Hanum Salsabiela terpaksa menerima sebuah perjodohan yang di lakukan oleh ayahnya dengan anak dari seorang kyai pemilik pondok pesantren tersohor di kota itu. Tidak ada dalam kamus Hanum menikahi seorang Gus. Namun, siapa sangka, Hanum jatuh cinta pada pandangan pertama saat melihat sosok Gus yang menjadi suaminya itu. Gus Fauzan, pria yang selalu muncul di dalam mimpinya, dan kini telah resmi menikahinya. Namun siapa sangka, jika Gus Fauzan malah telah mencintai sosok gadis lain, hingga Gus Fauzan sama sekali belum bisa menerima pernikahan mereka. “Saya yakin, suatu saat Gus pasti mencintai saya“ Gus Fauzan menarik satu sudut bibirnya ke atas. “Saya tidak berharap lebih, karena nyatanya yang ada di dalam hati saya sampai sekarang ini, hanya Arfira..” Deg Hati siapa yang tidak sakit, bahkan di setiap malamnya suaminya terus mengigau menyebut nama gadis lain. Namun, Hanun bertekad dirinya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julia And'Marian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 22
"Mungkin kita akan melihat gedung yang akan di gunakan acara tahunan nanti." Ucap Ustadz Dafa. Matanya menatap lurus ke depan sana tidak menatap lawan bicaranya.
"Loh, saya pikir acaranya autdoor, rupanya di dalam gedung toh." Kata Hanum.
"Maaf Ning, kemarin saya sebelumnya sudah mendiskusikan dengan kyai Al-Ghazali, kami sepakat jika acaranya di adakan di gedung. Kebetulan gedungnya tidak di pakai, lumayan besar juga untuk menampung tamu undangan yang akan di undang oleh pak Kyai. Tapi, mari kita lihat dulu, mungkin saja ning kurang berkenan, ataupun kurang cocok, kita akan cari solusinya."
"Emangnya bisa di ubah ya, Ustadz?"
Ustadz Dafa terkekeh. "Jelas tentu bisa, dong Nimg."
Ustadzah Rahayu melihat kekehan ustadz Dafa sampai tertegun, seumur dirinya mengajar di pondok pesantren ini, baru sekali ini dirinya melihat pria bersorban putih itu terkekeh. Biasanya ustadz berwajah tampan dan menyejukkan hati itu selalu memasang wajah datarnya.
Ustadz Dafa berdekhem saat menyadari sesuatu. "Ekhm, jika Ning Hanum ingin melihat tempatnya, mari.. saya dan ustadzah Rahayu akan menunjukkannya," ucap ustadz Dafa.
Hanum menganggukkan kepalanya, lalu mereka bertiga berjalan menuju sebuah gedung yang ada di pondok pesantren itu, gedung yang cukup lumayan besar, yang memang di bangun untuk acara tertentu oleh kyai Al-Ghazali.
Ketiganya berjalan sambil berbincang tentang acara apa-apa saja yang akan di buat. Apalagi mereka harus mempersiapkannya dengan matang. Beberapa santri juga akan turut memeriahkan acara tahunan pondok pesantren ini, dan pastinya banyak tamu undangan yang akan datang ke sana, termasuk wali santri...
*
"Astaghfirullah, Abi ngomong apa sih? Fauzan nggak akan mencampakkan istrinya, Abi ini kenapa ada pikiran seperti itu sih?" Omel ummi Sekar pada suaminya.
Kyai Al-Ghazali menghela nafasnya kasar. Andai istrinya tau apa yang telah di ucapkan anak laki-lakinya itu, pasti istrinya akan marah. "Ummi nggak tau aja, ini anak udah–"
"Abi... Jangan gitu lah. Fauzan tadi malam cuman bercanda doang. Jangan di ambil hati." Sela Gus Fauzan, lalu beranjak dari duduknya dan duduk di samping sang Abi.
