Pengantin Pengganti Sahabatku

"Ka, aku ke kamar kecil dulu," bisik Zahira di telinga Shaka yang dijawab lewat anggukan kepala oleh sang suami.

Selepas kepergian Zahira, Nicholas beringsut mendekati Shaka. Kebetulan saat ini hanya ada mereka berdua di sana. Ashley ikut menyusul Zahira ke kamar kecil.

"Shaka Abimana, aku masih penasaran kok bisa sih kamu menikah dengan Zahira. Seingatku nama mempelai wanita yang tercetak di surat undangan adalah nama kekasihmu yang bekerja sebagai model terkenal, lalu kenapa sekarang malah kamu menikahi sahabatmu sendiri." Nicholas mencecar Shaka dengan berbagai pertanyaan tanpa memberi kesempatan kepada temannya itu.

Tiba-tiba sebuah kesadaran mrnghantam kepala Nicholas. Ia memicingkan mata, menatap Shaka lekat-lekat. "Jangan bilang ... kalau kamu menghamili Zahira, iya?"

Dengan gerakan cepat, Shaka menyenggol perut Nicholas menggunakan siku sambil berkata, "Jangan sembarangan ngomong! Mana mungkin aku menghamili Zahira. Kalaupun Zahira sampai hamil, saat ini kita tidak akan bertemu. Kedua kakak kembar Zahira plus Uncle Rayyan serta Papaku sudah dipastikan membunuhku saat itu juga, mengerti!" tandasnya kesal.

Kendatipun kesal atas sikap Nichloas yang sering ceplas ceplos tetapi Shaka tidak pernah tersinggung apalagi memutuskan tali pertemanan yang telah dibangun oleh mereka sejak dulu. Hanya kesal sesaat setelah itu ia akan bersikap seperti biasa.

Nicholas menyentuh perutnya yang sedikit sakit akibat kena senggolan Shaka. "Gila kamu, Ka! Untung saja aku tidak mati karena ulahmu barusan," keluh pria berwajah blasteran.

Shaka mencibir, "Terlalu berlebihan!" jawabnya singkat. Pengacara muda meraih gelas kopi di depannya kemudian menyesap cairan kental berwarna coklat secara perlahan. "Aku menikahi Zahira bukan karena dia mengandung anakku melainkan karena Ziva kabur di menit-menit terakhir akad nikah dilangsungkan."

Sontak, perkataan Shaka membuat mata hazel Nicholas melebar sempurna. Rahang pria itu terbuka lebar dan nyaring saja copot dari tempatnya. "B-bagaimana bisa kabur? Bukannya kalian saling mencintai? Lantas, kenapa dia kabur di saat pernikahan berlangsung?"

Shaka mengembuskan napas kasar, kemudian meletakkan gelas tersebut di atas meja. "Itu semua terjadi karena aku terlalu egois, memaksakan kehendakku sendiri tanpa memikirkan perasaan Ziva."

"Beberapa hari sebelum pernikahan digelar, Ziva meminta pernikahan kami ditunda selama dua hingga tahun ke depan. Namun, aku menolaknya. Bukan tanpa alasan aku menolak permintaan dia. Aku ... cuma khawatir tak bisa mengendalikan diri bila terus berada di dekatnya. Selain itu, kami pun berpacaran sudah enam tahun lamanya dan itu bukanlah waktu yang singkat bagi aku dan dia untuk saling mengenal satu sama lain. Jadi aku putuskan untuk menikahinya tapi ternyata dia pergi di saat akad nikah akan berlangsung." Dari nada bicara terdengar lirih dan mengandung kesedihan yang mendalam.

Selain Shaka, mungkin orang di luaran sana pun akan bersikap sama seperti anak bungsu Rini, merasa sedih karena ditinggal pergi oleh orang terkasih. Terlebih hanya tinggal menunggu hitungan menit mereka sah menjadi pasangan suami istri. Akan tetapi, harapan tidak sesuai realita. Akan banyak yang terjadi tanpa pernah kita ketahui sebelumnya.

Menarik napas panjang, menahannya sebentar, baru kemudian Nicholas berkata, "Ehm ... begitu rupanya. Pantas saja kemarin aku tidak sengaja bertemu Ziva di Singapura. Aku melihat dia bersama seorang seorang pria cukup dekat tetapi tidak tahu ada hubungan apa dengan kekasihmu itu. Kupikir kalian sedang berbulan madu di Singapura makanya aku menghubungimu. Eeh ... tidak tahunya takdir berkata lain. Tapi tidak masalah sih jika istrimu adalah Zahira. Dia gadis baik, cantik dan terpenting kalian tidak perlu melakukan penjajakan lagi sebab kamu dan dia sudah saling kenal sejak masih kecil."

