Mengisahkan seorang pemuda yang di idam-idamkan oleh banyak wanita. Bagaimana mungkin tidak menjadi incaran para wanita? Sudah berakhlak baik, sayang dengan keluarga, bertanggung jawab, dan juga di dukung oleh wajah yang tampan.
Dia bernama Devano Alfary seorang pemuda yang yang bekerja di perusahaan "Arkana Group" yang cukup punya nama di ibu kota. Orang yang jujur dan sangat bertanggung jawab pada pekerjaannya menjadikannya incaran para wanita di kantornya.
Manakah wanita yang akan menjadi tambatan hatinya? Temukan jawabannya .... Selamat membaca.
Salam hangat dari Author.
Vincar 💫
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vincar:), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehangatan Keluarga
Hari mulai gelap, tampak ibu, Devano dan kedua adiknya berkumpul di ruang keluarga sambil di temani beberapa cemilan yang di bawa oleh Devano sebagai oleh-olehnya. Devano menanyakan perkembangan kuliah dan sekolah adiknya dan mereka saling berbagi cerita serta pengalaman.
Hingga akhirnya Devano menyampaikan kabar kalau dirinya di pindah tugaskan ke Sulawesi. Dia memberitahu apa tugas dan tanggung jawab yang akan dia jalankan di sana.
"Bu ... minggu depan Devan di pindah tugaskan ke Sulawesi untuk menyelesaikan proyek di sana yang sempat tertunda karena pimpro yang bertugas di proyek tersebut sudah mengundurkan diri. Jadi Devan di tunjuk sebagai pimpronya," ungkap Devano.
"Sulawesi? Jauh dong bang." Diva sedikit kaget mendengar penuturan Devano.
"Iya Div ... maaf Devan belum sempat meminta pendapat ibu, kalau ibu setuju atau tidak. Saat itu Devan gak punya pilihan lain selain setuju, karena perusahaan sudah menaruh kepercayaan bahwa saya dapat melakukannya," kata Devano.
"Selama itu berpengaruh positif buat karirmu, Nak. Ibu akan selalu setuju dan mendukungmu. Lakukanlah tugasmu dengan penuh tanggung jawab dan yang paling penting utamakan kejujuran," pesan ibunya. "Dan jangan lupa kabarin kabarmu selama di sana agar hati ibu merasa tenang," lanjutnya.
"Iya Bu, Devan akan selalu ingin pesan ibu. Devan akan sangat merindukan ibu di sana, tapi tenang kok tugasnya paling sekitar enam sampai delapan bulan, selesai proyeknya nanti Devan kembali lagi ke Jakarta," ujar Devano.
"Jangan terlalu pikiran keadaan ibu, kamu fokus saja pada pekerjaanmu. Kamu juga harus bersyukur untuk semuanya itu Devan, mungkin ini jalan buat kamu ngembangin karirmu. Dan yang paling penting jaga diri baik-baik, dan pandai-pandai menempatkan diri karena kebiasaan di sana pasti jauh berbeda dengan di sini."
Tampak ibunya memberi pesan untuk Devano dengan begitu tenang walaupun sebenarnya ada perasaan sedikit khawatir, karena jarak Sulawesi terbilang jauh dan tidak ada saudara atau kerabat dekat yang berada di sana.
"Jadi selama delapan bulan, bang Devan gak bisa pulang selama proyeknya belum selesai?" tanya Diva sambi mengunyah keripik singkong rasa balado.
"Bang Devan usahakan tiap tiga bulan pulang."
"Oh ... sekalian cari jodoh di sana bang, biar ada yang menyemangatin selama bekerja he ... he ... he. Eh, apa yang kukatakan mending cari jodoh yang dekat aja bang, biar gak pusing mikirin ongkos," kata Diva.
"Lagi pula yang dekat kelihatannya dah siap di lamar kayaknya," goda Diva pada pada abangnya Devano. Mendengar ucapan Diva, Devano langsung paham maksud yang dekat itu siapa. Siapa lagi kalau bukan Naura yang ada rumahnya berada persis di depan rumah mereka.
Devano berpura-pura tidak tahu maksud ucapan Diva, dia lebih memilih melanjutkan perkataannya. Devano menyampaikan pada ibunya kalau statusnya sekarang di perusahaan tempat dia bekerja telah di angkat sebagai pegawai tetap.
"Syukurlah, Nak. Ibu sangat bangga dan bahagia mendengarnya. Semoga kamu di berkati selalu di mana pun kamu berada," ucap ibunya dengan mata berbinar.
"Amin, terima kasih banyak bu. Ini semuanya juga karena doa-doa ibu yang selalu mendoakan Devan," kata Devano. "Oh yah Bu, Devan berencana mau merenovasi rumah kita. Ibu bisa nentuin sendiri kapan akan di mulai."
"Tergantung kamu saja, Nak. Ini kan hasil kerja kerasmu selama ini, lebih baik Devan saja pilih kapan di mulai," jawab ibunya.
"Em, gimana kalau mulainya bulan depan saja, sambil Devan mau persiapkan bahan-bahannya," usul Devano. "Kalau masalah desain rumah, Devan sudah nentuin. Ku jamin ibu pasti suka deh," lanjut Devan dengan penuh antusias.