"Bi, jangan ngomong sama ummi, nanti ummi darah tingginya kambuh. Fauzan nggak mau kalah sampai terjadi sesuatu sama ummi." Bisik Gus Fauzan.
Kyai Al-Ghazali mendengus, matanya melirik sebal anak laki-lakinya itu. "Bener? Yang tadi malam cuman bercanda? Kalau apa yang kamu katakan tadi malam bener bagaimana? Mau Abi apakan kamu nanti?" Ucap kyai Al-Ghazali sambil mengerling tajam.
Gus Fauzan merutuki dirinya. Dirinya jadi bingung kan haru mengatakan apa. Dirinya tidak mungkin mengatakan jika akan tetap menikahi Arfira suatu saat nanti. Bisa marah sang Abi dan ummi. Apalagi ummi Sekar yang punya tekanan darah tinggi.
"Iya Abi, Fauzan cuman bercanda. Siapa juga yang mau canpakin gadis sebaik Hanum? Shalehah pula." Ucap Gus Fauzan tanpa sadar memuji Hanum.
Ummi Sekar tersenyum mendengar itu. "Iya, dan kamu harusnya bersyukur memiliki istri seperti Hanum. Bukan cuman cantik saja, tapi dia juga baik... Ummi saja bangga sekali punya menantu seperti Hanum." Seru ummi Sekar dengan mata yang berbinar saat memuji Hanum.
Gus Fauzan menundukkan kepalanya, entah mengapa perkataan ummi membuatnya sendiri malu. Umminya saja yang ibunya memuji Hanum seperti itu, tapi dirinya malah menyia-nyiakan wanita itu. Padahal Hanum tidak banyak menuntut, Hanum selalu mengusahakan hal yang terbaik untuk dirinya. Bahkan gadis itu selalu berbuat baik, melakukan tugasnya sebagai seorang istri, namun Fauzan yang menutup mata selama ini.
"Syukurlah kalau dia sudah buka mata tentang Hanum. Dia harusnya bersyukur punya istri yang baik, kalau saja dapat istri lain belum tentu sebaik Hanum. Ya, kamu buang Hanum, dan di luaran sana banyak pria yang baik yang mendambakan Hanum.." cetus kyai Al-Ghazali yang rupanya masih kesal dengan perkataan Gus Fauzan semalam, dirinya yakin jika anaknya itu mengatakan hal yang sebenarnya bukan berbohong.
"Fauzan nggak akan pernah buang Hanum, Abi. Jadi jangan pernah berpikir tentang hal itu." Ucap Gus Fauzan, sambil menggeram kesal.
Ummi Sekar tersenyum. "Sudahlah, kita sudah tau jika Fauzan dan Hanum sudah menikah. Mereka juga sudah berjanji di hadapan Allah. Dan ummi berdoa semoga kalian selalu bahagia." Ucap ummi Sekar.
Fauzan mengaminkan doa itu.
"Yasudah sana kamu ke kelas. Katanya mau ngajar." Kata kyai Al-Ghazali.
Gus Fauzan mengangguk, lalu bangkit dari duduknya dan pamit pergi dari ndalem.
Gus Fauzan berjalan tergesa-gesa menyusuri koridor panjang pondok pesantren. Wajahnya tampak cemas dan sesekali melirik ke segala arah, mencari keberadaan Hanum dan ustadz Dafa. Gus Fauzan bukannya pergi masuk ke kelas untuk mengajar para santrinya, tapi dirinya malah sibuk mencari keberadaan Hanum dan ustadz Dafa. Rasanya Gus Fauzan tak rela istrinya pergi dengan laki-laki.
Alisnya berkerut saat mengingat Hanum, istrinya, yang pergi bersama Ustadz Dafa. Meskipun Ustadzah Rahayu turut serta, rasa tidak suka dan curiga terus menggelayut di hatinya. Langkah Gus Fauzan semakin cepat, seolah-olah setiap detik sangat berharga. Kegelisahan jelas tergambar di wajahnya.
