Fajar adalah seorang anak brokenhome yang sangat membenci ayahnya. ia merupakan anak kelas 3 SMA. Di semester awal sekolah, ia bertemu dengan Andini yang merupakan seorang siswi baru disekolahnya. Fajar mecintainya pada pandangan pertama. Tapi saat berusaha mendekatinya, Fajar selalu diacuhkan. Sikap Andini yang dingin membuat Fajar harus berusaha lebih keras untuk mendapatkan hatinya. apakah ia berhasil? apakah Andini akan menerimanya? baca terus ceritanya😄
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haridwan _, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ujian
PAS mulai dilaksanakan hari ini. Semua siswa sudah belajar dari jauh-jauh hari. Ada yang ikut bimbel, les, atau belajar di rumah dengan sangat giat. Kali ini Andini sudah menunggu Fajar diparkiran. Berbeda dengan hari-hari biasanya, di mana Fajar yang selalu menunggu Andini. Beberapa saat setelah ia menunggu, Fajar datang dan menyapanya.
"Eh An, kamu udah dateng aja."
"He he. Iya. Aku datengnya kepagian. Aku kira kalau ujian jam sekolahnya dicepetin."
"Terus ngapain kamu masih di sini?."
"Nungguin kamu. Dikelas enggak ada temen."
"Oh ya udah. Ayo!."
"Tunggu bentar." Andini menahan Fajar.
Fajar lalu berhenti.
"Ada apa?."
Tangan Andini meraba raba rambut Fajar dan merapikannya. Bola mata Fajar memperhatikan ke atas, ke arah tangan Andini yang sedang sibuk dengan rambutnya.
"Udah rapi." Ucap Andini.
"Makasiih...." Fajar mengusap kepala Andini. Hal itu membuat rambut Andini yang tergerai itu agak berantakan. Dengan cepat, ia berlari dan meninggalkan Andini di sana.
"Ih Fajaaaaar...." keluh Andini sambil berteriak dan mengejar Fajar. Setelah sampai dikelas, Andini duduk di mejanya. Fajar lalu menghampirinya.
"Emang ruangan kamu di sini?."
"Iya." Jawab Andini singkat.
"Terus kenapa duduknya di sini?."
"Kan ini udah ada tulisannya di meja. 'Andini Larasati'. Kamu enggak liat?."
"Ya udah. Aku duduk di sebelah kamu
ya?."
"Duduk di kursi kamu aja."
"Kamu marah?."
“Enggak. Kesel aja. Tadi aku rapiin rambut kamu, tapi kamu malah bikin berantakan rambut aku."
"Ha ha. Cuma gitu aja?. Sini." Fajar mengarahkan wajah Andini padanya lalu merapikan rambut Andini.
"Udah cantik lagi. Jangan marah."
"Iya."
"Eh iya an. Ini aku kelupaan. Aku malah simpen ini terus." Ucap Fajar saat mengeluarkan sebuah kotak ditasnya.
"Ini apa?."
"Buka aja."
Saat membukanya Andini tersenyum, isi dari kotak itu ialah keramik yang ia lukis. Yang mewakili kehidupannya saat ia bertemu dengan Fajar. Saat di mana ia merasa sangat bahagia tak seperti biasa.
"Kamu jaga ini baik-baik ya. Ini kan pemberian dari sunshine."
"Sunshine apaan?. Sun go kong iya."
"..."
"Yah ngambek. Mana liat." Andini lalu memegang kedua pipi Fajar dengan satu tangannya. Ia menekan nekan pipi Fajar. Hingga Fajar berekspresi duck face seperti gaya selfie perempuan-perempuan zaman sekarang. Andini yang melihat hal itu tertawa tidak berhenti.
"Ha ha."
"Yah malah ketawa. Aku jadi enggak ngambek deh gara-gara liat kamu ketawa."
"Yah enggak ngambek. Aku jadi enggak ketawa deh karena kamu udah enggak ngambek. He he."
***
Bel masuk berbunyi, semua siswa masuk ke ruangan yang sesuai dengan nomor peserta mereka. Fajar dan Andini satu ruangan, sementara Rendy dan Refina berada di ruangan yang lain. Jadi untuk kali ini, empat sekawan itu tidak saling berdekatan. Saat semua siswa masuk ke kelas, Fajar masih saja duduk di sebelah Andini. Hal itu membuat orang yang harusnya duduk di sana mencari tempat duduk yang kosong.
"Jar, kamu ngapain masih di sini?."
"Kan mau ujian."
"Iya aku tahu. Kursi kamu bukan di sini. Itu kasian dia yang harusnya duduk di sini!. Pindah enggak?. Ayo pindah!!."
"Iya deh iya." Fajar pindah tempat duduk, kini ia duduk tepat di belakang Andini. Andini tidak memperhatikan bahwa Fajar tadi pindah ke belakangnya.
"Hai Andini."
"Ih jar. Ngapain kamu di sini?."
"Meja aku emang di sini. Nih liat, Fajar."
