Harga Diri Yang Terjual

Keberangkatan Ibu Farida dilaksanakan sesuai jadwal. Ibu Farida mengunakan Ambulance bersama Dokter Ridwan dan seorang perawat. Sementara Umi Aminah dan Mbak Anik bersama Roman.

Asha dan Dokter Wira melepas Ibu Farida dengan penuh haru. Asha tidak menyadari jika Umi Aminah juga akan melewati hal yang sama dengan Ibu Farida. Tapi tetap saja Asha merasa berat berpisah dengan Umi Aminah . Apa lagi yang Asha tahu Uminya kurang enak badan.

" Umi ,jaga kesehatan ya. Jangan lupa makan. Bunda juga butuh Umi disana ,jangan sampai sakit. " Pesan Asha sebelum Umi Aminah masuk ke mobil Roman.

" Iya, Sha. Kamu juga jangan lupa makan. Dan tolong jaga cucu Umi dengan baik. Umi pergi dulu. " Umi Aminah pun memasuki mobil Roman bersama Mbak Anik.

Di sisi lain di dalam Ambulance, Ibu Farida lagi telah berbaring dengan nyaman bersamaan dengan beberapa alat penopang kesehatannya. Seperti infus dan tabung oksigen.

Dokter Wira membantu Dokter Ridwan dalam mempersiapkan segala keperluan Ibu Farida dalam perjalanan nanti.

" Mbak, aku sudah mempersiapkan semuanya disana dengan bantuan Ridwan dan teman kami disana.Mbak Rida tidak perlu Khawatir, semua sudah diatur. " Ucap Dokter Wira.

" Baiklah Wira, aku menyerahkan semuanya padamu .Untuk sementara aku belum ingin Roman tahu tentang Aminah. " Ibu Farida mengantisipasi.

" Beres,Mbak .Ridwan sudah tahu apa yang harus dia lakukan. " Dokter Wira merapatkan selimut Ibu Farida setelah memastikan infusannya berjalan dengan baik.

Akhirnya lengkingan dari mobil Ambulance itu mulai terdengar bertanda perjalanan itu segera dimulai .

Asha dan Resha pun akhirnya pulang ke rumah Ibu Farida dengan diantara oleh supir. Ada sedikit kecemasan sehati Asha ,entah kenapa terasa berat ketika melihat iringan mobil itu berlalu.

" Semoga semua baik baik saja dan kembali dalam keadaan sehat semuanya. " Doa Asha dalam hatinya.

Sepanjang jalan menuju rumah Ibu Farida hanya ada keheningan. Resha tertidur sejak mobil mulai berjalan. Hingga perjalanan selama kurang lebih empat puluh lima menit itu akhirnya berakhir di depan garasi Ibu Farida.

Kedatangan Asha disambut oleh seorang pelayan Ibu Farida yang sudah diperintah untuk membantu Asha selama berada di rumah besar itu.

Setelah menidurkan Resha di ranjang, Asha segera membersihkan diri, berganti pakaian dan berwhudu .Setelah melaksanakan ibadah Isya ,Asha pun membaringkan tubuhnya.

Matanya menatap ponsel yang ada di tangannya. Sudah dua jam rombongan Ibu Farida berangkat. Berarti tinggal sejam lagi lebih kurang mereka sampai di rumah sakit yang dituju.

Asha akan menunggu Umi Aminah memberi kabar setelah mereka sampai. Sambil menunggu Asha membuka ponselnya sembari bersandar di kepala tempat tidur.

Sementara di Jakarta, setelah sampai di rumah sakit dan memastikan Bundanya ditempatkan dengan nyaman, Roman berencana untuk pulang ke mansion miliknya dan Nia.

Roman memasuki rumah yang telah dia tinggalkan selama tiga minggu .Tapi dia tidak mendapati Nia disana. Sewaktu memarkirkan mobilnya di garasi Roman sudah tahu jika Nia tidak ada di rumah.

Roman mencoba untuk tidak peduli. Dia sudah tahu kebiasaan Nia jika dia ada urusan bisnis ke luar kota maupun luar negeri. Yang pasti Nia akan menghabiskan waktu bersama teman temannya. Kadang ke Cafe ,Clubing bahkan healing ke luar kota.

Roman tidak pernah melarang karena dia jarang memiliki waktu untuk Nia. Kesibukannya memajukan perusahaan nya menyita banyak waktu. Sejauh ini Nia tidak keberatan selagi saldonya selalu penuh.

Rasa cinta Roman terhadap Nia membuatnya selalu memikirkan kebahagiaan Nia saja. sehingga dia lupa mendidik dan mengawasi sang istri.

