"Awasi penjagaan, aku tidak mau Karso kabur dari gudang!" pesan Van Der Meer pada kedua penjaga.
"Baik, Tuan !" seru keduanya kompak.
Van Der Meer menuju perkebunan untuk melihat situasi disana lalu berpapasan dengan Edwin. Ia menatap tajam Edwin, "Apa yang kamu lakukan di sini?"
Edwin mencoba untuk tetap tenang, "Tuan Van Der Meer, aku ingin berbicara denganmu tentang Karso," kata Edwin dengan suara yang tegas.
Van Der Meer mengangkat alisnya, "Apa yang kamu ingin katakan?"
Edwin mengambil napas dalam-dalam, "Aku ingin Karso dibebaskan. Dia tidak bersalah. Bukankah selama ini, Karso bekerja dengan baik."
Van Der Meer tertawa, "Kamu bermimpi di siang bolong, Edwin. Karso adalah seorang pemberontak dan dia akan diperlakukan sebagai tahanan."
Edwin tetap teguh, "Aku tidak akan membiarkan kamu menyakiti pekerja lagi."
Van Der Meer tersenyum dingin, "Kamu benar-benar berani, Edwin. Saya suka itu." Dengan gerakan cepat, Van Der Meer menarik pistolnya dan mengarahkannya ke Edwin. "Tapi kamu tidak bisa menyelamatkan dia kali ini."
Edwin mengangkat kedua tangannya, "Kita bisa bicara baik - baik, Tuan Van Der Meer."
Van Der Meer menahan pistolnya, tapi tetap mengarahkan ke Edwin, "Bicara baik-baik? Baiklah, bicara."
Edwin mencoba untuk tetap tenang, "Tuan Van Der Meer, aku tahu kita berada di pihak yang berbeda dalam paham mengenai kebijakan para pekerja ini. Tapi aku yakin kita bisa menemukan jalan tengah. Karso bukanlah musuh kita, dia hanya seorang pekerja yang menjalankan tugasnya."
Van Der Meer tertawa, "Sentimen sekali kamu, Edwin. Tapi kamu terlambat untuk itu. Karso sudah membuatku kesal dengan bukti - bukti yang ia berikan pada Gundik mu, dan sekarang kamu juga."
Edwin terus mencoba untuk meredakan situasi, "Kamu bisa memberatkan dirimu atas tuduhan yang diajukan oleh nyai Galuh ke parlemen dengan menangkap Karso, apalagi berniat ingin melenyapkan Karso."
Van Der Meer memandang Edwin dengan campuran antara penasaran dan kebencian, "Kamu benar-benar tidak biasa, Edwin. Tapi aku rasa aku sudah cukup berbicara." Pistolnya masih terarah ke Edwin, dan Van Der Meer tampaknya sedang mempertimbangkan apa yang akan dia lakukan selanjutnya.
"Jika kamu membunuhku justru semakin bertambah bukti kejahatan mu. Nyai Galuh sangat berpengaruh dalam kasus ini."
Van Der Meer terkejut, matanya menyempit, "Apa yang kamu tahu tentang nyai Galuh?"
Edwin memanfaatkan kesempatan ini untuk terus berbicara, "Aku tahu bahwa nyai Galuh memiliki bukti besar di parlemen, dan jika dia mengetahui bahwa kamu berniat melenyapkan Karso, kamu akan berada dalam masalah besar."
Van Der Meer menggertak giginya, "Kamu pikir kamu bisa mengancam ku?"
Edwin mencoba untuk tetap tenang, "Aku hanya ingin menunjukkan bahwa ada konsekuensi bagi tindakanmu, Tuan Van Der Meer. Aku yakin kamu tidak ingin kehilangan jabatan dan kekuasaan mu hanya karena satu kesalahan." Van Der Meer terdiam sejenak, mempertimbangkan kata-kata Edwin. Pistolnya masih terarah ke Edwin, tapi tekanan jari-jarinya pada pelatuk tampaknya sedikit berkurang. "Apa yang kamu tawarkan, Edwin?" tanya Van Der Meer dengan nada yang lebih rendah.
Van Der Meer menatap Edwin dengan tajam, "Apa yang kamu tawarkan sebagai ganti kebebasan Karso?"
Edwin berpikir cepat, "Aku bisa membantu mu mendapatkan dukungan dari Nyonya Galuh dan parlemen. Aku bisa berbicara dengan mereka, meyakinkan mereka bahwa kamu adalah orang yang bisa dipercaya dan memiliki visi untuk masa depan Hindia Belanda tidak sesuai dengan bukti yang diberikan oleh Karso."
Van Der Meer tertawa, "Kamu pikir kamu bisa mengatur semuanya dengan kata-katamu?"
Edwin menggelengkan kepala, "Tidak, Tuan. Aku hanya ingin membantu."
Van Der Meer memikirkan Karso, lalu kembali ke Edwin. Setelah beberapa saat, dia menurunkan pistolnya dan berkata, "Baiklah, Edwin. Aku akan membebaskan Karso. Tapi kamu harus memenuhi janji kamu. Tangani nyai Galuh dan pihak parlementer jika mereka menyudutkanku."