Aruna gadis sederhana dari keluarga biasa mendadak harus menikah dengan pria yang tak pernah ia kenal.
Karena kesalahan informasi dari temannya ia harus bertemu dengan Raka yang akan melangsungkan pernikahannya dengan sang kekasih tetapi karena kekasih Raka yang ditunggu tak kunjung datang keluarga Raka mendesak Aruna untuk menjadi pengganti pengantin wanitanya. Aruna tak bisa untuk menolak dan kabur dari tempat tersebut karena kedua orang tuanya pun merestui pernikahan mereka berdua. Aruna tak menyangka ia bisa menjadi istri seorang Raka yang ternyata seorang Ceo sebuah perusahaan besar dan ternama.
Bagaimana kehidupan mereka berdua setelah menjalani pernikahan mendadak ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noor.H.y, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 First kiss
Raka berjalan dengan membawa buket bunga lily ditangannya. Ia tekan bel saat tiba di depan pintu, tak butuh waktu lama Aruna membukakan pintu.
Melihat pintu terbuka, Raka dengan cepat menyembunyikan bunganya di belakang punggung.
"Mas Raka sudah pulang... Ayo kita udah nunggu kamu dari tadi loh".
"Kita ? Memangnya ada siapa lagi selain kamu dan ibu di dalam?"
"Itu tadi Nawa sama Bang Adam kesini, terus sekalian aja deh ibu ajak mereka makan malam bersama".
Raka terdiam, "Pantas saja saya lihat ada mobil di depan yang tampak tak asing". Batin Raka
"Tunggu, Mas Raka bawa sesuatu ?".
Raka mengernyit lalu mengulurkan tangannya yang membawa sebuket bunga di hadapan Aruna "Ini buat kamu, nggak sengaja tadi lihat dijalan".
"Wah.. Cantik banget bunganya". Puji Aruna lalu menatap ke arah Raka yang ternyata sudah pergi masuk ke dalam.
"Ck.. Ternyata dia yang dingin bisa sweet juga". Lirih Aruna lalu tersenyum saat menatap langkah Raka yang semakin jauh.
Raka melangkah masuk ke meja makan. Disana terlihat Bu Murni sedang menyiapkan makanan di meja bersama Nawa, sedangkan Adam sudah duduk di kursi menatap ke arahnya.
Raka mencium tangan Bu Murni saat sudah sampai di meja makan.
"Nak Raka, ayo duduk.. Kita semua sudah menunggu kamu dari tadi".
"Maaf Bu, tadi di jalan sedikit macet". Ucap Raka lalu duduk di kursi bersebrangan dengan Adam.
Saat melihat Aruna masuk, Adam berdiri lalu menarik kursi agar Aruna duduk disampingnya, tetapi dengan cepat Raka menarik tangan Aruna agar duduk di sampingnya.
"Duduk sini, dekat suami". Ucap Raka datar sembari menatap Adam sinis.
Aruna mengernyit bingung dengan sikap suaminya yang mendadak posesif "Iya.. Ini duduk".
Adam yang melihatnya hanya tersenyum getir lalu duduk kembali.
Saat makanan sudah siap di meja makan, Bu Murni dan Nawa ikut bergabung duduk dan bersiap untuk makan.
"Ayo kita mulai makan.. " Seru Bu Murni, lalu melirik ke arah Raka
"Nak Raka maaf karena Ibu nggak tau kesukaan kamu apa, jadi Ibu masak seadanya aja".
"Nggak apa Bu, ini juga kelihatannya enak".
"Jangan salah Pak Raka, masakan ibu itu terenak nomor satu si di kalangan ibu-ibu". Seru Nawa memuji masakan Bu Murni
"Bisa aja kamu Nawa". Balas Bu Murni
"Emang benar kok Bu, nyatanya Nawa sama Bang Adam aja sering kesini dulu cuma untuk makan masakannya Ibu. Iya kan Bang?"
Adam mengangguk "Iya.. Masakan ibu memang the best". Tambah Adam
Sedangkan Aruna tetap makan saat mendengar kedua orang yang ada di hadapannya terus memuji masakan ibunya.
Raka mengunyah makanannya dengan sedikit berfikir saat mendengar kalau Adam ternyata sering datang berkunjung kerumah Aruna. Wah ternyata benar dugaannya selama ini bahwa Adam ada perasaan lebih terhadap Aruna. Entah kenapa dadanya terasa panas merasa tak suka dengan kehadiran Adam walaupun Aruna nampak biasa saja.
"Gimana Nak Raka? Apa benar seenak yang mereka berdua katakan?". Tanya Bu Murni pada Raka
Raka mengangguk "Benar enak Bu, sudah lama saya nggak merasakan masakan rumahan seperti ini".
"Sering-sering kesini, nanti ibu masakin yang banyak buat kamu". Ucap Bu Murni sembari tersenyum
Raka pun mengangguk, lalu melanjutkan makannya lagi.
* *
Setelah selesai makan malam, Nawa dan Adam pulang. Aruna mengantar kedua sahabatnya kedepan, sedangkan Raka lebih memilih duduk di teras belakang rumah Aruna yang terasa sejuk dengan cahaya rembulan dimalam hari yang begitu terang.