Alhasil setelah Roman meninggalkan Nia selama tiga minggu ini tidak mampu mengubah kebiasaan Nia. Atau mungkin bertambah parah. Entahlah....

*****

Hari ini adalah masa observasi untuk Ibu Farida maupun Umi Aminah. Terpaksa Umi Aminah berpisah kamar dengan Ibu Farida agar tidak diketahui Roman. Setelah melewati berbagai pemeriksaan dan beberapa test maka diputuskan malam ini akan dilakukan pencangkokan.

Roman menemani Bundanya sejak siang tadi. Tapi dia merasa aneh karena tidak melihat Umi Aminah dari tadi.

" Bunda, Roman tidak melihat Umi Aminah dari tadi. Kemana dia ?"

" Aminah tadi tiba tiba sakit perut, mungkin sekarang dia lagi diperiksa Dokter Ridwan. " Jawab Ibu Farida santai.

" Sakit apa Bunda? "

"Entahlah , tunggu saja dulu. "

" Malah kita yang menjaganya, Bun. " Roman terkekeh mengejek.

" Huss, jangan gitu, Nak. Hidup ini memang begitu ,Roman. Ada saatnya memberi dan ada kalanya menerima. Dia tulus mau membantu kita, jika terjadi sesuatu padanya apa salahnya kita membantunya. Kita harus belajar dari orang yang mendonorkan ginjalnya untuk Bunda. Memangnya apa yang kita lakukan untuknya sehingga dia dengan sukarela memberikan organ berharganya pada Bunda. Kamu pasti tahu arti semua itu, kan ? "

Ibu Farida bicara dengan tegas karena tidak suka dengan kata kata yang Roman ucapkan.

" Maafkan Roman, Bunda. Roman lupa akan semua itu. " Ucap Roman menyesal . " Oh, iya Bunda belum bertemu dengan pendonor itu ? " Tanyanya.

" Kita tidak akan bisa bertemu dengannya. Itu perjanjiannya. Tapi kamu jangan khawatir , orangnya sudah di observasi juga disini. Tadi Dokter Ridwan sudah memberi kabar ke Bunda. "

" Oo, syukurlah kalau begitu Bunda, Roman tidak was was lagi. " Ucap Roman.

Sementara kedua wanita paruh baya itu menunggu waktu untuk bertaruh nyawa di meja operasi, lain hal nya dengan Asha. Kini dia telah sampai di sebuah butik ternama di kota Bandung.

Sebuah butik bernuansa jingga itu terlihat berkelas dan pastinya mewah. Pakaian disana lebih didominasi oleh kebaya moderen dan gaun pesta. Juga mengangkat batik sebagai produk andalannya.

" Desain Ibuk mendominasi dengan kebaya dan batik. Makanya beliau merekrut saya yang lebih suka mendesain gaun pesta. Dan beliau ingin kamu mendesain sesuai umurmu. Konsepnya tetap pesta, baik itu gaun, kebaya, maupun gamis. Karena butik ini memang mengusung tema Party. Harus terlihat mewah, elagan dan berkelas. "

Asha mendengarkan penjelasan dari tangan kanan Ibu Farida dengan seksama. Sembari berkeliling mengamati tiap sudut butik itu. Termasuk ke rumah produksi yang berada di belakang butik.

Setelah puas berkeliling akhirnya Suri membawa Asha ke ruang desain. Terdapat berbagai macam desain hasil karya Ibu Farida dan juga Suri. Wanita berusia tiga puluh lima tahun itu sangat piawai mengoreskan pensilnya di atas kertas. Terlihat beberapa desainnya yang telah diproduksi di rumah produksi.

" Mbak Suri hebat ! Gaun ini terlihat mewah dan elegan. Sesuai dengan khas butiknya Bunda. " Pekik Asha antusias.

" Ada beberapa referensi jika kamu ingin memulai. Kamu boleh membawanya asalkan dijaga. " Ucap Suri menawarkan desainnya.

" Terima kasih Mbak Suri, Asha senang sekali bisa belajar dari orang yang sangat berbakat seperti Mbak Suri. "

" Karena kamu bekerja di rumah, jadi kalau butuh sesuatu atau ada yang kamu kurang paham boleh langsung bertanya padaku. Ibuk juga berpesan padaku untuk membantumu dalam mengasah kemampuan. "

Setelah saling tukar nomor ponsel, Asha pun segera pulang dengan membawa beberapa bundel map berisikan desain hasil karya Ibu Farida dan Suri. Dengan senyum yang menghiasi bibirnya , Asha melangkah menuju mobil yang ditunggui oleh sang supir .