Vernatha Aira Lexandra atau yang di panggil Natha, dia terlahir kembali.
Di kehidupan sebelumnya, Natha tidak pernah menyangka bahwa adik perempuannya mengambil suaminya dan mengambil semua yang Natha miliki.
Lalu, suami dan adik perempuannya itu yang selalu Natha percayai, mengkhianatinya. Mereka berhubungan di belakang Natha. Mereka juga bekerjasama untuk merebut warisan orang tua Natha sejak lama.
Natha merasa hidupnya selama 27 tahun di permainkan. Di detik-detik sebelum Natha mati, ia di tuntun mereka ke dalam sebuah jurang curam. Suaminya yang selalu Natha cintai dengan tulus, adiknya yang selalu Natha utamakan dalam segala hal, membunuh Natha dengan mendorongnya jatuh sehingga Natha mati di tempat dengan tubuh hancur.
Di sanalah hidup Natha berakhir dengan menyedihkan.
Natha bersumpah untuk membalas dendam.
Saat kelahirannya kembali, Natha mengubah semua takdirnya. Hal paling utama adalah Natha memilih suami pilihan pertamanya yang akan di jodohkan dengannya. Hanya saja dia mengalami cacat dan vegetatif. Pria itu tidak pernah bangun di kehidupan pertama Natha.
Namun suatu hari..
"Apakah kamu yang merawatku?"
Natha menoleh dan melotot kaget melihatnya bangun.
_______
Note;
• Konflik berputar-putar.
• Anti pelakor (Paling cuma pengganggu).
• Terdapat unsur dewasa 18+
• Bagi yang menderita uwuphobia, harap menjauh dari cerita ini!
• Harap Follow author sebelum membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Febbfbrynt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 21
"Apakah kamu tahu bagaimana wanita itu di pojokkan? Wajahnya sangat jelek karena marah. Dia tidak bisa membalas dan menyangkal perkataan Aksa. Aku sangat bahagia melihatnya."
Ketika sampai di rumah, Natha langsung menceritakannya sambil terkikik. Dia memberikan air yang sudah di peras dari tangannya kepada Abyan. Lalu ia melanjutkan ucapannya, "Suasana hatiku menjadi baik. Kapan lagi aku bisa melakukan hal itu? Aku yakin, reputasinya pasti memburuk. Ya, itu bagus. Karma yang ia dapatkan memang harus lebih buruk. Begitu, kan?"
Heningnya kamar sudah menjadi jawaban Natha. Senyumnya belum luntur. Natha menyeka tangan serta kaki Abyan dengan lembut.
"Aku harap, dia mendapatkan hukuman yang lebih buruk. Dengan apa yang terjadi padanya malam ini, menurutku tidak cukup. Aku ingin dia hancur! sehancur-hancurnya!" geramnya penuh kebencian.
Saat menatap Abyan lagi, matanya melembut. Natha mencium pipinya. Berkata lirih, "Cepatlah bangun. Bantu aku."
Setelah selesai, Natha keluar kamar.
Jari-jari Abyan sedikit bergerak di dalam kamar. Sayangnya, Natha tidak melihat itu.
Saat akan berjalan ke dapur, Natha berpapasan dengan Briyan.
Langkah keduanya berhenti bersamaan. Briyan menatap Natha tidak ramah. Sebaliknya, Natha menatap Briyan dengan santai.
"Ternyata, kamu tidak sesederhana di permukaan," desis Briyan dengan suara dingin.
"... Diamnya aku, bukan karena aku takut padamu. Aku akan bertindak jika saja kamu berbuat seenaknya. Kalau kamu melakukan sesuatu di luar batas dan berniat buruk terhadap kakak dan keluargaku, aku tidak akan membiarkanmu lolos," ancamnya penuh penekanan.
Briyan menonton semua perdebatan di sekolah itu. Briyan tahu, Natha tidak akan mudah di provokasi.
Natha tidak menjawab. Dia hanya tersenyum santai. Briyan mendelik tajam. Lalu pergi.
Natha mengangkat bahu. Setelah menyimpan baskom kecil di dapur, dia kembali ke kamarnya.
Natha tidak goyah ataupun terpengaruh dengan ancaman Briyan. Ia juga tidak berharap keluarga Grissham mengakui keberadaannya. Oleh karena itu, Natha akan berjuang sendiri. Walaupun seandainya dia seekor kura-kura, ia tetap berjuang akan memanjat puncak sendirian.
***
Briyan keluar kamarnya di tengah malam. Ia merasa sangat haus. Setelah menuruni tangga, Briyan mengambil sebuah botol minuman di kulkas dapur.
Setelah menghilangkan dahaganya, ia kembali menaiki tangga. Namun, saat melewati kamar kakaknya, langkah Briyan berhenti.
Pintunya sedikit terbuka.
Briyan sedikit mengintip. Ia bisa melihat Natha yang duduk di samping kakaknya, gadis itu tengah membaca sebuah buku tebal di kedua tangannya.
Sedangkan di dalam, Natha sesekali menatap Abyan ketika tengah membaca bukunya.
Natha menyimpan buku, lalu ia mengambil baskom kecil di bawah samping tempat tidur. Tiba-tiba, Natha melihat Jari telunjuk Abyan bergerak.
Dukk
Byur
Baskom di tangannya terjatuh, menimbulkan suara keras di keheningan ruangan. Airnya tumpah membasahi lantai.
Mata Natha terbelalak kaget.