"Itu bukan nama kamu. Itu kan kelas
sepuluh!!."
"Biarin. Yang penting namanya Fajar. Wlee." Ucap Fajar sambil menjulurkan lidahnya.
Andini hanya menepuk jidat lalu menggelengkan kepala. Ia tak memedulikan
Fajar kali ini. Biarkan ini jadi urusan Fajar saja. Jika nanti Fajar dimarahi karena tidak duduk sesuai nomor pesertanya. Biar dia kena marah.
Ujian pun dimulai, semua siswa mengerjakan ujian dengan tekun.
“Kalau ada yang ketahuan nyontek, bapak suruh ngisinya di luar!!.” Ucap pak jeni yang mengawas ujian di sana.
"Yaelah pak. Nyontek doang!." Tukas
Fajar berbisik.
Sementara yang lain sibuk mencari dan mengisi jawaban, Fajar hanya menulis data diri dan tak melanjutkannya.
"Eh pinjem penghapus!." Ucap Andini pada seseorang yang ada di belakangnya, tepatnya di samping Fajar. Tanpa sengaja, Andini melihat Fajar yang tengah bersandar pada tembok dan tidak melakukan apa-apa. Ia juga melihat lembar jawaban Fajar yang masih kosong.
"Fajar!. Hey!. Kok enggak diisi. Waktunya nanti habis kalau dipake santai-santai gitu!." Andini berbisik.
“Enggak mau ah. Aku enggak tahu
jawabannya yang mana."
"Isi apa ajalah!!!."
"Ya nanti remedial. Sama aja. Cape dua kali kalau gitu."
"Terserah ah!."
Andini melanjutkan mengisi soalnya.
Sesekali ia melirik Fajar, setiap kali ia melirik, Fajar masih tetap saja belum mengerjakan soalnya. Ia agak khawatir, ia takut bahwa Fajar akan gagal mengisi soalnya. Ia mengambil pulpen ditasnya dan menuliskan beberapa jawaban ditangannya.
"Pak permisi sebentar." Ucap Andini sambil mengacungkan tangan.
"Mau ke mana?."
"Kamar mandi pak!."
"Oh iya silakan."
Sebelum pergi keluar, Andini memukul bahu Fajar, mengisyaratkan ia untuk ikut. Tapi
Fajar tak juga mengerti.
Follow everywhere I go. Senandung Andini menyanyikan lagu lily dari alan walker saat melewati jendela Fajar. Karena hal itu Fajar mengerti maksud Andini. Ia pun juga izin pada pak jeni untuk pergi ke kamar mandi. Dan pak jeni mengizinkannya. Fajar pun segera berlari dan mengikuti Andini. Dan Fajar berhasil menemui Andini sebelum Andini sampai ke kamar mandi.
"Ada apa?."
"Kamu kok lama banget. Aku jalan udah kayak siput ini. Tapi tetep aja kamu lama kesininya!."
"Maaf aku enggak ngerti tadi. Ada apa
sih?."
"Kamu enggak juga ngisi soal?."
“Enggak."
"Kamu itu gimana sih?."
"Gimana apanya?."
"Isi soalnya dong!!."
"Aku kan udah bilang. Aku enggak tahu jawabannya."
"Nih aku kasih 20 jawaban. Selebihnya kamu isi sendiri!!. Tapi besok-besok, kalau kamu enggak belajar dan enggak ngisi soalnya, aku bakalan marah banget sama kamu!!."
"Mmm iya deh iya." Fajar lalu menyalin tulisan ditangan Andini dengan pulpen milik Andini. Selang beberapa menit, Refina dan Rendy juga datang ke tempat mereka.
"Ren, ref, ngapain kalian berdua kesini?." Tanya Andini.
"Ini An, si Rendy. Masa soal enggak ada yang dijawab. Dia malah santai aja."
"Si Fajar juga. Dia malah nyender aja ditembok!."
Mendengar hal itu, Rendy dan Fajar highfive di hadapan Andini dan Refina.
“Enggak bisa ngisi soal kok bangga!. Nih contekannya!." Refina menulis jawabannya di telapak tangan Rendy.
"Besok nih, Lo jar, sama si Rendy, kalau enggak bisa ngisi soal. Gue sama Andini enggak bakal ngobrol atau bales chat sama kalian berdua sampe masuk semester dua!!." Hardik Refina pada Fajar dan Rendy.
"Nah iya tuh!." Tukas Andini setuju.
"Loh an, kok kamu ikut ikutan sih?." Protes Fajar.
"Udah ayo kita kembali ke ruangan masing-masing!." Ajak Refina. Andini mengangguk dan berjalan pergi bersama Refina.
Sementara Fajar dan Rendy masih terdiam dan saling menatap heran.