Gus Fauzan bergerak gelisah, matanya terus menyapu sekeliling mencari keberadaan Hanum yang pergi dengan ustadz Dafa. Sampai dirinya teringat jika mereka akan berdiskusi bersama perihal acara tahunan pondok pesantren. Pikiran Gus Fauzan langsung tertuju pada gedung yang ada di pondok pesantren ini.
Gus Fauzan berjalan cepat menuju gedung yang terletak di sudut pondok pesantren, hatinya berdegup kencang, rasa cemas bercampur khawatir menguasai dirinya.
Matahari sudah mulai naik, memberikan warna keemasan yang menyinari bumi, namun hati Gus Fauzan yang semakin panas, sama seperti cahaya matahari itu.
Sedangkan di dalam gedung itu. Ketiganya sedang melihat-lihat luas. Mereka akan menempatkan beberapa alat di sana untuk membantu performa tampil santri nanti.
"Bagaimana Ning?" Tanya ustadz Dafa.
"Eum, sepertinya bagus juga di gedung ini.. kita hanya perlu menghias saja. Gedungnya juga luas, cukup untuk tamu undangan yang banyak." Sahut Hanum.
"Kalau masalah menghias ruangannya tenang saja, Ning. Di sini banyak ustadzah yang berbakat soal itu. Apalagi alat-alat dekorasinya juga tersedia di sini." Timpal ustadzah Rahayu.
Hanum menganggukkan kepalanya, "Alhamdulillah, kalau semuanya ada."
Mereka mengucapkan syukur,
"Sekarang kita mulai saja, acaranya juga seminggu lagi. Saya sudah bawa laptopnya, Ning bisa buat langsung mau seperti apa dekorasinya." Ucap ustadz Dafa sambil meletakkan laptop yang memang di bawa olehnya tadi di meja yang ada di sana.
Hanum mengangguk, lalu dirinya mendekat, dan sibuk mendesain kira-kira ingin ruangannya di dekor seperti apa.
Saat keduanya sedang fokus, namun tiba-tiba...
"Aduhh." Ustadzah Rahayu memekik sambil memegangi perutnya.
"Astaghfirullah, ustadzah kenapa?" Tanya Hanum sambil menoleh ke arah Ustadzah Rahayu.
"Perut saya sakit, Ning. Kayaknya makan sambel kebanyakan tadi"
"Ya ampun... Yasudah ustadzah pergi ke kamar mandi saja." Kata Hanum.
Ustadzah Rahayu meringis. "Maaf ya Ning.. saya tinggal dulu, janji saya tidak akan lama, kebetulan toiletnya juga ada di samping gedung ini" kata Ustadzah Rahayu.
Hanum menganggukkan kepalanya, membiarkan saja Ustadzah Rahayu pergi. Dirinya masih sibuk ingin mendesain gambar.
Dan karena kesibukannya itu, dirinya sampai tidak sadar jika hanya berdua dengan ustadz Dafa. Begitupun ustadz Dafa yang sibuk dengan ponselnya, membaca email yang masuk...
"Haram hukumnya hanya berduaan saja, apalagi yang satunya lagi sudah punya suami"
Deg
Hanum dan ustadz Dafa langsung menoleh, keduanya tersentak saat melihat keberadaan Gus Fauzan yang berdiri di sana sambil menatap sinis keduanya.
ada yah Gus macam itu
🤦🤦🤦🤦
bikin Emosi dan Kesel soal Gus Abal-abal yg sok Suci dan Bener itu 😡😤
biar ucapannya dilihat sendiri... siapa yg demikian hina nya melakukan apa yg dituduh kan nya itu 😡😡😡😤
itulah akibat nya, bergaul dengan lawan jenis walau disebut Klien..
intinya Barangsiapa telah melanggar aturan Alloh, pasti ada Akibat yg di Tanggung nya !!!