Diambang putus asa karena ditinggal sang kekasih saat hamil, Evalina Malika malah dipertemukan dengan seorang pria misterius. Adam Ardian Adinata mengira gadis itu ingin loncat dari pinggir jembatan hingga berusaha mencegahnya. Alih-alih meninggalkan Eva, setelah tahu masalah gadis itu, sang pria malah menawarinya sejumlah uang agar gadis itu melahirkan bayi itu untuknya. Sebuah trauma menyebabkan pria ini takut sentuhan wanita. Eva tak langsung setuju, membuat pria itu penasaran dan terus mengejarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ingflora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22. Reaksi
"Mbak, pasang seatbelt-nya." Rendy menunjuk ke samping dengan sopan.
"Oh, iya." Sedikit canggung, Eva menarik seatbelt-nya. Namun tersangkut. Eva berusaha menariknya tapi sulit.
"Eh, sini, Mbak." Tubuh Rendy condong ke samping membuat Eva terkejut. Pria itu membetulkan letak seatbelt itu agar mudah ditarik. Tentu saja sambil mengagumi wajah gadis itu dari dekat.
Eva sedikit tegang dan Agung sepertinya tersenyum lebar karena usahanya berhasil. Ia melepas tali seatbelt Eva yang ia tahan dari belakang. Kemudian berdehem sebentar.
Rendy tersadar. "Oh, ini sudah bisa." Ia memasang seatbelt Eva lalu kembali ke tempatnya. Wajahnya merah padam karena aksinya diperhatikan Agung dari belakang. "Ayo, kita berangkat," ucapnya salah tingkah.
Apalagi Eva. Ia langsung menatap ke arah jendela di samping.
***
"Adam, kalau ada waktu, ajak Shanti jalan-jalan. Dia tuh di rumah terus, sedih karena putus dari pacarnya," ujar Lindon sambil melirik Shanti.
Shanti tidak mengerti mengapa sang ayah melibatkan pacarnya dalam hal ini.
"Oya?" Adam melirik Shanti. "Kenapa putus?"
Tentu saja Shanti kebingungan. "Eh tidak cocok saja," jawabnya asal.
"Mau ku kenalkan dengan yang lain? Temanku banyak lho yang masih single."
Shanti melirik sang ayah. "Eh, aku masih belum ingin terburu-buru menjalin hubungan."
"Mungkin Adam bisa menghiburnya." Lindon berusaha terlihat bijak.
"Mmh, sayangnya saat ini aku lagi fokus dengan Eva. Dia sedang hamil."
"Tapi itu 'kan bukan anakmu, Adam. Kenapa harus pusing?" Lindon kembali kesal.
"Tapi aku menginginkan anak itu. Aku ingin mengangkat anak itu jadi anakku."
"Apa?" Lindon saling pandang dengan putrinya. "Tapi ...."
"Dia bukan darah dagingku? Iya, benar, tapi aku memutuskan untuk tidak mencari pasangan lagi. Cukup dengan keberadaan anak itu, sudah lengkap hidupku."
Kembali Lindon melirik putrinya dan lalu menatap Adam. Ia mengernyit dahi. "Apa kamu suka dengan Eva?"
Adam tersenyum simpul samping membetulkan duduknya. "Mmh, setidaknya aku sudah memutuskan bersama anak itu. Selebihnya biarlah mengalir apa adanya."
Lirikan Lindon pada Shanti kini cepat. Bola matanya melebar. Sekarang jelas apa yang akan terjadi berikutnya dan ia tidak akan membiarkan itu terjadi. Tidak akan!
Raut wajah Lindon tiba-tiba berubah. Ia berusaha terlihat senang. "Kalau begitu kita harus merayakannya. Mudah-mudahan, hidupmu bahagia dengan hadirnya anak ini. Cheers!" Ia mengangkat gelasnya.
"Terima kasih." Adam ikut mengangkat gelas.
Shanti mengangkat gelasnya lalu menyenggol gelas Adam dan sang ayah. "Cheers!"
Walaupun Adam senang sang paman mendukungnya, tapi tetap saja ia berusaha waspada. Ia tahu pria ini tak bisa dipercaya.
***
Mobil Adam kembali bersamaan dengan rombongan mobil yang ikut acara makan siang ulang tahun Lini. Mobil Adam bergerak maju melewati mobil-mobil itu dan juga melewati mobil Rendy yang berada paling depan. Adam yang duduk di depan tanpa sengaja melihat Eva duduk bersebelahan dengan Rendy. Dahinya mengernyit dengan mata menyorot tajam menyaksikan pemandangan di depannya. Ia tak sabar ingin segera turun dan mendatangi keduanya.
Shanti dan Lindon yang duduk di belakang mobil Adam juga kaget melihat pemandangan ini. Lindon melirik Adam yang tampak sedang menahan amarah. Tentu saja ia tersenyum senang. "Siapa suruh menyukai gadis genit macam ini!"
Baru saja Barata menepikan mobil, Adam langsung membuka pintu. Dilihatnya Eva yang turun bersama Agung berbicara dengan Rendy melalui jendela pintu mobil pria itu.
"Makasih, ya." Baru saja Eva tersenyum, terdengar suara teriakan memanggil namanya.
"Eva!"
Gadis itu menoleh. Terlihat Adam tengah tergesa-gesa mendatanginya. "Pak Adam?" Kedua mata Eva membulat sempurna.
Adam melihat begitu banyak orang yang turun dari keempat mobil itu. Mereka menatap ke arah Eva dan dirinya membuat Adam berpikir ulang menanyai Eva di sana. Dilihatnya Rendy yang juga kaget melihat keberadaannya. Karena itu, ia langsung meraih tangan Eva dan menariknya masuk ke dalam gedung. "Ayo, ikut aku. Kita harus bicara," ujarnya setengah berbisik di telinga Eva. Wajahnya tampak serius.