Seketika Shaka terdiam mendengar apa yang dikatakan Nicholas. Seketika darahnya mendidih kala lelaki di sebelahnya mengatakan bahwa Ziva jalan bersama pria lain. Apakah mungkin karir hanya menjadi alasan bagi gadis itu menjauh dari Shaka untuk selamanya? Membayangkan itu semua semakin membuat emosi dalam diri Shaka ingin meluap melampiaskan amarah yang dipendam selama ini.

"Apa kamu tahu di mana Ziva tinggal?" tanya Shaka seraya menatap dingin ke arah Nicholas.

Nicholas menggendikan bahu dan berkata, "I don't know. Dia sama sekali tidak memberitahuku. Kami hanya bertegur sama karena sudah lama sekali tidak bertemu. Lagipula saat itu aku sedang menemani Ashley berbelanja di mall, kemudian kami berpisah setelah bertegur sapa."

Shaka menggeram. Amarahnya seakan membakar dirinya sendiri. Percikan api cemburu menjalar ke seluruh tubuh dan bersiap menyemburkan lava panas yang mampu memuluhlantakan apa saja yang ada di sekitarnya. Telapak tangan mengepal hingga memperlihatkan guratan halus di punggung tangan.

'Berengsek!' umpan Shaka dalam hati.

Nicholas menepuk bahu Shaka dengan lembut. "Lupakan Ziva, Ka. Tidak baik bila terus mengingat masa lalu. Terlebih saat ini ada Zahira dalam hidupmu. Gadis itu yang menjadi istrimu. Jadi, berikan perhatian serta kasih sayang yang limpahkan kepadanya. Cintai istrimu dengan sepenuh hati."

"Bagaimana mungkin aku mencintai Zahira, sedangkan di hatiku hanya ada Ziva seorang."

Menggelengkan kepala tatkala mendengar jawaban Shaka. "Belajarlah mencintai Zahira dan kubur dalam-dalam kenanganmu dengan Ziva. Aku yakin suatu hari nanti kamu bisa menyayangi Zahira bukan sebagai sahabat melainkan sebagai seorang istri."

"Tapi aku ragu, apakah mungkin bisa mencintai Zahira seperti aku mencintai Ziva. Sejak kecil kami tumbuh bersama dan perasaanku terhadapnya hanya sebatas kakak dan adik, tidak lebih."

Nicholas terdiam, ia menghela napas berat. Apabila ia ada di posisi Shaka, mungkin akan merasakan hal yang sama. Berpacaran selama enam tahun bukanlah waktu yang singkat bagi Shaka dan Ziva. Ada banyak kenangan manis dan kisah indah yang terpatri di memori ingatan mereka dan akan sulit untuk dilupakan.

"Aku tidak bisa memaksamu untuk mencintai Zahira. Namun, saranku cuma satu, cobalah buka sedikit hatimu untuk gadis itu sebelum semuanya terlambat. Aku takut saat kamu menyadari itu semua, Zahira telah pergi dari sisimu karena dia sudah lelah hidup berumah tangga dengan lelaki yang tak pernah sekalipun belajar mencintainya," ucap Nicholas sungguh-sungguh.

Semua perkataan kedua pria tampan itu tidak luput dari pendengaran seorang gadis cantik berwajah oriental yang tadinya ingin kembali bergabung, tetapi ia urungkan saat mendengar Shaka memberondong banyak pertanyaan kepada Nicholas. Apalagi saat ia melihat kepalan tangan Shaka mengepal sempurna di atas meja. Sontak, ia merasa tidak pantas untuk berada di tengah-tengah mereka.

Maka, dengan cepat ia membalikan badan dan melangkah pergi meninggalkan café. Berpikir mungkin lebih baik memberikan ruang kepada Shaka untuk bertanya soal Ziva. Toh, di sana kehadirannya memang tidak diinginkan oleh siapa pun.

Namun, saat Zahira melangkah tanpa sengaja ia menabrak tubuh Ashley yang baru saja keluar dari kamar kecil khusus wanita. "Ra, kenapa balik lagi? Kamu tidak gabung dengan yang lain?" tanya Ashley sedikit keheranan.

Zahira tersenyum lirih, "Tidak, Ash. Aku mau pulang saja. Bye!" Tanpa banyak cakap, ia bergegas berlari menuju pintu keluar dan memberhentikan taxi yang melintas di depannya. "Apartemen Grand Harmoni."

.

.

.

Halo semua, yuk mampir ke karya trmen author sambil nunggu karya ini update. Dijamin seru loh ceritanya.