Ayunda Nafsha Azia, seorang siswi badung dan merupakan ketua Geng Srikandi.
Ia harus rela melepas status lajang di usia 18 tahun dan terpaksa menikah dengan pria yang paling menyebalkan sedunia baginya, Arjuna Tsaqif. Guru fisika sekaligus wali kelasnya sendiri.
Benci dan cinta melebur jadi satu. Mencipta kisah cinta yang penuh warna.
Kehadiran Ayu di hidup Arjuna mampu membalut luka karena jalinan cinta yang telah lalu dan menyentuhkan bahagia.
Namun rumah tangga mereka tak lepas dari badai ujian. Hingga membuat Ayu dilema.
Tetap mempertahankan hubungan, atau merelakan Arjuna kembali pada mantan kekasihnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 9 Biasa Terluka
Happy reading
"Dim, jangan jauh-jauh dari ku! Bahaya!"
"Iya --" Dimas menuruti perkataan Ayu sambil terus fokus menghadapi serangan dari musuh yang tertuju ke arahnya.
Sama seperti Dimas, Ayu pun fokus menghadapi para musuh yang terus menerus melayangkan serangan. Ia yakin sasaran utama mereka adalah Dimas. Oleh karena itu, ia harus tetap berdiri di dekat Dimas untuk menjadi perisai.
"Lebih baik kamu segera tinggalin tempat ini, Yu. Jangan korbanin diri kamu cuma demi ngelindungi dia." Meski di kubu musuh, Ryuga berusaha melindungi Ayu agar tidak terluka sedikit pun. Namun mata elangnya masih mengincar Dimas.
Ia yakin, Ayu akan bersedia menerima cintanya, jika Dimas berhasil dijadikan sebagai tawanan.
"Ck, aku nggak bakal pergi sebelum kamu nyuruh anak-anak Geng Brawijaya buat mundur."
"Aku nggak bakal nyuruh mereka mundur, sebelum kalian nyerah atau kamu berubah pikiran --"
"Kalau kamu mau jadian sama aku, aku janji nggak bakal ada lagi perkelahian antara Geng Brawijaya sama Geng Pandu. Kita damai."
"Aku udah bilang, kita nggak bisa jadian."
"Karena kamu udah ada yang punya?" Ryuga berdecih dan tersenyum miring. Ia tidak percaya jika Ayu sudah ada yang memiliki, karena Ayu enggan menyebutkan nama orang yang telah memilikinya.
Perkelahian semakin sengit. Beberapa anggota Geng Brawijaya dan Geng Pandu tumbang. Tubuh mereka dipenuhi luka.
Bahkan, lengan Ayu pun tak lepas dari sabetan pedang yang tanpa sengaja mengenainya.
Ryuga dilema. Menghentikan perkelahian, atau terus menuruti ego.
Kelengahan Ryuga dimanfaatkan oleh seseorang yang tiba-tiba berdiri di belakangnya.
Dia ... Arjuna. Yang datang demi menyelamatkan Srikandi-nya dan ingin menghentikan perkelahian.
"Hentikan!" Suara Arjuna terdengar menggelegar, sehingga berhasil mengalihkan atensi semua anggota geng yang semula fokus berkelahi, tak terkecuali Ayu.
"Hentikan perkelahian ini atau saya puntir kepala ketua geng kalian!" Arjuna melontarkan ancaman dan seolah bersiap memuntir kepala Ryuga.
Perkelahian pun terhenti dan semua mata tertuju pada satu titik.
"Beraninya main belakang." Bukannya merasa takut dan terancam, Ryuga malah menertawakan Arjuna.
"Lantas, mau mu apa?"
"Kita berkelahi secara jantan."
"Dengan mengerahkan teman-teman mu yang sudah terluka? Dan kembali menjadikan mereka tumbal demi menuruti ego mu?"
"Satu lawan satu. Kita tanding tinju."
"Ck, kamu pasti kalah. Lihat saja badanmu. Kurang berisi --"
"Lebih baik, kita tanding basket. Bukankah, kamu sering memenangkan turnamen dan menjadi bintang basket?" Arjuna menyambung ucapannya.
"Baiklah, aku setuju."
Arjuna melepas Ryuga dari kuncian tangannya. Namun tanpa menanggalkan sikap waspada.
"Shit!!!"
Ryuga mengumpat, lalu memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan Arjuna.
Ia memperlihatkan senyum mencemooh sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Pak Juna, seharusnya anda nggak perlu ikut campur. Ini masalah anak muda, bukan masalah orang sepuh."
"Saya pun masih muda. Sama seperti kalian."
"Apa yang kamu lakukan ini bukan sikap seorang gentleman. Menuruti ego, dengan mengorbankan banyak orang," imbuhnya.
Ryuga kembali tersenyum mencemooh dan menggeleng kepala.
"Apa yang anda lakuin juga bukan sikap seorang gentleman. Menyerang dari belakang dan manfaatin kelengahan musuh." Ryuga tak mau kalah.
"Besok pagi kita buktiin, siapa yang bener-bener hebat. Aku yakin, Pak Juna nggak bakal bisa menang ngelawan bintang basket."
"Kita lihat saja besok." Arjuna menanggapi ucapan Ryuga dengan suara khas nya yang terdengar santai.
"Kalau kamu dan tim-mu menang, saya tidak akan lagi ikut campur. Sebaliknya, kalau kamu dan tim-mu yang kalah, jangan pernah lagi berkelahi. Terlebih dengan anak didik saya. Dan jangan pernah, memaksa Ayu untuk menerima cinta kamu."
"Oke. Aku pastiin, aku sama tim-ku bakal menang. Dan anda, harus bersiap menerima kekalahan." Ryuga menarik satu sudut bibirnya dan menatap Arjuna dengan tatapan meremehkan.
Ia belum tahu kehebatan seorang Arjuna Tsaqif, mantan pemain basket yang sering dipercaya mengikuti turnamen basket kelas internasional ketika duduk di bangku kuliah.
"Ayo kita pulang ke basecamp!"
Ajakan Ryuga diindahkan oleh semua anggota Geng Brawijaya.
Mereka lantas melangkah pergi, mengikuti ayunan kaki Ryuga.
Setelah Ryuga dan anggota geng-nya menghilang dari pandangan mata, Arjuna segera menghubungi Winata--rekan sesama guru.
Ia meminta Winata untuk membawa semua anak didik mereka yang terluka ke rumah sakit, terkecuali Ayu.
"Ta, antar mereka ke rumah sakit ya. Nanti aku TF."
"Udah, nggak usah. Pake uangku saja."
"Beneran?"
"Iya bener. Kebetulan aku lagi bingung ... gimana cara ngabisin uang."
"Ck, gaya banget!"
Winata tertawa kecil, lalu menyuruh Dimas dan anggota geng-nya yang terluka untuk masuk ke dalam mobil.
"Ayu nggak ikut sekalian ke mobilku?"
"Nggak usah. Biar aku saja yang nganter."
"Pinter banget kamu, Jun. Giliran murid cewe, mau dianter sendiri."
"Pastinya." Arjuna membalas celotehan Winata dan mengiringinya dengan sebaris senyum.
Dimas dan lima anggota Geng Pandu yang terluka cukup parah segera dibawa oleh Winata ke rumah sakit dengan menggunakan mobil pribadinya.
Sementara anggota geng yang hanya mengalami luka ringan, diminta untuk segera pulang ke rumah masing-masing.
"Ay, lain kali kalau ada apa-apa langsung hubungi aku. Jangan menghadapi masalah sendiri," tutur Arjuna--memecah kebisuan.
Seperti biasa, Ayu serasa malas untuk menanggapi ucapan Arjuna. Ia membisu dan enggan membalas.
"Ay, kamu denger aku 'kan?"
"Hem." Ayu menjawab singkat dan membuat Arjuna menghela napas.
"Kita ke rumah sakit. Lukamu harus segera diobati."
"Nggak usah."
"Kenapa?"
"Cuma luka ringan. Aku bisa mengobati sendiri."
"Baiklah. Berarti kita langsung pulang ke apartemen?"
Lagi, tidak ada balasan yang terucap dari bibir Ayu dan Arjuna tidak mempermasalahkan hal itu.
Ninja 250 yang dikendarai oleh Arjuna terus melaju, membelah kepadatan kota. Menerjang hembusan angin yang bertiup cukup kencang.
Setibanya di apartemen, Arjuna langsung memeriksa goresan luka di lengan Ayu.
Cukup panjang. Namun untungnya tidak dalam.
"Aw --" Ayu mengaduh saat Arjuna membersihkan lukanya dengan air bersih dan mulai mengobatinya dengan kasa steril.
"Maaf ya." Arjuna menatap lekat wajah Ayu yang tampak pucat. Ia merasa bersalah karena telah datang terlambat, sehingga tidak bisa melindungi Ayu dari sabetan pedang yang dilayangkan oleh salah satu anggota Geng Brawijaya.
Setelah membalut luka dengan perban steril, Arjuna meminta Ayu untuk beristirahat di kamar.
Tidak ada penolakan. Ayu menurut dan merebahkan tubuhnya di sofa.
"Ay, maaf --" Arjuna kembali mengucapkan kata maaf dan memaksa Ayu untuk menanggapinya.
"Kenapa minta maaf?"
"Maaf, karena aku datang terlambat. Harusnya, aku bisa menjaga dan melindungi kamu --"
"Mulai sekarang, jangan berkelahi lagi. Aku nggak mau kamu terluka," sambung Arjuna.
Ayu tersenyum samar, lalu menghela napas panjang.
"Aku udah biasa terluka. Apalagi terluka karena omongan pedas dan perlakuan yang nggak mengenakkan," ucapnya sambil melirik sekilas ke arah Arjuna.
"Maksud kamu omonganku dan perlakuanku?"
"Menurutmu?"
"Kalau memang benar kamu terluka karena omonganku dan perlakuanku ... kamu harus menegurku. Jangan diam dan membenci. Apalagi menghakimi."
Ayu terdiam dan berusaha menelaah rangkaian kata yang dituturkan oleh Arjuna.
Suasana sesaat hening. Hanya terdengar detak jarum mesin waktu yang terus berputar.
"Besok pagi, kamu jadi tanding basket?" Ayu menoleh sekilas ke arah objek yang diajaknya bicara.
"Iya."
"Dah lah, gagalin aja."
"Kenapa?"
"Nggak ada gunanya tanding sama dia."
"Karena dia bintang basket dan aku pasti kalah?"
Ayu mengangguk ragu.
"Lebih baik, semangati aku dan doakan aku supaya bisa mengalahkan Ryuga. Kata orang, doa istri itu mustajab. Mudah dikabulkan," tutur Arjuna.
Ayu kembali terdiam dan mulai memejamkan mata. Mengistirahatkan tubuh dan pikiran yang terasa lelah.
Apa benar doaku bakal terkabul, sementara aku belum bisa setulus hati menerima takdirku sebagai seorang istri ....
🍁🍁🍁
Bersambung
Apa dia masih sempat bobok siang dgn tugas sebanyak itu.
Mas Win juga CEO..ya kali cuma suamimu aja
Dia tetap Deng Weiku.
Di tik tok aku udah banyak saingan. masa di sini juga
Ayu udah gak perawan.
Dan dia perawani oleh gurunya sendiri...😁😁
mandi berdua juga harusnya.
khilaf lagi ntar. Fix gak ke sekolah mereka hari ini
surga dunia..
aseeekk