Riana terpaksa menerima lamaran keluarga seorang pria beristri karena keadaan yang menghimpitnya. Sayangnya, pria yang menikahinya pun tidak menghendaki pernikahan ini. Sehingga menjadikan pria tersebut dingin nan angkuh terhadap dirinya.
Mampukah Riana tetap mencintai dan menghormati imamnya? Sedangkan sikap labil sering sama-sama mereka tunjukkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rini sya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketulusan Hati Riana
Taksi yang Minah pesan sudah menunggu di depan rumah Langit. Minah mengendap-endap sembari menggandeng tangan Riana. Berharap tak ada seorangpun yang melihat aksinya. Untuk urusan dia dimarahi ataupun dipecat, itu adalah urusan nanti. Yang penting baginya saat ini adalah mengeluarkan wanita malang tersebut dari neraka jahanam ini.
Minah tidak Terima jika Langit terus-terusan menyiksa Riana. Mau bagaimanapun, Minah wajib menyelamatkan nyawa sesama wanita. Ia tidak peduli dianggap sok jadi pahlawan. Sebab, apa yang dilakukan sang majikan tidak manusiawi.
Namun, langkah Riana terhenti ketika tak sengaja mereka mendengar bunyi benda jatuh. Suaranya terdengar nyaring.
"Apa itu, Bi?" tanya Riana sembari menarik tangan Minah, agar berhenti dan ikut mendengarkan apa yang ia dengar.
Lalu, Minah pun ikut mendengarkan. Sayup-sayup terdengar seseorang meminta tolong. Seketika mereka berdua pun mengingat Yuta. Wanita yang saat ini sedang sakit.
"Non Yuta, Non!" pekik Minah, spontan.
Tak ayal Riana pun meletakkan tas bajunya dan segera berlari ke kamar Yuta. Melihat apa yang sebenarnya terjadi. Sedangkan Minah tak mungkin menghalangi. Karena ini juga berurusan dengan hati.
Riana terus berlari menaiki tangga, tak peduli rasa sakit yang ia rasakan. Ia hanya takut terjadi apa-apa dengan Yuta. Sebab menurutnya Yuta juga bagian dari tanggung jawabnya kepada Dayat dan Nana. Bukan hanya itu, ini juga berurusan dengan urusan kemanusiaan.
Benar saja, setelah Riana dan Minah membuka pintu kamar Yuta, mereka melihat Yuta sudah tergeletak di bawah ranjang. Dengan darah mengucur dari hidung dan mulut. Seketika Riana meraih tubuh itu dan berusaha menyadarkan Yuta.
"Mbak! Mbak! Mbak Yuta, bangun Mbak!" panggil Riana gemetar.
Bukan hanya Riana yang takut, Minah pun sama. Mereka berdua sama-sama takut.
"Bi, tolong bawa baju mbak Yuta beberapa, lalu kita bawa beliau ke rumah sakit. Taksi di depan masih ada kan?" ajak Yuta gugup.
Tak banyak bertanya, Minah pun menuruti perintah Riana. Dengan cepat ia segera meraih beberapa baju Yuta. Tanpa memilih. Setelah itu, ia pun membantu Riana menaikkan tubuh kurus Yuta, di atas punggung Riana.
Dengan ikhlas wanita cantik ini berusaha menyelamatkan istri pertama dari pria jahat itu. Ia tidak peduli, sebab yang ada dalam pikirannya saat ini hanya, Yuta selamat. Ia tak mau baby Ara kehilangan ibunya. Sepertinya. Ia tak mau Ara jadi yatim.
"Cepat buka pintu taksinya, Bi!" pinta Riana lagi. Minah langsung mempercepat langkahnya. Hingga tidak memerhatikan jalanan yang licin. Sampai ia hampir jatuh.
"Hati-hati, Bi!" ucap Riana.
"Iya, Non. Maap-maap," jawab wanita paruh baya ini. Lalu, Minah langsung masuk ke dalam taksi.
Riana di bantu oleh sopir taksi langsung membaringkan Yuta ke pangkuan Minah. Kemudian, mereka langsung naik ke dalam taksi untuk membawa wanita sakit itu ke rumah sakit.
Di perjalanan menuju rumah sakit, tak lupa Riana mengirim pesan kepada Nana, yang tak lain adalah ibu mertuanya. Namun sayang, pesan yang ia kirim belum dibaca. Mungkin mereka masih tidur. Maklum, saat ini masih dini hari.
Minah dan Riana begitu kompak menyelamatkan wanita ini. Beberapa kali, Riana mengelap hidung Yuta yang mengeluarkan darah. Riana begitu perhatian terhadap wanita sakit ini.
