NovelToon NovelToon
The War Duke'S Prison Flower

The War Duke'S Prison Flower

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Dark Romance
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Luo Aige

Putri Rosella Lysandrel Aetherielle, anak bungsu Kerajaan Vermont, diserahkan sebagai tawanan perang demi menyelamatkan tahta dan harga diri keluarganya.

Namun yang ia terima bukan kehormatan, melainkan siksaan—baik dari musuh, maupun dari darah dagingnya sendiri.

Di bawah bayang-bayang sang Duke penakluk, Rosella hidup bukan sebagai tawanan… melainkan sebagai alat pelampiasan kemenangan.

Dan ketika pengkhianatan terakhir merenggut nyawanya, Rosella mengira segalanya telah usai.

Tapi takdir memberinya satu kesempatan lagi.

Ia terbangun di hari pertama penawanannya—dengan luka yang sama, ingatan penuh darah, dan tekad yang membara:

“Jika aku harus mati lagi,
maka kau lebih dulu, Tuan Duke.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Luo Aige, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bisikan di sayap hitam

Kabut tipis masih menyelimuti halaman belakang barak Dreadholt. Udara pagi begitu dingin hingga embun membeku di pagar kayu yang tua. Deretan pot bunga berjajar seadanya, kelopaknya ada yang masih segar, ada pula yang sudah layu, seolah berjuang hidup di tengah tanah beku dan udara yang keras.

Rosella berjongkok di depan barisan bunga. Gunting kecil dengan ujung yang sudah tumpul ia gunakan untuk memotong daun-daun yang menguning. Setiap potongan ia kumpulkan ke dalam keranjang rotan di samping lututnya. Rambut pirangnya tergerai ke depan, berayun ketika angin lewat, namun matanya tetap fokus, tenang, seakan pekerjaan itu cukup untuk membuatnya lupa sebentar pada kehidupan sebagai tawanan.

Di sisi lain, Feya berlutut sambil mengerang kesal. Jemarinya kotor penuh tanah karena berulang kali menarik rumput liar yang membandel di sela pot. Ia menarik satu rumpun sekuat tenaga hingga tubuhnya hampir terjatuh ke belakang ketika akarnya akhirnya terlepas. “Kenapa rumput ini keras kepala sekali? Sudah kutarik berkali-kali, tetap saja menempel. Aku ini dokter, bukan pencabut akar.”

Ia mengangkat tangannya yang belepotan tanah, menatapnya putus asa. “Seharusnya tangan dokter memegang obat atau perban. Tapi lihatlah ini … kalau ada pasien melihatku sekarang, mereka pasti tidak akan percaya. Bisa-bisa mereka semua kabur, takut kuobati dengan segenggam lumpur.”

Rosella menunduk sedikit, menahan senyum yang hampir muncul di wajahnya.

Lyrra berdiri tak jauh dari mereka. Ia menggenggam kantung kecil berisi pupuk, menaburkannya pelan di pangkal bunga. Meski pakaiannya lusuh, caranya tetap rapi dan anggun. “Feya, kalau kau terus mencabut dengan kasar begitu, akarnya bisa ikut rusak. Bunganya akan mati sebelum sempat mekar.”

Feya menoleh cepat, matanya membulat sebal. “Aku sudah mencoba hati-hati, Lyrra. Tapi kalau terlalu pelan, sampai musim depan pun rumput ini tak akan lepas. Kau enak, hanya menabur pupuk. Sementara aku harus berperang dengan rumput liar yang seolah dikutuk agar tak pernah mati.”

Rosella akhirnya tersenyum tipis, meski hanya sebentar, lalu kembali memangkas daun-daun yang kering.

Namun sebelum salah satu dari mereka sempat bicara lagi, suara kepakan sayap berat memecah keheningan. Dari balik kabut, seekor gagak hitam besar melayang rendah. Bulunya berkilau legam, sayapnya mengepak kuat hingga udara dingin bergetar. Burung itu hinggap di pagar kayu yang rapuh, matanya menatap lurus dengan sorot tajam.

“KRAK!”

Feya menjerit kaget, rumput yang barusan ia cabut terlempar dari tangannya. “Ya ampun, gagak! Rosella, cepat usir! Itu pertanda buruk!” Ia berlari kecil lalu bersembunyi di belakang Rosella, wajahnya pucat. “Kalau aku mati hari ini, katakan pada semua orang … aku mati bukan karena sakit, tapi karena diserang burung hitam!”

Lyrra mematung, kantung pupuk nyaris terlepas dari tangannya. Wajahnya tegang, bibirnya bergetar saat bersuara, “Gagak di Vermont itu lambang kesialan. Mengapa ia muncul di hadapan kita?”

Berbeda dari keduanya, Rosella tetap tenang. Ia berdiri perlahan, gaunnya bergeser menyapu tanah, lalu melangkah mendekat ke pagar. Tatapannya lurus pada burung itu, tanpa gentar, tanpa ragu.