"Abyan! Kamu bangun?!" teriak Natha seraya menggenggam tangannya yang tergerak beberapa detik lalu.
Brak
Briyan membuka pintu dengan keras setelah mendengar perkataan Natha. Sehingga, Natha terlonjak kaget seraya menoleh ke belakang.
"Kakakku bangun?!" tanyanya tergesa dengan suara tinggi.
Natha mengangguk yakin dengan ekspresi masih kaget.
Briyan mengamati kakaknya. Namun, ia tidak melihat gerakan kakaknya sedikitpun. Amarah Briyan langsung melonjak, ia menatap Natha dengan tajam. Dengan menunjuk Natha, ia berteriak marah, "Kamu berbohong, Natha!!"
Natha menggeleng, "Aku tidak berbohong! Saat tadi aku melihat jari Abyan bergerak!" katanya seraya mengangkat tangan kanan Abyan yang jarinya sempat bergerak.
Namun, tidak ada gerakan seperti semula. Natha sangat kecewa. Briyan menatap tajam Natha, dia menjadi lebih marah.
"KAMU!!--"
"Ada apa ribut-ribut?"
Suara seseorang membuat keduanya menoleh. Mereka melihat Albert di dekat pintu dengan kening mengerut.
Di samping Albert, terdapat Alice yang tengah memandang mereka heran.
Wajah Briyan terlihat memerah karena marah. Ia menunjuk ke arah Natha, menggeram seraya mengadu, "Dia berbohong, Kakek! Dia bilang kakakku bangun, tapi lihat! Kakakku masih tidak bergerak sedikitpun!"
Albert menatap Natha dengan pandangan meminta penjelasan.
Natha menjawab dengan tergesa, "Aku tidak berbohong, Kakek! Aku sempat melihat jari telunjuknya bergerak!"
"Tidak! Tadi aku melihat kakakku tidak bergerak sama sekali! Jangan menipu, Natha!" raung Briyan bersikeras.
Albert melihat cucunya yang benar-benar tidak bergerak. Lalu, Albert menoleh ke arah Natha dengan kecewa. Ia berkata dingin, "Aku tahu kamu sangat ingin cucuku bangun, Natha. Tapi, jangan berbicara omong kosong. Kami sudah mengirimkan banyak jenis dokter. Tetap saja, tidak ada yang tahu kapan ia bangun. Jangan membuat lelucon seperti ini!"
Alice sama-sama menatapnya kecewa.
Natha menggeleng panik, "Ak--"
"Cukup! Natha!" teriak Briyan, ketika melihatnya akan menyangkal.
Natha menoleh ke arah Abyan, melihat jarinya telunjuknya mengacung lagi, senyum Natha mengembang semringah. Jantungnya berdegup kencang. Ia buru-buru menatap ke tiga orang itu dengan menunjuk jari Abyan yang sempat mengacung, "Lihat! Jarinya bergerak lagi!"
Ketiganya menoleh. Namun, tidak ada pergerakan apapun. Kekecewaan mereka kepada Natha semakin besar.
Mata Albert semakin dingin, ia berkata mutlak, "Aku akan mencabut tanggung jawabmu merawat Abyan. Jangan tidur sekamar lagi dengannya. Aku akan menyuruh pelayan untuk memindahkanmu ke kamar sebelah."
Albert keluar kamar diikuti Alice. Mata wanita itu menjadi tajam saat bertemu pandangan Natha.
Natha menggeleng tidak mau. Matanya berkaca-kaca. Briyan menarik lengannya kasar untuk keluar kamar seraya berkata mencela, "Kamu memang tidak pantas untuk merawat kakakku! Jangan pernah ke kamar Kakakku lagi!"
Setelah sampai di luar kamar, Briyan meliriknya dingin sebelum pergi meninggalkan Natha yang menatap kosong kepergiannya.
Tubuh Natha merosot dengan tubuh bersandar di pintu kamar Abyan yang tertutup.
Natha berjalan ke kamar di sampingnya. Setelah melirik pintu kamar Abyan, ia masuk ke dalam kamar asing itu.
Natha tidak pernah tidur di kamar ini. Sedikit sempit, namun terlihat nyaman. Ia terduduk diam tanpa melakukan apapun.
Natha tengah menunggu waktu.
Detik demi detik, menit demi menit, akhirnya satu jam lebih berlalu. Posisi Natha tetap sama seperti patung.
Suasana di sekitar sangat hening, hanya terdengar jam berdetak. Natha yakin, semua orang sudah tertidur karena jam menunjukan pukul 12 malam.
Natha keluar kamarnya. Lalu, ia memasuki kamar Abyan dengan pelan dan hati-hati agar tidak menimbulkan suara sekecilpun. Ya, Natha memang sangat berani. Namun, ia tidak peduli dengan konsekuensinya.
Setelah menutup kembali kamarnya, Natha mengamati Abyan yang terbaring. Jari-jarinya tidak bergerak sama sekali. Seakan, apa yang tadi dia lihat hanyalah halusinasinya.
Natha menghela nafas berat. Ia duduk di sisi tempat tidurnya. Berkata murung, "Kenapa mereka tidak mempercayaiku? Aku tidak berbohong. Aku benar-benar melihatmu menggerakkan jari telunjukmu!"
"Aku sangat sedih, tidak bisa merawatmu lagi.."
"... Tapi jangan khawatir. Aku akan melakukan apapun untuk merawatmu kembali.." imbuhnya dengan senyuman getir yang tersungging di bibirnya.