Beberapa kali minah menatap Riana. Heran. Sebab Riana seperti lupa dengan sakit yang ia rasakan.
Memang benar, Riana sepertinya memang melupakan sakit yang ia rasakan akibat ulah Langit. Melihat penderitaan Yuta, rasa sakitnya sendiri sepertinga langsung hilang. Riana menangis dalam diam. Tak tega melihat penderitaan wanita malang ini.
Lagi-lagi Minah menyaksikan sendiri betapa halusnya perasaan Riana. Ia begitu tak mampu menyaksikan penderitaan orang lain. Lalu, kenapa Langit tidak bisa melihat ketulusannya ini. Sebuta itukah dia? Minah berjanji dalm hati, akan membongkar kelakuan busuk Langit di depan kedua orang tuanya. Agar mereka tahu, bahwa memiliki seorang putra yang tidak memiliki hati.
Lima belas menit berlalu, akhirnya mereka pun sampai di rumah sakit di mana biasa Yuta di rawat. Riana langsung turun dan meminta petugas media yang bekerja di sana untuk membantunya menyelamatkan Yuta.
Beruntung, mereka semua tanggap. Sehingga Yuta segera mendapat pertolongan.
"Bagaimana Non? Apakah ibu sama bapak sudah Non kasih tahu?" tanya Minah takut.
"Sudah, Bi. Tapi pesanku belum dibaca. Mau ku telpon takut mereka kaget. Tunggu adzan Subuh dulu, baru nanti ku telpon," jawab Riana lemah.
Minah menatap mata Riana yang mulai terlihat lelah. Namun, sedikitpun ia tak mendengar wanita cantik ini mengeluh. Bagi Minah, Riana terlihat begitu anggun dan cantik ketika mengenakan hijab. Entahlah, Riana terlihat semakin sholehah di matanya. Apa lagi ditambah ia memakai masker, terlihat seperti memakai cadar.
"Non, boleh Bibi minta sesuatu?" tanya Minah pelan. Bukan apa, Minah hanya takut Riana tersinggung dengan permintaannya yang mungkin nyeleneh.
"Apa itu?" Riana pun terlihat penasaran.
"Istiqomah ya, Non, pakai hijabnya!" pinta Minah dengan senyum keibuannya. Entahlah, kenapa Minah meminta seperti itu. Menurutnya, melihat Riana berhijab, seperti melihat seorang bidadari. Adem banget di hati.
"Kenapa, Bi? Apakah aku cantik berhijab?" canda Riana. Sebenarnya ia tahu, bahwa menutup aurat adalah kewajiban setiap wanita muslim. Hanya saja, Riana masih memantapkan hati untuk berhijrah ke arah yang lebih baik.
"Sangat, Non, sangat cantik. Non seperti bidadari. Sungguh!" jawab Minah jujur.
Riana tersenyum. Tetapi dalam hati ia juga berharap bisa terus menutup auratnya. Untuk menghindari fitnah yang akan tertuju padanya.
Hampir tiga jam menunggu di depan UGD, akhirnya Yuta pun di pindahkan ke dalam kamar rawat.
Sesuai ucapannya pada Minah, selesai mendengar adzan Subuh Riana pun segera menghubungi kedua mertuanya dan melaporkan apa yang sedang terjadi saat ini.
"Kok bisa, apakah Langit tidak menjaganya?" tanya Nana ketika mendengar kabar itu.
Langit, nama pria itu. Sungguh, hanya mendengar nama itu saja Riana langsung mengigil ketakutan. Bagaimana tidak? Apa yang ia alami sebelum ini sungguh menggerikan. Menyisakan trauma yang luar biasa di dalam hati wanita cantik ini.
"Saya tidak tahu, Ma," jawab Riana sembari menahan tangisnya.
"Kamu sudah telpon dia?" tanya Nana lagi.
Riana terdiam. Bagaimana telepon? Punya nomernya saja tidak. Mungkin Minah punya, tapi Riana mana mungkin berani.
"Belum, Ma," jawabnya singkat.
"Oh ya udah, nanti Mama aja yang telpon. Bagaimana sih, tidak bertanggung jawab sama sekali," ucap Nana kesal. Bagaimana tidak? Yuta dan Langit sering membuatnya repot.
Riana hanya diam mendengarkan ibu mertuanya sedikit kesal.
"Ria, tolong kamu jangan ke mana-mana dulu ya, sebelum aku atau Langit datang," ucap Nana.
"Iya, Ma," jawab Riana singkat. Lalu tak ada perbincangan lagi. Nana menutup percakapan mereka setelah berterima kasih kepada menantu kesayangannya. Nana percaya, bahwa Riana tak mungkin mengingkari janjinya.
Bersambung....
msh merasa paling tersakiti