Istriku Canduku(Pengantin Pengganti

Mobil jenis Terios warna Merah silver itu kini sudah mulai membela jalan yang sudah mulai di padati oleh beragam kendaraan.

"Kak Bian, perusahaan kakak itu bergerak di bidang apa?" Tanya Raya sambil mengedarkan pandangannya keluar jendela memperhatikan para pedagang kaki lima yang sudah mulai membuka lapak mereka.

Para karyawan sudah duduk di depan ruko menunggu sang empunya datang dan membuka rukonya.

"Kami melayani segala jenis dekorasi interior. Bahan-bahan furniture nya dari produk BFI sendiri. Pabriknya ada di luar kota. Nanti kapan-kapan jika kunjungan ke sana aku ajak ya!" Sahut Bian sebelah tangannya mengusap rambut panjang nan tebal Raya.

"Wah! Keren banget bisa memproduksi furniture sendiri kak! Aku mau dong, jika nggak bentrok sama hari sekolah." Ucap Raya dengan binar mata kekaguman.

Abian tersenyum kecil mendengar respon Raya. Berbeda sekali dengan respon seseorang yang seakan merendahkan profesinya. Abian menggelengkan kepalanya merasa tidak penting mengingat hal itu. Tuhan telah memberikan gantinya yang jauh lebih sempurna dari yang dia bayangkan.

"Dulu saat kecil aku bercita-cita jika dewasa nanti dan menjadi wanita karir yang sukses. Aku ingin memiliki rumah sendiri dan membawa mbak Mini bersamaku!" Jelas Raya sambil tersenyum geli mengingat cita-citanya bersama Mini.

Abian mendengar perkataan istrinya itu tersenyum kecil. "Apa sekarang cita-cita itu sudah tidak berlaku?" Tanya nya kemudian.

"Em...entahlah, aku akan mengikuti alur saja, mengikuti ketentuan sang Pencipta. Aku akan menerima apapun yang telah di gariskan untukku!" Sahutnya tanpa beban.

Abian selalu terpesona dan kagum setiap kali mendengar jawaban yang keluar dari bibir mungil istrinya itu. Raya itu jika di ajak ngobrol serius maka jawabannya selalu berbobot. Siapa sangka di balik semua itu sifatnya masih sangat polos dan manja.

Setelah berkendara kurang lebih 20 menit kini mobil terios itu sudah terparkir rapih di tempat khusus. Abian keluar lebih dulu dan berjalan ke sisi sebelahnya lagi untuk membukakan pintu mobil untuk istrinya.

"Makasih kak!" Ucap Raya sambil merapihkan dress nya.

Abian meraih sebelah tangan Raya dan membawanya masuk ke dalam Ruko dua lantai itu. Raya pun tidak menolak apa yang di lakukan Abian padanya. Raya selalu nyaman bersama suaminya itu.

"Selamat pagi Bos!" Sambut para karyawan yang berada di lantai satu itu dengan tersenyum mesem saling berbisik-bisik pelan melihat atasan mereka datang dengan menggandeng mesra seorang wanita cantik dan...imut.

Selama mereka bekerja di PT BFI, ini baru pertama kali mereka melihat salah satu atasan mereka membawa seorang wanita.

"Hm!" Jawab Bian tidak memperdulikan ekspresi para karyawan. Pria itu berjalan santai sambil menggandeng mesra yang istrinya melewati beberapa pasang mata yang menatap mereka dengan senyum mesem.

"Hush! Pak Bos, udah punya cewek ternyata!" Bisik salah satu dari mereka.

"Iya, cewek nya kelihatan masih muda banget ya!" Timpal Lainnya lagi.

"Hu'um! Masih imut-imut! Hihihi!"

"Ekh..! Siapa yang imut?"

Suara bariton dari belakang mereka sukses membuat para karyawan BFI itu terjangkit kaget.

"Eh, Pak Ifan! Bikin kaget aja deh! Itu Pak, bos Bian membawa pacarnya kesini. Pacarnya cantik dan imut-imut banget!" Jawab Ranti petugas Resepsionis itu.

Ifan menaikkan sebelah alisnya mendengar ucapan karyawan nya yang mengatakan jika Bian datang membawa pacarnya. _Istrinya_ memang semua karyawan mereka belum ada yang mengetahui pernikahan Abian. Karena memang di gelar secara privat hanya kerabat dan keluarga saja yang tahu. Rencana nanti saat resepsi baru akan digelar meriah.

