Keinginan untuk dipeluk erat oleh seseorang yang dicintai dengan sepenuh jiwa, merasakan hangatnya pelukan yang membungkus seluruh keberadaan, menghilangkan rasa takut dan kesepian, serta memberikan rasa aman dan nyaman yang tak tergantikan, seperti pelukan yang dapat menyembuhkan luka hati dan menenangkan pikiran yang kacau, memberikan kesempatan untuk melepaskan semua beban dan menemukan kembali kebahagiaan dalam pelukan kasih sayang yang tulus.
Hal tersebut adalah sesuatu yang diinginkan setiap pasangan. Namun apalah daya, ketika maut menjemput sesuatu yang harusnya di peluk dengan erat. Memisahkan dalam jurang keputusasaan dan penyesalan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Anonimity, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 22 : Calon Ibu Tiri
Tadinya Fonix berniat langsung pergi ke kediaman Natio, untuk menjemput Shani secara paksa. Namun dia mengurungkan niat tersebut, dan memutuskan untuk bertemu terlebih dahulu dengan seseorang.
Fonix memarkirkan mobilnya di depan sebuah perusahaan besar. Fonix keluar dari mobilnya dan memasuki gedung perusahaan tersebut. Fonix menghampiri resepsionis menanyakan apa yang dia cari berada di sini.
"Ada yang bisa saya bantu, tuan?" Tanya petugas resepsionis.
"Saya ingin bertemu dengan Nona Veranda." Ujar Fonix.
"Sudah ada janji sebelumnya?" Tanya resepsionis sekali lagi. Fonix menggeleng.
"Baik, tolong tunggu sebentar tuan.." Fonix mengangguk pelan, sementara sang resepsionis terlihat menghubungi seseorang melalui sambungan telepon.
Setelah beberapa saat, resepsionis mengangguk dan menutup telepon. "Tuan, Bu Veranda saat ini sedang melakukan meeting, Tapi beliau meminta anda menunggu di ruangannya." kata resepsionis dengan senyum ramah. "Mari, saya antar.." tawarnya.
"Tidak perlu.." Tolak Fonix.
Fonix menuju ke lift seperti yang diarahkan sebelumnya. Dia menekan tombol lantai tertinggi dan menunggu lift bergerak. Setelah beberapa saat, lift terbuka dan Fonix melangkah keluar. Setelah beberapa saat berjalan, Fonix menemukan ruang yang dimaksud dan masuk kedalam tanpa ragu.
Fonix masuk ke dalam ruangan yang luas dan elegan, dengan dekorasi yang mewah dan modern. Dia melihat ke sekeliling, menunggu Veranda yang sedang melakukan Meeting di ruangan lain. Fonix memandang sekeliling ruangan dengan mata yang tajam, mengamati setiap detail dekorasi dan perabotan yang ada di dalamnya. Berjalan ke ujung ruangan, melihat hamparan kota Tokyo yang indah. Dia menunggu dengan sabar, tidak terlihat gelisah atau bosan, meskipun Veranda masih belum muncul.
Setelah beberapa saat, pintu ruangan terbuka dan Veranda masuk ke dalam ruangan dengan langkah yang cepat dan percaya diri. Dia memandang Fonix dengan mata yang tajam dan lembut, sebelum akhirnya tersenyum dan mendekati Fonix.
"Fonix, maafkan aku karena membuatmu menunggu," kata Veranda dengan suara yang lembut namun penuh wibawa. "Bagaimana kabarmu?"
Fonix memandang Veranda dengan mata yang penuh konsentrasi, dia tidak terlihat terganggu oleh penantian tersebut. "Tidak masalah," kata Fonix singkat, sambil memandang Veranda. "Aku ingin meminta bantuan Tante, tentang sesuatu."
Veranda memandang Fonix dengan mata yang penuh perhatian, dia terlihat penasaran dengan apa yang akan Fonix katakan. "Kamu tidak perlu seformal itu, kita bukan orang asing" kata Veranda dengan suara yang lembut. "Bagaimana kalau kita bicara sambil duduk." Tawar Veranda.
Fonix memandang Veranda dengan mata yang penuh pengertian, dia mengangguk pelan dan mengikuti Veranda ke sofa yang terletak di sudut ruangan. Mereka berdua duduk di sofa, dengan Veranda memandang Fonix dengan mata yang hangat.
"Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Veranda dengan suara yang lembut.
"Aku tau kalau perusahaan Tante berinvestasi besar pada Natio group. Hal itu juga yang menjadi pilar mereka. Aku ingin Tante menarik semua aset, dan membuat Natio Group bangkrut." Fonix mengutarakan tujuannya tanpa ragu.
Veranda memandangi anak muda di hadapannya dengan lembut. Dia tau bagaimana karakter anak ini. Sejujurnya, dialah yang memberikan nama 'Fonix', ketika pertama kali Fonix lahir ke dunia.
