"Segera tangkap dia,aku tidak ingin pernikahan ini gagal!"Ucap seorang laki-laki paruh baya dengan stelan jas hitam dan sangat rapi.
"Tapi tuan saya sudah berusaha nona Sena telah kabur bersama seorang laki-laki."Ucap seorang yang seperti nya adalah pesuruh dari laki-laki berpakaian rapi tadi.
Laki-laki paruh baya itu terdiam wajah nya memerah menahan amarah yang saat ini sedang ia rasakan.
Penasaran kan sama ceritanya hehe ayo ikuti kisah-kisah selanjutnya dari novel author yang kesekian ini, semoga suka ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
"A-Aku juga merindukan mu."Jawab Zia gugup.
Dani pun melepaskan pelukan nya dan kembali memegang kursi roda Rossi.
"Kak Zia, kakak ke mana saja? Mengapa kak Dani bilang jika dia tidak bertemu kakak sedang kan kakak masih ada di kota ini."Tanya Rossi binggung.
"Emm,itu, aku akhir-akhir ini memang sangat sibuk dan sejak kalian kembali aku sama sekali belum bisa menemui Dani."Jawab Zia.
"Kapan kalian akan menikah?"Tanya Rossi tiba-tiba.
Dani dan Zia sontak langsung diam, mereka tidak tau harus jawab apa kepada Rossi karena Rossi tidak tau apa-apa tentang Zia yang sudah menikah.
"Ah, Rossi apa yang terjadi? Mengapa kau berada di rumah sakit ini? Apa kau sedang sakit?"Tanya Zia mengalihkan pembicaraan Rossi.
"Aku, aku memang sakit kak, usia ku hanya tinggal satu bulan saja, setelah itu aku akan pergi."Ucap Rossi menundukkan kepalanya nya sambil menitikkan air mata.
"Apa? Mengapa bisa?"Ucap Zia kaget dan menutup mulut nya.
"Dia kangker darah."Ucap Dani kepada Zia.
"Apa? Kangker darah?"Ucap Zia yang kemudian berlutut di depan Rossi yabg sedang duduk di kursi roda nya.
Rossi menatap Zia dengan tatapan sedih nya.
"Rossi,apa itu benar-benar? Kau benar-benar terkena kanker darah?"Tanya Zia memegang tangan Rossi.
Rossi mengganguk kan kepala nya menatap Zia.
Tampa sadar Zia mulai menitikkan air mata nya,ia benar-benar tidak menyangkal akan keadaan Rossi yang sekarang, wanita yang dulunya sangat periang kini menjadi lemah tak berdaya.
"Jangan menangis."Ucap Rossi menghapus air mata Zia.
Namun tiba-tiba terdengar suara dari dalam ruangan yang memangil Zia.
"Ziana!"Panggil seseorang dari dalam ruangan tersebut.
"Rossi dokter menunggu mu,ayo."Ucap Dani memutar balik kursi roda Rossi dan membawa nya menjauh dari Zia dengan cepat.
Rafael dan dokter pun keluar dari ruangan tersebut karena Rafael terus mencari Zia.
"Eh-em, apa sudah selesai?"Tanya Zia kepada Rafael dan dokter.
"Untuk hari ini sudah selesai, dan saya harap tuan muda Rafael bisa rutin cek ap kerumah sakit agar bisa tau perkembangan mata nya bagaimana."Ucap dokter tersebut.
"Baik dok, terima kasih."Ucap Zia memegang tangan Rafael.
Raut wajah Zia terlihat agak beda ia masih kepikiran tentang Dani dan Rossi tadi.
"Dari mana saja kau? Mengapa keluar dari ruangan?"Ucap Rafael terlihat marah.
"Aku,aku hanya pergi ke toilet."Jawab Zia berbohong.
"Toilet? Jelas kan padaku, suara laki-laki di depan ruangan tadi siapa?"Ucap Rafael yang notabennya tidak mudah untuk di bohongi.
"Laki-laki apa? Aku tidak melihat bada laki-laki di sini."Ucap Zia kembali berbohong.
"Yasudah,ayo kita pulang."Ucap Rafael tidak ingat membuat kekacauan dengan menuduh sembarangan.
Mereka pun akhirnya meningal kan rumah sakit tersebut dan pulang ke Fila.
"Kak Dani,ada apa? Aku bahkan belum puas berbincang dengan kak Zia, tidak ada dokter di sini."Ucap Rossi kesal saat masuk ke ruang rawat inap nya.