"Eh?"
Namun Adam bergerak cepat dengan memimpin di depan. Sedang langkah kakinya yang lebar membuat Eva kesulitan mengikuti langkah kaki Adam yang panjang.
"Pak, jangan cepat-cepat! Aku gak bisa ngikutin!"
Mendengar itu, Adam berhenti dan menghela napas sambil menurunkan egonya. Ia kemudian berusaha memperlambat langkah. Bahkan ia melepas genggamannya dan berganti dengan mendorong punggung Eva dari belakang agar bisa mengikutinya.
"Bapak kenapa sih!?" Eva benar-benar tak tahu kesalahannya. Ia bingung melihat Adam yang tak banyak bicara tapi terlihat jelas pria itu sedang marah.
"Ikuti saja perintahku." Adam bicara sambil menahan amarah. Bahkan sampai mengeratkan geraham dengan mata menatap tajam pada Eva.
Eva merasa pasti ada hubungannya dengan Rendy. "Apa ini tentang Rendy?"
Mata Adam melebar dengan senyum mengejek. "Akhirnya kamu mengakuinya."
"Tapi Bapak salah paham ...."
Pintu lift terbuka dan Adam segera menarik Eva masuk. Di sana ada beberapa orang pegawai yang langsung dipelototi Adam. "Bisakah kalian keluar, karena aku ada urusan." Walau diucapkan pelan tapi pria itu memasang wajah angker hingga para pegawai yang berada di dalam lift ketakutan hingga keluar dengan sendirinya.
Dengan cepat Adam menutup pintu dan menekan tombol lantai lima. Lalu kembali menatap ke arah Eva. Pandang matanya yang tajam dan bergerak mendekat ke arah gadis itu membuat Eva terlihat gugup dan melangkah mundur. "Coba terangkan padaku, kenapa dia ada di sini?" Dahinya mengernyit dengan pandangan penuh curiga.
"Oh, mana aku tahu ...." Eva sendiri bingung bagaimana menerangkannya sebab ia sendiri baru sadar, Rendy ada di sana untuk urusan apa? Ia sendiri tak tahu.
"Kamu bilang aku salah paham. Di mana letak salah pahamnya, heh!?" Adam mulai mengintrogasi.
"Aku datang telat dan tidak dapat tempat di mobil karena semuanya penuh dan Rendy datang dengan mobilnya. Begitu saja ceritanya," ucap Eva polos.
"Kamu pikir aku percaya?" Adam melipat tangan di dada.
"Aku tidak pandai mengarang cerita. Walau terdengar aneh tapi itu benar adanya. Kalau Bapak tidak percaya, Bapak bisa tanya sama yang lain. Lagipula aku numpang di mobilnya sama Agung, kok." Eva merengut. Ia merasa dipojokkan.
"Heh!" Adam tetap tak terima. Sempat berpikir ulang bila gadis itu jujur, tetap saja ia ingin meluapkan kemarahannya. "Eh ... bagaimana kalau kedua orang itu melakukan sesuatu yang buruk padamu, hah? Bagaimana!?"
"Melakukan apa!? Bapak jangan bicara yang tidak-tidak! Bagaimana kalau tuduhan Bapak salah alamat? Bapak sudah menuduh mereka yang bukan-bukan lho, Pak!"
Adam meninnju dinding lift dengan keras tepat di samping wajah gadis itu membuat mata Eva terbelalak. "Kamu itu istriku, APA KAMU TIDAK JUGA MENGERTI!!?"
Lift sedikit bergetar membuat Eva ketakutan. "Ah ...!"
Di saat itulah Adam reflek memeluknya. Adam bisa merasakan gadis itu menggenggam kemeja depannya erat-erat.
"Apa kita akan jatuh?" Sorot mata gadis itu terlihat nanar.
Tiba-tiba pintu terbuka membuat Adam cepat-cepat melepas pelukannya. Begitu juga Eva, ia melepas pegangan pada kemeja suaminya yang menyebabkan kemeja depannya tampak kusut.
Ada sekretaris Adam, Precille berdiri di sana. Wajahnya tampak cemas.
"Eh, aku hanya menjaganya, karena lift bergoyang." Adam tampak salah tingkah karena merasa tertangkap basah.
"Iya, tadi aku dengar. Aku takut, siapa aja yang ada di dalamnya, takut kenapa-kenapa. Tapi ternyata kalian berdua ... Bapak sama Eva gak apa-apa?" Mata Precille memeriksa keduanya.
"Oh, kami gak papa."
"Iya, kami gak apa-apa," imbuh Eva.
"Ada-ada saja masalah hari ini. Apa lift ini mulai rusak? Atau aku panggilkan petugas servis saja agar mengeceknya?" Precille tak berani masuk. Ia hanya melihat dari luar.
Bersambung ....
tapi aku nggak mau kalo cuma sekedar like👉🏻👈🏻
semoga semakin semangat updatenya akak othor!!🙏🏼💪🏼💪🏼
lagian siapa juga yang tahu klo Eva istrimu...
makanya dari awal lebih baik jujur,ini pake bilang sodara lagi
padal aku dari kemarin uda ngumpulin bab, biar bisa d baca maraton, taunya pas baca langsung hbis😭😭
"berharap ada adegan kissing nya"
pas scroll eeh malah ketemu iklan habib jaffar, langsung baca istigfar karena tau yg ku pikirkan itu dosaaaaa😭🤣🤣
ini masalahnya di keyboardmu apa emang kebijakan dari mt/nt?
sekedar nanya aja nggak ada maksud lain mak🙏🏼🙏🏼