Burung itu tidak terbang pergi. Sayapnya hanya bergetar sekali, kepalanya menunduk rendah, seakan menanti sesuatu dari Rosella.

Rosella berdiri tegak, di belakangnya Feya masih bersembunyi, suaranya panik.

“Rosella! Jangan dekat-dekat! Itu burung kutukan, kalau kau Sampai menyentuhnya, nanti bisa celaka. Kau tahu kan, Orang-orang di Vermont pernah berkata, sekali tatapan gagak bisa bikin orang jatuh sakit tujuh hari tujuh malam!”

Rosella tetap tidak menjawab. Sorot matanya lurus pada burung hitam itu. Ia mengangkat tangannya perlahan, jemarinya sedikit bergetar karena dingin, bukan karena takut.

Lyrra menahan napas, suaranya nyaris berbisik. “Kau sungguh berani, bahkan aku tak sanggup menatap matanya terlalu lama.”

Feya menepuk wajahnya sendiri, bersembunyi setengah putus asa. “Oh langit, gadis ini benar-benar nekat. Kalau sampai ada hal aneh terjadi, aku akan menjadi saksi sekaligus dokter yang tak tahu cara mengobati kutukan burung.”

Namun Tenebris tidak menyerang. Burung itu justru diam, menundukkan kepala, sayapnya bergetar pelan. Saat jemari Rosella hampir menyentuh, bulu hitamnya terasa dingin di ujung jari, seolah menyimpan rahasia.

Sesaat suasana hening. Rosella menarik napas dalam, dan dengan suara lirih ia berkata, “Tidak semua yang kelam membawa celaka.”

Feya mengintip dari balik punggung Rosella, lalu bergumam lirih tapi jelas. “Kalau besok pagi kau tiba-tiba berubah jadi burung, jangan harap aku tahu cara menyembuhkanmu.”

Lyrra menunduk pelan, masih tertegun antara kagum dan ngeri.

Rosella kembali mengatur napas, jemarinya menyusuri bulu hitam Tenebris yang dingin dan halus. Burung itu tidak menolak, hanya diam menundukkan kepala, seolah mendengarkan sesuatu yang tak terdengar oleh telinga manusia. Rosella menatapnya lama, lalu bibirnya melengkung tipis, seperti sedang berbisik pada sahabat lama.

Feya masih bersembunyi di belakangnya, wajah pucat dengan mata terpejam. “Oh langit, gadis ini pasti sudah kehilangan akal, ia tersenyum pada burung hitam. Kalau besok dia tiba-tiba berbicara dengan kucing atau batu, aku tak akan heran lagi.”

Lyrra berdiri membeku, dadanya naik turun pelan, tatapannya berganti antara Rosella dan burung itu. Ada ketegangan yang tak bisa ia jelaskan.

Suasana itu tak bertahan lama. Dari arah barak terdengar derap langkah berat. Beberapa prajurit muncul, diikuti Varron, lalu sosok yang paling ditunggu—Orion. Mantel hitamnya berkibar, dan tatapan biru tajamnya seketika menangkap pemandangan aneh di hadapannya. Rosella berdiri tenang, bibirnya melengkung samar, seakan sedang bercakap dengan gagak hitam yang bertengger di pagar.

Prajurit-prajurit yang menyertai sontak mengangkat senjata, seakan hendak melindungi Tenebris dari kemungkinan ulah tawanan itu. Namun Orion mengangkat tangannya. Gerakan singkat, tegas, cukup untuk menghentikan langkah mereka.

“Jangan mendekat.”

Salah satu prajurit memberanikan diri menoleh ke arahnya, wajahnya tegang. “Tuan Duke, itu Tenebris. Burung itu tak pernah mendekat pada siapa pun selain anda. Bagaimana bisa sekarang hinggap begitu jinak di hadapan tawanan?”

Tatapan Orion menyapu mereka, tajam dan dingin, seakan memotong keresahan yang terucap.

“Karena itu biarkan saja,” ujarnya singkat. “Kalau Tenebris memilih diam di sisinya, maka tidak seorang pun di antara kalian yang berhak menyentuhnya.”

Keheningan menekan halaman. Prajurit-prajurit itu saling pandang, ragu, tapi tak ada yang berani membantah. Orion menurunkan tangannya perlahan, suaranya kembali datar namun menusuk.

“Kembali ke pekerjaan masing-masing. Jangan mengusik sesuatu yang bahkan tidak kalian mengerti.”

Dengan enggan, mereka menurunkan senjata dan mundur. Hanya Varron yang sempat menoleh sekali lagi, keningnya berkerut penuh keheranan, sebelum ikut berbalik.

Kini hanya Orion yang masih berdiri. Diam, namun matanya tak bergeser sedikit pun dari Rosella—gadis tawanan yang entah bagaimana, mampu berdiri begitu tenang di hadapan makhluk yang bagi banyak orang hanyalah lambang celaka.