***
Esoknya dan hari-hari berikutnya, Fajar dan Rendy sibuk berkutat dengan buku catatan yang diberikan oleh Refina dan Andini. Mereka berdua menghafalkan semuanya. Mereka datang pagi-pagi ke sekolah dan duduk di kantin sambil membaca buku. Andini dan Refina yang memperhatikan hal itu hanya tersenyum. Untuk seminggu lebih, Fajar dan Rendy menjadi seseorang yang giat. Di setiap mata pelajaran ujian juga mereka mengisinya tanpa ada yang terlewat. Bukan karena ingin dapat nilai bagus, tapi karena takut mereka tidak dapat menghubungi perempuan-perempuan yang sangat mereka sayangi.
***
"Huh... hari terakhir belajar." Keluh Fajar.
"Hore.... kalian berhasil." Seru Refina sambil tepuk tangan.
"Keram nih otak Gue jar. Ke cape-an
katanya."
"Otak Lo enggak biasa sih. Kalau otak Gue mah dipake mikir terus."
"Mikirin apaan?."
"Andini."
"Terserah Lo jarjit!." Tukas Rendy.
"Aduh. Sejarah banyak banget materinya. Nih yang bikin materi kebanyakan mengenang masa lalu. Masa depannya sendiri enggak dipikirin kayaknya." Hardik Fajar kesal.
"Iya nih. Kalau masalah percintaan, si bapak yang bikin materi ini kayaknya enggak bisa move on dari mantannya. Dia putus nyambung putus nyambung kayak wifi tetangga!." Ujar Rendy yang membuat Refina dan Andini tertawa.
***
"Murid-murid, PAS telah selesai, dan Ibu punya pengumuman sedikit. Untuk pembagian rapor akan dilaksanakan hari kamis. Rapor harus dibawa oleh orang tua atau wali kalian. Untuk pelaksanaan remedial akan dilaksanakan mulai dari hari ini sampai sehari sebelum pembagian rapor!."
"Baik Bu...." ucap semua murid pada Bu Rina.
Sepulang sekolah, Andini, Rendy dan Refina terlihat senang karena PAS berakhir dan karena Rendy dan Fajar berhasil menjawab soalsoal ujian. Dan yang lebih menyenangkannya lagi tidak ada yang di remedial. Tapi Fajar, ia terlihat murung dan memikirkan sesuatu.
"Jar, kenapa?." Tanya Andini lembut.
"Eh ini. Bentar lagi pembagian rapor. He he."
Saat Fajar berkata begitu, Rendy Refina dan Andini mengerti bahwa Fajar sedang memikirkan siapa yang akan mengambil rapornya.
"Mau Gue minta sama Ibu?." Tanya Rendy.
“Enggak usah. Mungkin Gue minta Bang
Ipan aja."
"Serius jar?."
"Iya ref, enggak apa-apa. Hmmm." Fajar tersenyum sebelum ia melanjutkan kalimatnya. "Gue pulang dulu ya. Dah.." ucap Fajar lalu meninggalkan tempat mereka mengobrol. Ketiga temannya merasa sedih karena melihat
Fajar harus mengingat lagi tentang Ibunya. Mereka paham betapa sedihnya Fajar yang harus meninggalkan rumah demi kebahagiaan Ibunya meski ia tak bahagia. Ia sering kali tersenyum meski kawan kawannya tahu bahwa Fajar sedang menipu mereka.
***
Di kafe, Fajar mencoba berbicara pada Bang Ipan perihal rapor tadi.
"Bang, mau enggak bantuin saya?."
"Bantu apa?."
"Ini, mmm.... gimana ya?. Jadi kamis depan kan pembagian rapor.... nah..." belum selesai Fajar bicara, Bang Ipan sudah mengerti apa maksudnya.
"Iya nanti abang ke sana."
"Wah serius?."
"Iya."
"Makasih ya bang." Fajar langsung berlari ke belakang meja kasir tempat Bang Ipan seang bertugas, ia lalu menaiki punggung Bang Ipan dengan meloncat karena kegirangan. Hal itu membuat semua pelanggan kafe melihat mereka dan tersenyum.
"Aduh. Ngapain sih?. Udah turun turun!!. Malu!!."
"He he. Maaf kegirangan, kegirangan. Sebagai gantinya, saya akan bersih-bersih deh sampe pembagian rapor."
"Oke. Terserah deh."
"Tapi bang...."
"Apaan lagi?."
"Saya belum nembak Andini nih."
"Belum?. Gimana sih?. Lemot amat kayak HP china."
"Ya susah bilangnya."
"Ajak aja dia jalan-jalan. Terus nyatain deh perasaan ke dia saat suasananya lagi memungkinkan." Bang Ipan menjelaskan tentang rencananya.
Fajar mengangguk-ngangguk menandakan bahwa ia mengerti.
"Tapi mainstreem ah."
"Coba aja dulu!."
"Iya deh iya...."
adanya cinta karena terbiasa..
* terbiasa bertemu
*terbiasa berantem
* terbiasa jalan bareng
* terbiasa ngobrol
* dan terbiasa2 lainnya
suka dengan karyamu thor.
hiks..hiks...