Transmigrasi Menjadi Gundik
"Bu Galuh, kamu sudah mendengar kabar jika hari ini akan ada demo besar - besaran?" Susan langsung membuka pintu ruangan CEO dan berjalan panik ke arahnya.
Galuh yang sedang memeriksa berkas kontrak bisnis yang akan ia tandatangani spontan menoleh ke arah datangnya suara sang asisten. "Ada apa ? Kamu membuatku terkejut." sesaat ia mengabaikan raut kegelisahan sang asisten. Galuh mengambil pena dan membubuhkan tanda tangannya di setiap lembar yang ada nama dan jabatannya sebagai CEO di perusahaan Si Nona Manis. Selama 7 tahun ini perusahaan itu sudah memiliki 50 tempat cafe kopi susu yang terkenal di kota Jakarta. Seakan ia tidak percaya dengan isu tersebut.
"Anda harus segera mengambil tindakan, kalau tidak Anda akan menjadi sasaran amukan para pendemo." imbuh Susan, menyakinkan agar Galuh segera mencari persembunyian yang aman.
"Pendemo ?" Galuh mengernyitkan dahi, barulah ia menanggapi dengan serius ucapan wanita berambut gelombang sebahu dengan bando polkadot itu. Selama menjabat sebagai pemimpin tidak pernah sebelumnya ada kerusuhan. " Apa yang mereka inginkan ? Bukankah selama ini perusahaan kita memberikan gaji yang cukup bahkan selalu menaikkan di setiap tahunnya ?" ia pikir ada seseorang yang telah memprovokasi mereka untuk melakukan demo.
Susan terlihat tidak menyerah, "Ada insiden saat karyawan pabrik yang jatuh tempo hari. Mereka menuntut agar pabrik ini ditutup."
Galuh menutup berkasnya, lalu membenahi posisi duduknya lebih tegap. "Insiden kecelakaan ? Mengapa aku tidak tahu sebelumya ? Siapa yang menjadi korban?"
Susan menarik kursi lalu segera duduk. "Itu, Karso, karyawan yang bekerja di bagian gudang. Keluarganya tidak terima karena sekarang Karso lumpuh tidak bisa bekerja lagi."
Belum sampai selesai Susan memberikan informasi lebih detail lagi mengenai kecelakaan di gudang, suara teriakan dan hantaman batu yang mengenai kaca jendela entah bagian gedung mana yang jelas berhasil membuat kedua wanita itu panik.
"Mereka sudah tiba !" seru Susan panik. "Anda harus segera pergi dan mencari tempat perlindungan yang aman." ajaknya agar Galuh mengikuti instruksinya.
"Kamu menyuruhku untuk kabur ? Itu bukan pemecah masalah, justru akan membuat mereka menganggapku tidak bertangung jawab. Aku akan temui mereka." Galuh beranjak dari kursi kebesarannya. Masalah ini harus segera dituntaskan sebelum terjadi kerusakan yang lebih fatal, pikir wanita bernama lengkap Galuh Permatasari.
Wanita yang lahir 35 tahun lalu itu berjalan menuju pintu. Baru saja pintu itu terbuka lebar, sosok pria bertubuh tinggi, tampan dan gagah, dengan sorot matanya yang tajam dan memikat menegur Galuh.
"Sayang, para pendemo datang !" seru Ferdi, ia segera menemui istrinya di ruangannya begitu mendengar suara teriakan di luar perusahaan.
"Hm, aku tahu. Aku akan menemui mereka dan menyelesaikan secara baik - baik !" ujar Galuh dan melewati suaminya begitu saja.
"Tapi, Sayang. Mereka berbahaya!" suara Ferdi sudah tak terdengar lagi.
Ferdi dan Susan berjalan beriringan menyusul atasan mereka.
Teriakan terus menggema di area pelataran perusahaan SI Nona Manis.
"TUTUP PERUSAHAAN!"
"ANJING KALIAN !"
Dan banyak seruan buruk yang terlontar dari mulut mereka.
Salah satu perwakilan pendemo maju ke depan, mengangkat toa dan mulai berbicara. "Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-Nya kita dapat berkumpul di sini hari ini."
"Hari ini, kami berdiri di sini, bukan untuk bersenang-senang, tetapi untuk menyuarakan kebenaran! Tuntutan kami jelas, tutup perusahaan !"
Kini Galuh berdiri di hadapan mereka dan beberapa sekuriti membentuk lingkaran menjadi tameng berjaga - jaga jika atasannya diserang.
"Tutup perusahaan Si Nona Manis ini ! Kami mendengar perusahaan ini telah memakan korban."
"Kami juga ingin rekan kami mendapatkan kehidupan yang layak. Kami menuntut keadilan dan kesetaraan untuk rekan kami yang sudah kalian tindas."
