Mati-matian berusaha dan berakhir gagal membuat Deeva enggan membuka hati, tapi sang ibu malah menjodohkannya tepat dimana perasaannya sedang hancur. Diantara kemalangannya Deeva merasa sedikit beruntung karena ternyata calon suaminya menawarkan kerjasama yang saling menguntungkan.
"Anggap gue kakak dan lo bebas ngelakuin apa pun, sekalipun punya pacar, asal nggak ketahuan keluarga aja. Sebaliknya hal itu juga berlaku buat gue. Gimana adil kan?" Arshaka Rahardian.
"Adil, Kak. Aku setuju, setuju, setuju banget." Deeva Thalita Nabilah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Net Profit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Acuh
‘’Lo kenapa sih Shak panik banget? Target bulan ini tercapai bahkan lebih. Kredit konsumsi juga naik pesat.’’ Tanya Raffa yang melihat atasan sekaligus sahabatnya begitu panik. Kepanikannya melebihi saat Bank yang ia pimpin tak mencapai target. Shaka terlihat berulang kali menghubungi seseorang tapi nampaknya tak terhubung karena dia malah melepas dasi dan melonggarkan kancing kemeja teratasnya, padahal jelas-jelas kerah itu tak mencekiknya.
“Lo nelpon siapa sih?” karena tak sabar Raffa melihat ke layar ponsel Shaka. Lelaki itu lantas memasukan ponselnya ke dalam saku celana.
“Mending lo bantu gue nyariin Deeva deh, tadi itu anak gue suruh nunggu disini.” Ucap Shaka.
“Lagi ke toilet kali. Tungguin aja dulu, kalo nggak lo cek dah sana ke toilet.’’ Jawab Raffa dengan santai.
‘’Kayaknya nggak ke toilet deh, pikiran gue udah kemana-mana ini.” Shaka makin frus ta si. Akan jadi masalah besar jika gadis itu benar-benar pergi. Kakeknya bisa marah besar pastinya.
Raffa masih duduk santai di kursi tamu, ‘’pikiran gimana? Mikirin gimana caranya nyari alasan biar bisa ke Bandung buat nemuin dia?’’ ledeknya.
“Sekarang pasti udah sampe rumahnya deh.’’ Lanjutnya.
Ck! Shaka berdecak kesal. Ia lantas ikut duduk di samping Raffa, ‘’gue udah nggak mikirin dia, kalo bisa nggak usah ketemu sama dia lagi.’’ Jawab Shaka.
Shaka memang selalu mengabaikan setiap panggilan yang masuk tanpa nama, bahkan pesan yang berulang kali masuk pun pada akhirnnya selalu ia blokir. Sejak dua hari ke belakang ponselnya selalu medapat pesan masuk, meski tanpa nama tapi dari isi pesan saja Shaka sudah tau siapa yang mengirimnya.
‘’Kita harus nemuin Deeva secepatnya. Buruan lo cek toilet satu persatu dah dari setiap lantai. Gue takut dia kabur. Bisa tamat gue.” Lagi, Shaka memijit keningnya.
“Gila, toilet banyak Shak. Nggak cukup satu jam gue cek satu-satu.” Tolak Raffa.
“Bakal lebih lama kalo lo nggak mulai nyari dari sekarang!’’
‘’Tenang dulu Shak, si Deeva nggak akan kemana-mana deh. Dia nggak hafal Jogja. Lagian nggak ada alasan buat dia kabur kan? Ibunya aja di luar negri kan?’’ jelas Raffa, logis.
Shaka makin memijit keningnya. Tak ada alasan untuk kabur? Astaga, banyak banget alasan gadis itu untuk pergi dari kota ini. Sejenak Shaka terdiam, ia mulai sadar jika dirinya sudah keterlaluan pada Deeva. Mengingat bagaimana perilakunya pada Deeva dua hari kebelakang. Memarahinya di kantor, memarahinya di sekolah. Bahkan hari ini ia langsung menganggap Deeva salah, tak menanyakan keadaannya padahal saat datang seragamnya kotor karena tersiram jus, rambutnya juga acak-acakan mungkin hasil dari jambak menjambak dengan lawan bertengkarnya tadi.
Shaka menghela nafas panjang, ‘’banyak banget alasan buat di kabur dari sini, Fa. Buruan deh lo cari ke toilet atau kemana pun gitu terserah.’’
‘’Kita suruh OB aja yah buat ngecek toilet.’’ Jawab Raffa. Ia tak lagi mengejek Shaka karena lelaki itu terlihat sedang menyesal saat ini.
‘’OB kita belum ada yang hafal Deeva, Fa!’’
‘’Kita share aja foto si Deeva digrup. Mudah kan, beres.’’
‘’Gue nggak ada foto Deeva.’’
‘’Emang Deeva lo apain sampe tuh bocah pengen kabur?” lanjutnya.
‘’Udah lo jangan banyak tanya lah, lo cari sekarang. Gue minta tolong banget. Lo cek toilet, gue bakal cek CCTV.” Jelas Shaka.
Tak butuh waktu lama keduanya langsung meninggalkan ruangan. Raffa sudah menyusuri toilet di setiap bagian Gedung itu sementara Shaka kini sudah berada di pos keamanan untuk memeriksa CCTV. Setiap bagian dari layar itu tak luput dari pandangan Shaka. Dari awal terlihat Deeva tak ada di ruangannya malah menunggu di depan ruangan, tepatnya di meja Raffa.
