JUARA 3 EVENT LOMBA MENGUBAH TAKDIR S3.
Maghala terjebak dalam situasi tak menguntungkan akibat peristiwa yang dipicu olehnya. Dia terpaksa menyelamatkan banyak hal meski hatinya enggan.
Status sosial yang tinggi membuat sang mertua malu mempunyai menantu pedagang angkringan pinggir jalan sehingga memaksa Maghala berhenti berjualan. Fokus mengabdikan diri pada keluarga Cyra.
"Menantu benalu, pengangguran!" Kalimat cibiran keluarga Cyra, menjadi penghias keseharian Maghala.
Suatu siang, kala Maghala hendak membeli obat bagi sang istri, langkahnya dijegal seseorang, Hilmi sang tangan kanan Magenta grup, membawa misi dari Janu untuk meminta Ghala menjadi pewaris utama.
Banyak misi di emban Maghala, termasuk membantu Asha agar bangkit. Semua dikerjakan secara rahasia hingga membawa sang menantu babu, berada di pucuk pimpinan Magenta grup.
Siapakah sosok sang menantu? Bagaimana nasib rumah tangga mereka? Akankah Maghala membalas perlakuan terhina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Qiev, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22. KECEMASAN
Alka gusar, dia menghubungi seseorang yang namanya tertera di dalam kiriman pdf tadi. Amukan darinya menjadi awal pertanda saat sambungan itu berhasil mengudara.
"Waspada. Kau lacaklah IP address email yang baru saja ku kirimkan. Dari siapa? dimana posisinya?" cecar Alka pada sang suruhan.
"Baik, Bos. Aku sudah menutup akunku satu pekan lalu untuk menghilangkan jejak dan memindahkan dana ke rekening luar negeri. Baiknya Anda menyiapkan misi pelarian ke negara anti deportasi jika nyonya besar mengamuk," saran salah satu pelaku pendukung kejahatan Alka.
"Hem, akan aku pertimbangkan," ujar Alka menutup panggilan setelah mendengar jawaban salam darinya.
Kiranya peringatan Maghala mampu membuat benak Alka berpikir keras. Jika biasanya dia cuek setelah melakukan sebuah kecurangan. Namun, kali ini hatinya mulai gamang.
Alka kemudian menghubungi seseorang yang dia damba akan menerima diri secara utuh apa adanya. Wanita itu selama ini dia sembunyikan dan jaga untuk di jadikan sebagai tempat impian masa depan, yang akrab di sebut dengan sebuah kata, rumah.
Dalam keseharian Alka yang memiliki kehidupan dinamis dan terbiasa bergaya hedon, melihat belahan dada juga bentangan paha adalah hal biasa.
Entah, mengapa Alka amat minder ketika di hadapkan pada sosok gadis satu ini. Niat untuk membumbui hubungan kedekatan yang katanya hanya sebagai kawan dengan segala fasilitas kemewahan, di tepisnya.
Tuut. Tuut.
"Assalamualaikum, sedang apa?" tanya Alka lembut, berubah drastis bagai macan kehilangan kumisnya.
"Wa 'alaikumsalam. Abang belum tidur? aku baru selesai witir sebab tukeran shift malam," jawab sang gadis di ujung sana, tak kalah lembut.
Alka memejamkan mata. Hatinya mulai risau apakah banyak langkah yang telah dia tempuh akan sanggup membuat gadis itu menerima seorang tuan muda Cyra. Mungkinkah nanti dia rela menjauh dan melepaskan kala Adhisty murka terhadapnya.
Kehidupan Asha, cukup menjadi contoh baginya. Terpenjara oleh nasib, dia hanya tak ingin di kendalikan oleh siapapun. Terlebih, sebagai pria utama di keluarga Cyra, Alka tak memiliki kewenangan apa-apa membuat ego sentris dalam diri, berontak.
"Halo, Abang sakit? stop hidup tidak sehat. Ingat loh, diabet type dua itu menyerang kita di usia produktif. Selamat tidur ya, jangan lupa baca doa," kata sang wanita.
"Doa apa?" imbuh tuan muda Cyra.
"Doa makan lah," sahut suara lembut di seberang.
"Kok, makan?" tanya Alka heran.
"Biar syaithan takut, sebab Abang mau makan dia," kekehnya atas candaan tak mutu.
Alka tersenyum lebar mendengar kekehan suara dari seberang. Dia butuh peredam. Setiap kali emosinya meluap, gadis ini memiliki obat bagai handuk basah di celup dalam seember Syrup. Dingin dan manis.
"Assalamualaikum. Selamat tidur," balas Alka menutup panggilan.
Benda pipih itu dia onggokkan begitu saja di atas pembaringan. Tubuhnya kini menelentang menatap langit kamar.
"Maghala Sakha. Siapa kamu sebenarnya?" gumam Alka, kian menyadari harus berhati-hati dengan adik iparnya ini.
Niatan bermain game atau chat mesra dengan beberapa selirnya pun pupus sudah, Alka kehilangan nafsu. Dia memilih meringkuk, menekuk lutut dan menarik selimut tanpa berniat beringsut lebih ke atas menyentuh kepala dipan.
...***...
Maghala di kawal oleh security Adhisty hingga ke kantor polisi. Saat mereka masih di bagian depan, petugas kepolisian menanyakan pada dua orang yang membawa Ghala.
Keduanya pun bingung, sebab tidak tahu inti duduk perkara. Tak lama, pengacara Adhisty turut hadir membawa saksi dua orang maid saat penggeledahan juga surat kuasa dari korban.