"Teh jahe buat ibu, katanya biar badan jadi rileks". Aruna meletakkan secangkir teh jahe buatan ibunya, lalu ikut duduk di samping Raka.
"Terimakasih". Diambilnya cangkir teh, lalu ia minum sedikit karena masih terasa panas sekali.
Aruna menatap ke arah Raka "Sepertinya aku mau disini dulu menemani Bapak, lagian setelah menikah aku baru pulang kerumah Bapak lagi, rasanya masih rindu dengan rumah ini dan seisinya".
"Hm.. Saya temani".
Aruna mengernyit bingung "Maksudnya.." Aruna menggeleng "Tunggu.. Mas Raka juga mau tinggal disini, nemenin aku gitu?".
Raka mengangguk "Kenapa? Apa ada yang salah?".
"Ya salah.. Eh maksudnya kenapa gitu. Nggak biasanya Mas Raka kaya gini mau nurutin kemauanku". Ucap Aruna tampak tak mengerti, biasanya dia suka mengatur dan tak pernah mau mengerti Aruna.
"Saya suka dengan rumah ini, saya mau tinggal disini.. Selama yang kamu inginkan". Balas Raka menatap Aruna
"Tapi rumah ini kecil, nggak sebesar rumah Mas Raka".
"Kenapa ? Saya nggak masalah. Walaupun kecil tapi saya merasakan arti sebuah kehangatan keluarga yang sesungguhnya disini".
Aruna masih terdiam, masih belum bisa mencerna sikap Raka yang tiba-tiba saja menurutnya aneh.
"Saya capek mau mandi lalu tidur". Raka melangkah pergi masuk kedalam rumah, Aruna pun dengan cepat menyusul langkah Raka.
"Tunggu.. Mas Raka yakin nggak mau pulang aja?". Tanya Aruna lagi sesaat sampai di dalam kamar
Raka mengernyit menatap Aruna sembari melepas kancing lengan kemejanya "Kenapa si Aruna.. Segitu nggak sukanya kamu dengan keberadaan saya, sampai harus berulang kali bertanya".
"Ya nggak gitu juga.. Memangnya Mas Raka bawa baju ganti? Secara saya nggak punya baju disini buat ganti, paling bajunya Bapak".
"Ck.. Saya bawa baju, dan bisa kamu tolong ambilkan di mobil. Saya mandi dulu". Ucap Raka lalu melangkah pergi ke kamar mandi meninggalkan Aruna yang terduduk mematung.
"Wah.. Ternyata dia sudah merencanakannya, sampai bawa baju ganti segala. Ck.. Dasar". Gumam Aruna lalu berjalan keluar berniat mengambil baju ganti Raka.
* *
Aruna menatap Raka yang duduk di atas ranjang dengan laptop didepannya yang masih menyala.
"Kenapa ? Masih mau memastikan apa saya akan tidur disini atau pulang". Tanya Raka saat menyadari Aruna sedang menatap kearah nya sedari tadi.
"Ck.. Cuma lagi mikir aja, kamu harus tidur dimana coba. Sofa nggak ada, di lantai nggak mungkin juga karena aku nggak sekejam itu juga".
Raka mendongak menatap Aruna. Lalu menutup laptop di depannya dan meletakkannya di atas meja.
"Saya tidur diranjang".
"Nggak ya.. Terus aku yang harus tidur di lantai gitu".
"Diranjang juga kan bisa, di samping saya". Ucap Raka santai sembari menepuk sisi ranjang disampingnya
Aruna menatap curiga kearah Raka.
"Nggak usah gitu juga menatap saya, saya nggak akan ngapa ngapain juga".
"Ck.. Mulut lelaki mana ada yang bisa di percaya".
"Kalau mulut lelaki seperti mantan kamu yang meninggalkan kamu terus menikah dengan wanita lain itu mungkin nggak bisa dipercaya, tapi nggak dengan saya".
"Nggak usah bawa-bawa mantan deh". Aruna merengut merasa kesal lalu berjalan menuju ranjang.
Tiba-tiba langkah Aruna yang santai sesaat limbung saat kakinya tak sengaja tersandung kaki bawah ranjangnya.
Aaaakh.. Brukk !
Aruna terjatuh di atas ranjang, tubuhnya mendarat tepat di atas Raka. Waktu seolah berhenti. Mata mereka saling terkunci, tak ada kata-kata yang terucap, hanya dentuman jantung yang terdengar di telinga masing-masing. Jarak wajah begitu dekat, hingga hangat napas Raka menyapu pipi Aruna.
Aruna menelan ludah, jemarinya refleks menggenggam kaos yang dikenakan Raka, sementara tatapan Raka tak sedikit pun berpaling. Ada tarikan tak kasat mata yang membuat keduanya tak mampu mengalihkan pandangan.
Entah siapa yang bergerak lebih dulu—hanya dalam sekejap—ruang di antara mereka menghilang. Bibir mereka pun bertemu.
Cup!
* * *