Veranda, sejatinya dia adalah sahabat terbaik dari Feni, ibunda Fonix. Mereka dulu pernah mencintai orang yang sama, yakni Seiya. Berbagai persaingan mereka lakukan, hingga akhirnya Veranda menyadari, kalau bersaing seperti itu, tidak akan ada hasilnya. Untuk itu, Veranda menyerah untuk mengejar Ayah Fonix dan memilih pergi demi kehidupannya. Bertahun-tahun berlalu, Veranda mendengar kabar kalau Feni dan Seiya telah menikah. Tidak ada rasa iri pada dirinya, dengan lapang dada dia datang ke pernikahan mereka. Feni menyambut Veranda dengan hangat, sebagaimana seorang teman. Persaingan yang berlangsung lama, menghasilkan sebuah persahabatan yang tidak terpisahkan.
Veranda memutuskan untuk tidak pernah menikah, karena cintanya telah di menjadi milik orang lain. Bertahun-tahun berlalu setelah pernikahan Seiya dan Feni, Veranda mengetahui kalau pernikahan Feni dan Seiya, tidak di restui oleh keluarga Feni, yang mengakibatkan dia di usir. Veranda tidak ingin ikut campur dalam masalah itu. Tapi, ketika Dirinya bertemu dengan Feni lagi, setelah sekian lama, Feni meminta Veranda untuk memberikan nama pada anaknya yang baru lahir.
Veranda awalnya bingung, kenapa Feni membiarkannya menamai anaknya sendiri. Namun sekarang, Veranda mengetahui alasannya. Bahkan ketika di akhir hidupnya, Feni tetap berjuang untuk melawan penyakit bawaan yang menggerogoti dirinya. Sebagai mantan rival yang kini menjadi sahabatnya, Feni meminta Veranda secara pribadi, untuk menjaga anaknya, dan menganggap Fonix adalah anak kandungnya sendiri. Secara tidak sadar, Veranda tersenyum tipis ketika melihat kemiripan antara Fonix dan ibunya.
"Tante mengerti, Kamu ingin membalas keluarga Natio, yang telah mengusir ibumu, kan?" Terka Veranda.
"Ya, aku ingin menghancurkan mereka semua." Geram Fonix.
Veranda Terkekeh ringan, kemudian menarik Fonix kedalam pelukannya. Mengusap rambut pemuda itu pelan. "Terlalu tenggelam dalam emosi itu, tidaklah bagus. Tante dulu pernah berada di posisi, dimana harus melakukan persaingan tanpa arti, dan emosi yang besar itu meluap-luap. Tapi Tante menyadari, semua itu tidak ada artinya." Jelas Veranda.
Fonix hanya diam, tidak menolak. Fonix membiarkan Veranda memeluknya, merasakan kehangatan dan kenyamanan dari pelukan itu. Dia merasa seperti berada dalam pelukan seorang ibu, yang sudah lama dia inginkan.
Veranda melanjutkan, "Tante akan membantu kamu. Tapi kamu harus ingat, bahwa tindakanmu akan memiliki konsekuensi. Apakah kamu siap untuk itu?" Fonix mengangguk pelan, dia tahu bahwa tindakannya akan memiliki konsekuensi, tapi dia tidak peduli. Dia ingin menghancurkan keluarga Natio, dan dia akan melakukan apa saja untuk mencapai tujuannya.
Veranda memandang Fonix dengan mata yang penuh perhatian, dia tahu bahwa Fonix memiliki tekad yang kuat. "Kamu sangat mirip dengan ibumu, ya. Dia akan bangga bisa memiliki anak sepertimu."
"Aku mungkin akan segera menyusulnya.." Gumam Fonix pelan.
"Kamu bilang apa barusan?" Tanya Veranda. Gumaman Fonix tidak terdengar jelas baginya.
"Tidak, lupakan saja.." ucap Fonix sambil tersenyum.
Dia kemudian bangkit dari duduknya. "Aku permisi, aku harus menjemput seseorang." Ucap Fonix.
"Siapa? Pacarmu?" Tanya Veranda menyelidik.
"Bukan, hanya orang lain." Fonix tersenyum tipis, dia tidak ingin menjelaskan lebih lanjut tentang Shani kepada Veranda. Veranda memandang Fonix dengan mata yang penuh perhatian, dia tahu bahwa Fonix memiliki alasan yang kuat untuk melakukan apa yang dia lakukan. "Hati-hati di jalan," kata Veranda dengan suara yang lembut.
Fonix mengangguk pelan, dia tahu bahwa Veranda akan membantunya. "Terima kasih," kata Fonix dengan suara yang tulus.
Namun, langkah Fonix berhenti di daun pintu. Hal tersebut membuat Veranda bingung. "Kenapa?" Tanya Veranda.
Fonix berbalik menatap Veranda dengan serius. "Aku tau kalau alasan Tante tidak menikah sampai sekarang, Tante masih mencintai ayahku, kan?" Tanya Fonix. Veranda sedikit tersentak, dia menunduk membenarkan ucapan Fonix.
"Jangan merasa bersalah, Jika Tante mencintai ayahku, perjuangkan dia. Anggap saja ini kesempatan kedua yang kuberikan. Aku tidak masalah jika Tante menjadi ibu tiriku." Ucap Fonix.
Veranda terkejut dengan kata-kata Fonix, dia tidak menyangka bahwa Fonix mengetahui tentang perasaannya terhadap Seiya. Dia memandang Fonix dengan mata yang penuh haru, merasa terharu dengan kematangan dan kebaikan hati Fonix.
"Fonix.." Gumam Veranda dengan suara yang lembut.
"Sampai jumpa.." Ucap Fonix sembari melambaikan tangan.