Laporan mereka di tangguhkan sebab kurang lengkapnya berkas juga hal lain yang dapat memperkuat tuduhan. Maghala di tahan sementara di sebuah ruangan sekaligus di interogasi oleh petugas.
"Mas Ghala, nginep sini dulu ya nunggu pagi sampai korban hadir dan dilanjutkan ke penyidik nanti," ujar sang polisi, ramah.
"Iya, Pak, gak apa. Saya boleh pinjam ponsel bapak? untuk menghubungi istri di rumah agar tak cemas. Dia sedang sakit. Tapi, Bapak saja yang nulis pesan," pinta Ghala pada sosok pria paruh baya pengintrogasinya.
Lelaki itu mengangguk. Lalu menyodorkan ponselnya pada tuan muda Magenta. "Monggo, nulis sendiri saja. Mau kasih lope lope juga boleh," kekehnya lagi seraya membenarkan tumpukan berkas.
Maghala hanya tersenyum sekilas lalu menerima uluran benda pipih di sana. Dia menulis banyak kalimat menenangkan bagi Asha.
Kekhawatirannya hanya satu, Sade akan kembali datang mengusik Asha selama dia tak ada di sisi. Ghala mengingatkan Asha tentang langkah penjagaan diri dan lainnya. Ingin berkirim pesan pada Hilmi pun tak mungkin dia lakukan sebab akan membongkar kedok selama ini, terlebih dia sedang menggunakan ponsel petugas kepolisian, bisa berabe urusannya.
"Besok pagi juga, Mas Ghala pulang kok," sambung sang polisi.
Maghala terheran, entah sebab pengalaman atau kemampuan mengenali bahasa tubuh, beliau menilai demikian terhadapnya. "Yakin amat, Pak. Apalah saya, hanya menantu sampah," kekeh Maghala lagu seraya mengembalikan ponsel petugas.
"Yakin dong. Wong laporan begini doang, bisa di selesaikan damai. Kita saat ini hanya berusaha meredam dahulu dengan menerima keluhan masyarakat. Fenomena lingkungan kita saat ini ya beginilah," seloroh petugas dengan name tag, Briptu Patrianusa.
Maghala menundukkan kepala. Dia telah banyak bertemu dengan khalayak. Mempelajari gaya bahasa semua pelanggan juga kebiasaan mereka. Ghala tak dapat mengelak dari pandangan lelaki yang kini menatap lekat, sebab dia pun sama seperti dirinya
"Patrianusa, tahu siapa aku."
"Mari, saya antar ke sel sementara, ya," ajak sang petugas lagi.
Maghala mengangguk, tak lupa dia meminta waktu sejenak untuk mengambil wudu sebab dirinya sama sekali tidak mengantuk.
Tuan muda Magenta, menggelar koran yang di berikan petugas. Dia masuk ke dalam salah satu sel berpenghuni. Pria yang duduk di pojok sana, tengah memandangi sebuah foto. Maghala, memilih acuh sementara waktu, hatinya butuh di tenangkan dengan menunaikan witir, tahajud dan hajat berurutan dalam satu waktu.
"La Ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minaddzolimin," lirih Ghala teringat doa nabi Yunus saat berada di dalam ikan Nun. Tentang sang Nabi yang baru memberanikan diri meminta pada RobbNya setelah berpuluh tahun berkubang penyesalan.
Setelah itu, Maghala duduk dan mulai membaca dzikir tersebut. Netranya menutup rapat meski bibir tak kering melantunkan kalimat tauhid.
"Jika sudah masuk bui, mendadak saleh. Tuhan gak akan dengar!" sindir sebuah suara.
Suami Asha, tak menghiraukan perkataan penghuni sel itu. Ghala fokus dengan ibadahnya hingga amukan lelaki muda itu membuat Maghala jengah.
"Bisakah kau tak meratap? bertanggungjawab lah atas kelakuanmu di luar sana!" sentak Ghala padanya, membuat pria itu menciut.
"Tuhan dengar dan lihat. Tapi Tuhan minta kau mendekat padanya! meminta, memohon, bukan memaki! kamu tahu, apa yang ku baca sedari tadi?" tanya Ghala menurunkan intonasi suara kala pria itu tenang.
Lelaki yang duduk di pojok pun menggelengkan kepala pelan.
"Itu doa sekaligus dzikir yang membuat kita merasa lebih ringan dalam menghadapi masalah hidup. Baik itu untuk di angkat segala kesulitan atau di kuatkan menghadapi ujian. Istighfar yang paling tinggi kedudukannya adalah doa Nabi Yunus tadi," tutur Ghala, menoleh, duduk menyamping menghadap pemuda di pojok ruang.
"Apakah doa bisa mengubah takdir?" tanya sang pemuda, membuka suara.
"Tiada yang bisa menolak takdir Allah, kecuali doa, kata hadis Tirmidzi, Ibnu Majah juga lainnya. Cobalah, pakai bahasa sendiri. Kau akan merasakan hati menjadi tentram, doa juga menghapus dosa, dan agar lebih dekat dengan Allah." Maghala lalu berbalik badan kembali meneruskan dzikirnya.
"Apa kesalahanmu, kenapa sampai ada di sini?" tanya sang pemuda.
"Sebab aku terlalu tampan, cerdas dan kaya," jawab Ghala asal seraya menyembunyikan senyuman.
.
.
...____________________...
...Clue Alka ya, noted....
magala itu aslinya orang arab ya...