Mendengar bisikan-bisik para karyawannya Ifan pun menjadi penasaran juga ingin segera melihat wajah asli istri sahabatnya itu. Untuk membunuh rasa penasarannya Ifan pun segera naik ke lantai Atas. Di lantai Atas itu terdapat beberapa ruangan. Ruangan Bian dan ruangan Ifan bersebelahan berhadapan dengan ruang untuk menyambut Tamu.

Ruangan untuk menyambut Tamu dibiarkan terbuka begitu dengan satu Set sofa produk premium BFI sendiri. Di sebelah kiri ada ruang meeting dan kubikel beberapa staf penting. Segala furniture yang ada di dalam kantor itu adalah hasil produksi BFI sendiri.

Sesampainya di lantai atas Ternyata Abian masih mengajak istrinya memperkenalkan beberapa staf penting.

"Perkenalkan ini istri saya, namanya Raya. Tidak usah kepo kapan saya menikah. Intinya saat ini saya sudah sold out!" Tekan Abian pada beberapa orang stafnya. Sekaligus mengulti mereka agar tidak bertanya kapan dia menikah.

"Siap Bos! Salam kenal Nona,,,,,"

"Nyonya Bian!"

Abian dengan cepat memotong ucapan salah satu stafnya.

"Ekh!"

Ifan berdehem sebagai kode agar Abian dan istrinya menoleh padanya. Dan itu berhasil, Abian dan Raya sontak menoleh ke belakang.

Ifan sedikit terkejut saat melihat wajah Raya. Seperti tidak asing.

"Sayang! Kenalin ini Sahabat sekaligus partner bisnis aku, namanya Pak Ifan!" Abian memperkenalkan Raya pada Ifan yang mencibir kala Abian menyebut dirinya Pak! Enak saja, aku belum setua itu ya!

"Halo pak Ifan, salam kenal. Saya istrinya Kak Bian!" Raya mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Ifan.

"Ah, iya, salam kenal juga! Panggil saja Ifan nggak usah pake embel-embel Pak! Aku dan suami mu ini seumuran kok!" Balas Ifan sambil menyambut uluran tangan Raya.

"Sialan si Bian, gue di bilang Pak, sementara dia di panggil Kakak!" Dumel Ifan sambil menatap Bian tajam. Namun yang di tatap malah membuang muka pura-pura tidak perduli.

Abian sibuk di meja kerjanya berjibaku dengan laptop dan berkas-berkas yang berserakan di atas meja. Sementara Raya duduk di Sofa. Sejam dua jam masih bisa anteng, lama-lama merasa bosan dan ngantuk.

"Kak Bian...!" Panggilnya dari arah sofa sambil menatap manja suaminya yang terlihat sangat gagah jika mode serius seperti saat ini.

"Hm!" Sahutnya sambil melambaikan tangannya memanggil Raya untuk mendekat ke padanya.

Raya yang bosan pun beranjak dari sofa mendekati kursi Bian.

"Bosan ya?" Tanya Bian sambil meraih tangan Raya dan menuntun istrinya itu untuk duduk di pangkuannya. Raya tidak menolak sama sekali. Gadis itu sudah mulai terbiasa dengan perlakuan suaminya.

"He'em! Ngantuk!" Jawab Raya sambil menyandarkan kepalanya di lengan Bian.

"Tidur aja di sofa, nggak apa-apa kok!" Ucap Bian lagi.

"Nggak mau ah, masa iya aku tidur di sana. Nanti aku jatuh!" Balasnya masih dengan posisi yang sama bersandar nyaman di lengan suaminya.

"Ada kertas sama pensil nggak kak?" Tanya Raya sambil menoleh menatap wajah suaminya yang hanya terlihat jakunnya saja.

Raya baru sadar jika jakun seorang pria itu juga merupakan salah satu pesonanya.

Raya menggelengkan kepalanya saat membayangkan yang tidak-tidak.

"Ya ampun! Ada apa dengan otakku yang suci murni ini? Apa jangan-jangan aku sudah tertular omesnya kak Bian!"

☘️☘️☘️☘️☘️