Cukup lama Shaka mengamati tak ada pergerakan sama sekali. Shaka mengabaikan banyak panggilan masuk di ponselnya karena begitu fokus melihat ke arah layar. Sampai tiga puluh menit kemudian ia buru-buru meninggalkan pos satpam dan kembali ke lantai tiga dengan buru-buru.
‘’lo tuh!!’’ Shaka tak melanjutkan ucapannya, ia tak mau memarahi Deeva lagi. Gadis itu sudah kembali saja sudah cukup membuatnya tenang.
Shaka duduk di samping Deeva, ‘’ada makanan lain yang pengen lo makan nggak?’’ tawarnya pada gadis yang tengah memakan camilan rendah kalori dari mini market di samping bank nya, ‘’biar gue pesenin. Raffa juga punya tempat makan yang rekomen.’’ Lanjutnya seraya melirik Raffa yang juga ada disana.
Deeva hanya diam sambil menghabiskan snack di tangannya, ‘’Om Raffa mau? Ini aku ada dua.’’ Dia mengambil satu snack lagi dari kantong kresek berwarna putih dengan tulisan biru itu dan memberikannya pada Raffa.
‘’minumnya juga ada nih.’’ Lanjutnya seraya memberikan air mineral.
Raffa tentu saja menerimanya dengan senang hati, ‘’thanks. Lain kali lo yang gue traktir deh.’’
Deeva hanya menanggapinya dengan anggukan kepala.
‘’Mending lo pesenin makanan berat deh, Fa. Kayaknya Deeva belum makan, istirahat pertama tadi di sekolah kan dia berantemjadi mungkin nggak keburu makan, abis itu langsung kesini. Lo pesenin sana, nggak akan kenyang dia Cuma makan makanan ringan kayak gitu.’’ Ucap Shaka.
‘’Mau makan apa biar dipesenin? Atau mau makan diluar aja sekalian pulang?’’ lanjutnya pada Deeva.
“Aku nggak pengen makan apa-apa Om, pengen pulang aja. Nanti makan di rumah aja, ini udah cukup kok buat ganjel.’’ Alih-alih menjawab Shaka, Deeva malah berbicara pada Raffa.
Shaka memutar bola matanya, jengah. Gadis berseragam putih abu di sampingnya benar-benar sedang menguji kesabaran, ‘’kalo gitu ayo pulang. Kerjaan gue udah selesai. Ntar sekalian gue masakin juga boleh.’’
“Om Raffa pekerjaannya udah selesai belum? Aku boleh minta tolong anterin pulang nggak?’’ lagi-lagi hanya Raffa yang diajak bicara.
‘’Udah beres, gue nggak ada kerjaan lain. Ayo dah gue anterin dengan senang hati.’’ Jawab Raffa. Lelaki berkaca mata itu sudah melepaskan lanyard yang ia kenakan dan meletakannya di meja.
“Gue nganterin Deeva pulang nggak apa-apa kan, Shak? Kerjaan kita juga udah beres, lagian tiga puluh menit lagi juga jam kerja habis.’’ Izinnya pada Shaka.
‘’Materi meeting buat besok siang lo cek sekali lagi, jangan dulu pulang!’’ jawab Shaka.
‘’Raffa masih ada kerjaan, lo pulang bareng gue aja. Lagian kita ini satu rumah ngapain minta anterin orang lain.” Tegasnya kemudian pada Deeva.
Deeva masih acuh. Dia malah mengeluarkan buku catatan dan alat tulis dari tasnya. ‘’Om Raffa, aku tungguin yah sambil ngerjain PR.’’
Shaka menatap tajam ke arah Deeva, meski tatapan keduanya telah bertemu, Deeva segera memalingkan pandangan dan berpura-pura fokus pada soal yang akan ia kerjakan. Belum sempat menulis satu kata pun tiba-tiba pulpen di tangannya diambil paksa oleh Shaka. Lelaki itu juga mengambil buku catatan dan memasukan semuanya ke dalam tas lantas dan menaruhnya di pundak. ‘’Kesabaran gue ada batasnya, Deev!’’ ucapnya seraya menarik tangan Deeva.
“Kita pulang sekarang!’’ lanjutnya.
Tak mau kalah, Deeva menghempas tangan Shaka dengan sekuat tenaga kemudian kembali duduk mematung. Menurutnya Shaka yang salah, harusnya lelaki itu minta maaf padanya bukan malah terus-terusan bersikap seolah dia adalah korban.
‘’Lo maunya apa sih?’’
‘’Gimana gue bisa paham kalo lo nggak mau ngomong?’’
‘’Apa lo males jalan? mau gue gendong ke mobil gitu?’’ sudah kehabisan ide akhirnya Shaka asal ceplos.
Mendengar ucapan Shaka membuat Deeva seketika melotot kesal. Tanpa ba bi bu dia langsung beranjak dari tempat duduknya dan berjalan dengan cepat. Shaka pun menyusulnya, tak lupa membawakan tas Deeva yang ditinggal begitu saja.
Raffa yang sedari tadi berpura-pura memeriksa materi meeting hanya tergelak melihat sikap Shaka. ‘’Nggak suka bocah, gue sukanya wanita dewasa, wanita karir terus yang pecinta kucing.’’ Tiba-tiba ia menirukan ucapan Shaka tempo hari.
‘’Siap-siap nge ji lat ludah sendiri lo, Shak.’’ Lanjutnya dalam hati.
.
.
.
Gimana masih kurang nggak guys??
tinggalin jejak like, komen, siram kopi sama awur bunga ntar aku up lagi🥰🥰
Aku ya gitu seperti Deeva, malah tahan diem berhari-hari. mending diam, g nguras emosi.