"Rossi,kau bisa bicara dengan nya lain kali, sekarang lebih baik istirahat, jangan membantah."Ucap Dani membantu Rossi untuk berbaring di ranjang nya.
Rossi dengan wajah kesal nya menuruti perkataan Dani ia benar-benar kesal akan sikap Dani yang seolah menyembunyikan sesuatu tentang dirinya dan Zia.
Namun ia tak kuasa melawan ucapan Dani karena Dani adalah kakak nya biar bagaimanapun ia harus menjadi adik yang penurut sebelum ia pergi meninggalkan Dani dan mama nya.
"Diam di sini,aku akan keluar sebentar ada urusan di kantor."Ucap Dani kepada Rossi kemudian keluar dari ruangan tersebut.
Rossi mengganguk senang melihat kakak nya yang berjalan keluar dari ruang rawat inap nya.
Beberapa menit kemudian suster yang merawat Rossi pun masuk dengan membawa napan berisi bubur hangat untuk Rossi.
"Mbak Rossi waktu nya makan dan minum obat."Ucap suster tersebut dengan lemah lembut.
"Terima kasih sus,oh iya di mana mama saya?"Tanya Rossi kepada suster itu.
"Mama anda telah keluar satu jam yang lalu beliau meminta saya untuk menjaga mu."Ucap suster tersebut yang kelihatannya jauh lebih tua dari Rossi.
"Ouh, begitu, boleh kah aku minta tolong sesuatu padamu?"Tanya Rossi kepada suster itu.
"Tentu saja, mbak Rossi, apa yang bisa saya bantu."Ucap suster tersebut.
"Boleh kah anda menemui saya untuk keluar dari rumah sakit ini sebentar?"Ucap Rossi.
"Keluar ke mana?"Ucap suster tersebut terlihat kebingungan.
"Hanya berkeliling taman rumah sakit saja."Ucap Rossi dengan raut wajah memelas.
Jujur saja berada di dalam rumah sakit bukan lah impian semua orang termasuk Rossi,ia begitu bosan karena sudah beberapa hari ini tidak bisa melihat dunia luas.
"Ouh taman rumah sakit,baik lah, tapi mbak Rossi harus makan dulu, karena jika tidak tuan Dani akan memarahi saya."Jawab suster tersebut dengan senyum di wajah nya.
"Baik lah terima kasih."Ucap Rossi bersemangat.
Setelah beberapa menit Rossi pun akhirnya selesai makan dan minum obat,ia siap-siap untuk pergi bersama suster untuk berjalan-jalan di taman rumah sakit.
"Mbak Rossi, kita tidak boleh berlama-lama, sebelum tuan Dani datang kita sudah harus masuk ke dalam ruang rawat kembali."Ucap suster itu.
"Baik lah."Ucap Rossi bersemangat dan duduk di kursi rodanya.
Suster itu pun mulai mendorong pelan kursi roda Rossi menuju taman rumah sakit.
Tidak berapa lama, mereka pun akhirnya tiba di taman, di sana terlihat banyak sekali pesakit yang duduk bersama kerabat mereka untuk menikmati udara segar dan beberapa saat melupakan sakit yang mereka rasakan.
"Sus,apa suatu saat nanti jika aku pergi keluarga ku akan bisa bahagia tampa aku?"Tanya Rossi sambil menatap beberapa bungga di samping nya.
"Mbak, jangan bicara seperti itu, sebaiknya mbak fokus dengan kesehatan mbak Rossi saja."Jawab sang suster dengan raut wajah kasian.
"Tidak suster,aku tidak bisa sembuh, namun hati ku berat sekali rasanya meningal kan kakak dan mama ku,jika aku pergi aku akan benar-benar tidak bisa di lihat oleh mereka lagi bahkan tidak akan ada kenangan tentang aku."Racau Rossi dengan kesedihan nya.
"Jangan berkata seperti itu mbak Rossi, dengar kan saya, jika mbak Rossi tidak ingin pergi dengan sia-sia dan tidak ingin keluarga melupakan mbak Rossi lakukan sesuatu yang akan membuat mereka tidak bisa melupakan mbak Rossi."Ucap sang suster panjang lebar.
Rossi menatap wajah suster tersebut seolah ingin kembali meminta penjelasan karena dirinya kurang mengerti dengan ucapan suster itu.
Bersambung ....