"Diva setuju! Lebih baik bulan depan, karena minggu-minggu ini Diva banyak kegiatan di kampus," ucap Diva.
"Ya sudah fix bulan depan ya."
Obrolan mereka begitu hangat, di selingi canda tawa. Apalagi kalau Diva sudah menggoda Devano dan adiknya Kevin yang pendiam menambah suasana semakin ramai.
Malam semakin larut, mereka pun mengakhiri obrolan mereka. Mereka langsung menuju ke ruangan kamar masing-masing untuk mengistirahatkan tubuh setelah seharian beraktivitas. Tak butuh yang lama, mereka langsung terlelap oleh keheningan malam.
****
Keesokan pagi.
Tampak Diva sibuk di dapur menyiapkan sarapan pagi. Diva memang pandai soal perkara memasak, apalagi masakan yang berhubungan dengan makanan yang kekinian, pasti Diva langsung mencobanya. Itu semua karena ajaran ibunya yang mengharuskan anak perempuan harus pintar memasak.
"Ibu ke mana, Div?" tanya Devano.
"Ibu lagi pergi ke pasar, Bang. Tadi Diva ingin antar ibu pakai motor, tapi ibu memilih mau jalan kaki ke pasar sama ibu-ibu yang lainnya," kata Diva sambil mengupas kulit bawang.
"Oh, makanya rumah tampak sepi," kata Devano. Lalu pandangannya memperhatikan rumah Naura yang juga tampak sepi, biasanya pagi seperti begini pintu depan rumah pasti terbuka.
"Diva ... rumah Naura kok kelihatan sepi, lagi gak ada orang yah? atau Naura udah pergi ke kampus?" tanya Devano.
"Ehem ... ehem, ada yang kangen nih. Kalau kangen datengin aja atuh ke rumahnya, paling cuma lima langkah dari rumah," ucap Diva tersenyum. "Setelah sampai depan rumah, tinggal ketok pintu rumahnya. Keluar deh calon kakak ipar, selesai." Diva yang menggoda abangnya.
"Diva apaan sih, abang cuma penasaran doang. Biasanya jam segini, Naura ada di depan rumah lagi jemur pakaian," kata Devano yang tidak melihat baju yang di jemur di depan rumah Naura.
"Lagian abang mau nitip sesuatu ke Naura."
"Nitip apaan nih? Jadi penasaran, hehehe. Ya sudah datengin aja langsung ke rumahnya, kalau gak ada orang tinggal balik lagi. Dan yang paling penting gak harus ngeluarin ongkos, hahaha." Diva terus-terusan menggoda abangnya.
"Enak ya kalau calonnya tetanggaan, gak perlu mikir ongkos. Hihihi."
"Bicara denganmu bukannya dapat solusi, malah nambah bingung. Kamu ini gak berubahnya ... udah jadi belum nasi gorengnya, abang dah lapar banget nih," ujar Devano.
"Udah bos, tinggal langkah terakhir."
"Langkah terakhir? Maksudnya?" tanya Devano kebingungan.
"Hadeh, katanya sih tinggal di ibu kota, masa ini aja gak tahu. Langkah terakhirnya adalah plating, Diva lagi menata makanan agar terlihat menarik," jelas Diva.
Devano langsung duduk di kursi dan menyantap sarapan nasi goreng buatan adiknya Diva.
"Jadi gimana nih bang, mau datengin langsung kak Nauranya atau Diva jemput sekarang? Gak apa-apa hari ini Diva berkorban, demi mempertemukan bang Devan dengan calon kakak iparku," kata Diva senyum-senyum.
"Kamu samperin aja deh ajak ke sini."
"Oke, siap bos." Diva langsung mengambil langkah seribu menuju rumah Naura.
Belum sampai Devano menghabiskan makanannya, Diva sudah balik lagi tanpa Naura. "Benar bang gak ada orang di rumahnya. Ish ... kak Naura kok gak cerita yah kalau mau pada pergi," ucap Diva kembali duduk sambil mengerucutkan bibirnya.
"Eleh ... emangnya kamu siapanya sampe harus ngabarin dia pergi mau kemana?" ledek Devano.
"Saya kan calon adik iparnya. Hahaha ...." Diva tertawa terbahak-bahak.
Seketika tawanya pun terhenti kala sepotong kerupuk mendarat di mukanya. Diva yakin yang duduk de depannya adalah pelakunya. Melihat Diva berhenti tertawa, Devano kembali melanjutkan makannya.
"Bang Devan setuju kan kalau kak Naura jadi kakak ipar Diva. Makanya jangan tunda-tunda terus, buruan lamar. Hihihi."
"Tahun depan deh abang lamar," jawab Devano asal.
"Akhirnya setelah sekian lama, saya mendengar dengan kepala pundak lutut kaki saya, kalau tahun depan bang Devan akan melamar kak Naura," kata Naura. Devano hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah absurd adiknya yang satu ini.
Tampak Devano beranjak dari tempat duduknya sebelum Diva kembali meneruskan dramanya. Devano mengambil piringnya yang sudah kosong dan menyimpannya ke tempat cuci.
...~ Bersambung ~...
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan