Bagaimana jadinya jika pernikahan yang telah dibina selama 10 tahun tak menghadirkan buah hati? Bagi sebagian orang itu sangat hampa. Tapi Bagi sebagian orang itu bukan masalah.
Seperti yang dialami pasangan suami istri, Agam dan Nisha. Mereka berdua seorang Dokter. Nisha terpaksa kehilangan rahimnya akibat kecelakaan 5 Tahun silam. Sampai sekarang Agam menerima itu. Cinta Agam pada Nisha tetaplah utuh. Namun Nisha malah mengambil keputusan, untuk mencari wanita yang mau melahirkan anak mereka lewat proses bayi tabung.
Bertemulah ia dengan Yasmine, seorang gadis muda berusia 25 tahun. Ia bersedia dengan tawaran Nisha. Namun saat harus mengandung anaknya Agam, ia malah memiliki perasaan pada adik kandung Agam yang mengalami redartasi mental,Lukka.
Mampukah Agam menepati janji setianya? Dan apakah Yasmine bisa menjaga perasaan Nisha?
Yuk, baca kisah mereka. Jangan lupa dukungan, kritik dan sarannya ya..😘😘❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wulan_zai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 22 : Anak Baik
Nisha menuntun Yasmine menuju mobil. Ia tampak sangat berhati-hati, dan menjaga Yasmine bak putri kecilnya. Sekarang, Yasmine bukan lagi orang asing untuknya.
"Kau ingin makan sesuatu?" Tanya Nisha, sambil menunggu mobil Agam menghampiri.
"Aku ingin sesuatu yang manis." Jawab Yasmine. Wajahnya masih terlihat sayu. Apa yang baru saja terjadi, seperti mimpi konyol yang mendorongnya ke dunia lain.
Setibanya mobil Agam dihadapan mereka, Nisha langsung membawa Yasmine duduk si kursi belakang.
"Kamu tidak duduk di depan, sayang?" Agam menoleh kebelakang, dimana sang istri sudah duduk mapan.
"Aku di sini saja,Mas. Oh iya, mampir ke toko es krim di depan ya."
"hm.." Sahut Agam pendek, lalu menekan pedal gas meninggalkan halaman rumah sakit itu.
...~~~...
Hangatnya mentari pagi menyapa kediaman Agam dan Nisha. Tampak sepasang suami istri itu tengah melakukan olahraga di taman belakang. Jarang-jarang mereka memiliki libur bersamaan seperti ini.
Namun ada yang kurang dari hari libur kali ini, yakni Lukka yang masih mengurung diri dikamar. Anak besar itu biasanya sangat antusias bila berolahraga bersama.
Dari jendela kamar, Yasmine mengamati Nisha dengan tatapan bimbang. Bukan, ini bukan soal proses Inseminasi mereka. Melainkan karena Lukka. Terbesit dibenaknya, haruskah ia memberitahu Nisha tentang apa yang terjadi dengan Lukka.
"Apa dia masih mengurung diri di kamar?" Yasmine tiba-tiba ingin melihat keadaan Lukka. Ia pun beranjak menuju kamar anak besar itu.
Dari celah pintu yang tak tertutup rapat, Yasmine dapat melihat tubuh Lukka yang masih terbalut selimut. Yasmine masuk, dan duduk di kursi belajar milik Lukka.
"Lukka..,tidak bosan seperti ini terus?" Ujar Yasmine sambil melirik ke arah wajah Lukka.
"Bosan." Jawab Lukka pelan. Nada sayu itu mengandung banyak keputusasaan.
"Lalu kenapa tidak mau keluar? Lukka bahkan tidak mau sekolah." Mendapat respon, Yasmine memindahkan duduknya di tepi ranjang.
"Lukka takut kak... Lukka tidak mau bertemu anak-anak itu." Air mata menitik lagi, kala insiden menjijikkan itu terlintas di benak Lukka.
"Memangnya apa yang mereka lakukan pada Lukka? Apa mereka meledek Lukka? Atau mereka menyakiti Lukka? Cerita saja, kakak akan memberi mereka pelajaran seperti waktu itu." Yasmine berharap anak itu bisa terbuka.
Lukka membuka selimut yang menutupi tubuhnya, kemudian duduk dan menghadap Yasmine dengan wajah sembab.
"Kakak.., bagaimana ini? Lukka takut dengan mereka. Tapi Lukka juga mau sekolah." Tangisnya pecah di hadapan Yasmine.
Rasa takut soal fotonya yang terancam tersebar, membuat Lukka memilih menutup diri. Ia sangat takut untuk menceritakan hal itu pada keluarganya.
"Lukka tidak mau cerita pada kakak, apa yang telah mereka lakukan?" Yasmine mengusap lembut kristal bening yang mengaliri pipi anak itu.
Tangis Lukka mereda, namun nafasnya masih tersengal. "Mereka... membuka baju bersama.. kemudian..." Lukka menceritakan apa yang ia lihat disana. Bagaimana anak-anak itu melakukan hal tidak pantas. Tangis sesenggukan mengiringi cerita itu. Ia bahkan meminta Yasmine merahasiakan ini, karena ia tak mau kedua orang tuanya tau.
"Tenang Lukka.., tenanglah... Ini bukan salahmu, hmm..." Yasmine berusaha menenangkan Lukka. Ia tau seberapa berat Lukka terguncang karena kejadian itu.
.
.
Setelah selesai berolahraga, Yasmine mendatangi Nisha. Apa yang dialami Lukka adalah hal serius yang harus segera diatasi. Mental anak itu bisa semakin drop, apabila terus-terusan terjebak dalam insiden buruk itu.
"Apa...?! Kenapa kau baru bilang sekarang??" Nisha sangat syok, saat Yasmine menyodorkan foto dari ponsel si ketua geng.
"Aku juga baru tau kemarin, aku mencuri ponsel anak berandal4n itu saat di klub. Anda harus memberi pelajaran pada anak-anak itu, Bu." Pinta Yasmine memelas.
"Mas Agam harus tau ini. Tidak bisa dibiarkan anak-anak itu..!" Nisha sudah hendak bangkit, memberitahu Agam. Namun Yasmine mencekal lengannya.
"Bu, Lukka tidak ingin keluarganya tau. Dan, bagaimana ibu akan bilang pada Pak Agam? Ibu mendapatkan foto ini dariku?"
Niat untuk menepis lengan Yasmine ia urungkan. Nisha tergugu oleh rasa marah dan bingung bersamaan. Langkahnya tertanam di tempat, dengan sorot mata membara.
"Biar aku yang urus. Ini tidak bisa dibiarkan." Nisha kembali pada niatnya. Soal bagaimana kejelasan foto itu didapat, akan ia pikirkan nanti.
.
.
"Mas.., lihat ini." Nisha menunjukkan ponsel si ketua geng pada Agam yang baru saja selesai mandi.
Pria yang hanya menggunakan handuk sebatas pinggang itu membelalak, karena Nisha tanpa sengaja menggeser layar, hingga yang tampak hanya beberapa gadis tanpa pakaian.
"Apa.. apa ini..?" Agam memperhatikan ponsel itu. Itu bukan ponsel miliknya, ia pikir Nisha menemukan foto itu di ponselnya. Makanya ia panik, karena perasaan tak pernah menyimpan foto aneh-aneh.
Nisha menggeser lagi layarnya, lalu menyodorkan gambar tak senonoh itu. "Lukka, Mas. Mereka melakukan ini pada Lukka, hingga Lukka mengurung diri dikamar." Kedua manik indah Nisha berkaca-kaca. Lukka adalah anak baik, tapi kenapa dunia seakan tidak adil padanya.
Agam merampas ponsel itu, kemudian memperbesar gambarnya. Sesak dirasa saat melihat wajah sang adik yang diperlakukan seperti binatang itu.
"Anak-anak ini...!" Agam teringat pada anak-anak yang kemarin hampir memukul Yasmine. Tangannya menggenggam erat ponsel tersebut.
"Kamu dapat darimana ponsel ini?" Tanya Agam dengan mata legam. Ia tidak akan mengampuni anak-anak itu.
"Seseorang memberikannya, dia takut melaporkan ini pada guru, karena anak-anak itu pasti akan menghajar siapa saja. Mereka adalah perisak paling ditakuti. Mereka juga mengancam Lukka, untuk tidak mengadukan ini. Itu sebabnya Lukka hanya mengurung diri dikamar." Tangis Nisha berhamburan dengan rentetan nafas menggebu. Tak terbayangkan betapa sulit kehidupan Lukka selama di sekolah. Mereka semua menganggap Lukka baik-baik saja. Namun ternyata salah.
...~~...
Pukul 12:30 siang...
Tampak anak-anak SMA berandal4n tengah berkumpul, di sebuah gang sepi belakang cafe. Tempat itu tampaknya sudah seperti markas bagi mereka.
Diantara tumpukan kardus para pemulung, anak-anak itu tengah menikmati minuman keras yang mereka selundupkan dari klub.
"Minum saja..., jangan pikirkan anak bodoh itu." Ucap salah satu anak, kepada si ketua geng.
"Aku memikirkan ponselku, si buta itu ternyata sangat licik. Bagaimana kalau si buta itu menyebarkan foto kita?" Geram si ketua geng dengan wajah gusar.
"Selamat siang...." Sapa seseorang dengan suara dalam. Suara itu membuat para anak nakal tersebut kalang kabut menyembunyikan botol minum mereka.
Sosok bersuara dalam itu tak lain adalah Agam. Ia berdiri dengan kedua tangan di tekuk pada pinggang belakang.
"Sial..! Mau apa lagi orang tua ini." Rutuk si ketua geng. Ia melempar puntung rokok, kemudian menginjakkan kaki dengan kasar.
"Aku tidak akan berbasa-basi. Kalian mau berjanji tidak menganggu Lukka, atau kalian mau angkat kaki dari sekolah ini?" Ucap Agam menahan amarah. Kedua tangannya terkepal erat dibelakang sana. Andai saja mereka bukan pelajar, maka Agam pasti sudah menghaluskan tubuh mereka dengan tinjunya.
puuihhh...!
Si ketua geng meludah ke hadapan Agam, lalu tertawa jengah.
"Memangnya kau siapa?! Kau tidak tau seberapa besar pengaruh keluarga ku? Lebih baik kau jangan ikut campur, jika ingin hidup damai." Ancam anak bau kencur itu. Kemewahan, kuasa, serta harta kekayaan orang tua membuatnya tidak takut kepada siapapun. Jangankan guru, kepala sekolah pun tidak bisa mengusik dirinya.
"Aku tidak akan ikut campur jika kau tidak mengusik keluargaku. Tapi kau menganggu adikku, Lukka. dan membuatnya melakukan hal tidak pantas ini?!" Agam menunjukkan ponsel anak itu.
Bocah-bocah tengik itu seketika tercengang. Mereka berpikir apakah pria itu komplotan si buta?
Sejurus si ketua geng menyambar ponsel itu dari tangan Agam. Ia tertawa puas setelahnya. Sementara Agam terpaku di tempat.
...************...
cerai aja
no teras po hlman blkang smbil dlok sawah maak... mo pilih yg mna... hyuu... kumpulin sklian reiders yg lain biar rame... 😁😁😁
biar emak semngat... 💃💃💃😘😘😘