"Hentikan ...!" teriak Galuh panjang. Sesaat suasana menjadi hening, memberi kesempatan untuk Galuh berbicara. Ia menginterupsi salah satu sekuriti mengambil toa milik pendemo. Lalu, Galuh mulai berpidato dengan lantang.
" Saya sangat menghargai kesediaan Anda menyampaikan aspirasi ini. Saya berkomitmen untuk bekerja keras mencari solusi lain selain menutup perusahaan yang sudah lama berdiri ini.
"Kami masih tidak terima !" sela mereka.
Galuh mengangkat kedua tangannya mengimbau agar mereka tetap tenang.
Sebuah botol kaca melayang tepat mengenai kepala Galuh.
"Galuh!" pekik Ferdi dan langsung menghambur memeluknya memberi perlindungan. "Ini tidak terkendali. Mereka tidak bisa diajak bicara baik. Lebih baik kita pergi." Ferdi mengiring Galuh menghindari kerumunan pendemo, Susan juga mengekor.
Tampaknya mereka tuli untuk mendengar penjelasan pemilik perusahaan. Seperti tersulut emosi, para pendemo melempari kaca jendela dan berhasil memukul mundur para sekuriti. Para pendemo menerobos masuk dan membuat kerusakan di dalam.
Galuh berhasil diamankan, Ferdi dan Susan membawanya ke atas gedung.
"Sepertinya di sini aman." Ujar Ferdi melihat keadaan di bawah.
Galuh merasakan pusing yang sangat. Darah kental dan berbau amis merembes membasahi kepalanya. Tangannya sampai berdarah - darah memegangi kepala.
"Bu Galuh, Anda tidak apa - apa kan ?" Susan terlihat khawatir.
Ferdi memperhatikan keadaan istrinya dan dirasa Galuh bisa berdiri tegak ia melangkah mundur.
"Pusing," bisik Galuh.
Seharusnya dalam keadaan darurat ini, ia harus segera mendapatkan pertolongan, bukan diam bersembunyi di atas gedung.
Setelah rencana dan usahanya berhasil memprovokasi para pekerja, Susan melepas topeng yang selama ini menutupi dirinya yang sebenarnya.
"Galuh," panggil Susan tanpa menyematkan embel - embel BU seperti biasanya.
Galuh menajamkan pendengarannya, menyakinkan diri seolah ia tidak salah mendengar.
Susan mendatangi Ferdi, dan keduanya saling berpelukan mesra. "Rencana kita berhasil!" bisiknya manja lalu mengecup pipinya.
"Kamu benar, Sayang. Dengan begini kita bisa menguasai kekayaan dan memimpin perusahaan." ujar Ferdi membalas ciuman dengan nakal.
Kedua mata Galuh membelalak tak percaya. Kedua pasangan bejat itu telah bersekongkol untuk menjatuhkannya dari posisinya sebagai CEO.
"Kalian ?" air mata Galuh hampir saja menitik.
"Kamu mempermainkan aku. Sakit rasanya Ferdi. Dan kamu Susan, kamu adalah orang yang paling aku percayai, kamu tega."
"Aku tidak peduli. Aku dan Ferdi sudah lama saling jatuh cinta bahkan sebelum dia mengenal kamu." ujar Susan sembari menunjuk muka Galuh.
Galuh menatap Ferdi dengan tatapan jijik dan marah. "Bagaimana bisa kamu melakukannya padaku, Ferdi ? Aku memberikanmu kepercayaan, cinta, dan hati aku, tapi kamu membalasnya dengan kebohongan dan pengkhianatan."
"Seharusnya aku yang menjadi pimpinan, tapi kamu egois tidak memberikan jabatan itu padaku. Jangan salahkan aku berpaling darimu!" Ferdi menujukkan kemesraan lagi membuat Galuh jijik.
"Kami tidak perlu mendengar banyak omonganmu, segeralah enyah dari muka bumi ini !" Sarah berjalan cepat ke arahnya. Galuh pikir ia akan digampar atau kekerasan fisik lainnya sebagai bentuk pelampiasan ketidaksukaannya.
Begitu Sarah dekat, Galuh merasakan tubuhnya terdorong mundur hingga membuatnya kehilangan kestabilan.
"Susan, apa yang ingin kamu lakukan ?"
"Go to hell !"
Galuh menjerit panjang begitu tubuhnya melayang dan terjun ke bawah. Ia pun mati dengan kepala pecah membentur tanah.
.
.
.
"Aaaaarghhh! Tolong jangan bawa aku pergi !" Galuh bangun dengan nafas ngos - ngosan. Ia seperti bermimpi malaikat maut menyeret jiwanya pergi dari jasadnya.
Begitu Galuh bangun, ia mendapati dirinya berada di dalam tubuh wanita gendut berdarah jawa di era kolonial.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Yusni
mampir baca semoga semakin menarik
2025-10-14
0