~oo0oo~

Malam turun di atas Dreadholt. Kabut pagi berganti dengan hawa dingin yang menusuk, bulan pucat menggantung rendah di langit. Api di perapian sudah mengecil, menyisakan bara merah yang sesekali berderak pelan.

Orion berdiri di ruang kerjanya, mantel hitam masih melekat di bahu. Ia belum juga beristirahat. Tatapannya sibuk menelusuri peta di meja besar, sementara sunyi menyelimuti ruangan, hanya denting jam dinding yang terdengar.

Ketukan lembut tiba-tiba terdengar di kaca balkon. Orion menoleh, alisnya sedikit terangkat. Di luar jendela, bayangan hitam bertengger—Tenebris. Burung itu menunduk, lalu mengetuk kaca sekali lagi dengan paruhnya, seakan menuntut perhatian.

Orion melangkah mendekat. Dengan gerakan singkat ia membuka jendela. Angin malam yang dingin menerpa masuk, membuat tirai berkibar. Tenebris melompat ringan, mengepakkan sayap sebentar sebelum bertengger rapi di dalam ruangan.

Mata biru Orion menatapnya tajam. Wajahnya tetap dingin, namun ada sesuatu yang samar di balik tatapan itu. Bibirnya bergerak, suaranya rendah, datar, tapi nadanya lain—nada yang hanya dimengerti mereka yang mengenalnya lama.

“Sudah puas bermain?” tanyanya, seolah berbicara pada anak kecil yang pulang terlambat. “Mengacau di halaman, membuat prajuritku gelisah… lalu kembali padaku seakan tak terjadi apa-apa.”

Tenebris mengeluarkan suara serak pendek, kepalanya sedikit miring. Orion menahan pandangannya sebentar, lalu menutup jendela kembali.

“Kau selalu tahu ke mana harus pulang,” lanjutnya, dingin tapi jelas. Jemarinya sempat terangkat, seakan hendak mengusap udara, namun berhenti sebelum benar-benar menyentuh. “Jangan membuatku harus menjagamu seperti bocah nakal, Tenebris.”

Rautnya tetap tanpa senyum, tanpa guratan hangat. Namun dari cara ia menatap, dari nada yang nyaris tak terdengar, jelas ada perhatian tersembunyi yang tak pernah ia tunjukkan pada manusia.

Burung itu menunduk rendah, lalu berdiam di sandaran kursi, seakan menemukan tempatnya kembali. Orion berbalik, kembali menatap peta di meja, seolah tak peduli—padahal ia tahu malam itu berbeda, setelah melihat siapa yang dipilih Tenebris untuk didekati.

Tenebris menetap di sana, sayapnya terlipat rapi, enggan pergi lagi malam itu. Orion kembali duduk. Jemarinya bergerak di atas peta, namun matanya tak benar-benar membaca. Bayangan Rosella di halaman, berani menyentuh Tenebris tanpa gentar, terus menghantui pikirannya.

Hening menguasai ruangan. Bara perapian berderak kecil, jam dinding berdetak lambat.

“Rosella .…” Namanya terucap lirih, lebih seperti gumaman yang ia uji di lidahnya sendiri. “Apa yang membuatmu berbeda, hingga Tenebris memilihmu?”

Ia bersandar ke kursi, wajahnya tetap dingin, tapi kilatan tanya jelas tak bisa ia padamkan. Tenebris menoleh sebentar, seolah mengerti, lalu kembali menunduk.

Orion mengepalkan tangan di atas meja, pandangannya menembus peta seakan mencari jawaban. “Kalau kau berbahaya, aku akan menghentikanmu dengan tanganku sendiri.”

Kalimat berikutnya hanya gumaman pelan, nyaris tertelan suara bara yang pecah. “Tapi … jika kau adalah sesuatu yang lebih .…”

Ia tidak melanjutkan. Sorot birunya kembali dingin, penuh tekad, tapi ada sesuatu yang berbeda—campuran kecurigaan, minat, sekaligus ancaman yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

Tenebris mengeluarkan pekikan lirih, lalu membisu, seakan menjadi saksi pikiran tuannya.

Malam itu Orion memejamkan mata sejenak, tapi ia tahu jawabannya belum datang. Yang ada hanyalah satu kepastian, mulai saat ini, ia takkan membiarkan Rosella luput dari pengamatannya.

.

.

.

Bersambung ....

1
ronarona rahma
/Good/
yumin kwan
jgn digantung ya Kak.... pliz.... sampai selesai di sini.
Xuě Lì: Do'akan agar saya tidak malas wkwkw:v
total 1 replies
Tsuyuri
Nggak sabar nih, author update cepat yaa!
Xuě Lì: Otw🥰
udah selesai nulis hehe🤭
total 1 replies
Marii Buratei
Gila, endingnya bikin terharu.
Xuě Lì: Aaa! makasih🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!