Afnaya Danuarta mengalami suatu musibah kecelakaan hebat, hingga membuat salah satu pada kakinya harus mendapati sakit yang cukup serius. Disaat hari pernikahannya tinggal beberapa waktu lagi, dan calon suaminya membatalkan pernikahannya. Mau tidak mau, sang adik dari calon suami Afnaya harus menggantikan sang kakak.
Zayen Arganta, adalah lelaki yang akan menggantikan sang kakak yang bernama Seynan. Karena ketidak sempurnaan calon istrinya akibat kecelakaan, membuat Seyn untuk membatalkan pernikahannya.
Seynan dan juga sang ayahnya pun mengancam Zayen dan akan memenjarakannya jika tidak mau memenuhi permintaannya, yang tidak lain harus menikah dengan calon istrinya.
Akankah Zayen mau menerima permintaan sang Ayah dan kakaknya?
penasaran? ikutin kelanjutan ceritanya yuk...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan seseorang
Afna masih terus berusaha untuk bisa berjalan, meski harus memakai alat bantu.
"Aku bisa! iya, aku bisa." Ucapnya sangat senang dan terlihat wajahnya yang ceria. Zayen pun sedari tadi mengawasi gerakan gerakan Afna yang sedang belajar berjalan, Afna sendiri tidak menyadarinya jika diperhatikan oleh sang suami.
"Kenapa kamu masih berdiri di situ, katanya mau menyiapkan sarapan?" tanya Afna yang merasa diperhatikan oleh Zayen.
"Jangan kepedean, kamu adalah tanggung jawabku. Jadi, jika kamu jatuh maka aku yang akan mendapatkan kasus dari keluarga kamu."
Zayen langsung pergi begitu saja setelah menjawab pertanyaan dari Afna.
'Aneh, entahlah.' Gumamnya, kemudian dengan pelan Afna berjalan menuju kamar mandi. Dengan kerja keras untuk bisa berjalan, akhirnya Afna bisa melakukannya. Afna baru menyadarinya, kenapa tidak dari dulu Afna memakai alat bantu seperti tongkat penyangga.
'Kenapa keluargaku tidak memiliki cara seperti Zayen, andai saja papa dan mama pemikirannya seperti Zayen. Mungkin aku tidak akan duduk di kursi roda terus terusan." Gumamnya sambil mengambil pasta gigi.
Sedangkan Zayen sedang sibuk di dapur untuk menyiapkan sarapan pagi. Afna yang masih didalam kamar mandi tiba tiba mencium aroma yang sangat menggoda, aroma yang tidak kalah dengan masakan Restoran keluarganya.
Dengan cepat, Afna segera keluar dari kamar mandi. Perut Afna benar benar sudah keroncongan, dan ingin segera diisi.
Pelan pelan Afna melangkahkan kakinya dibantu dengan dua tongkat penyangga untuk pergi ke dapur.
Dilihatnya sang suami yang sedang membuat nasi goreng, Afna begitu terpesona dengan kemampuan Zayen yang seperti koki. Meski penampilan seperti preman sekalipun, tetapi sikapnya sangat jauh beda. Meski banyak juteknya dan terlihat sangat dingin, Afna tidak memperdulikannya. Yang terpenting bagi Afna tidak sekejam dari penampilannya.
"Hei, duduklah. Jangan memandangiku seperti itu, kasihan kaki kamu jika kamu terus terusan berdiri."
"Iya, maaf. Aku hanya ingin membantumu, bukankah ini tugasku sebagai istri." Jawabnya beralasan.
"Apa kamu tidak melihatnya, sampai sampai kamu ingin membantuku memasak."
Afna masih belum juga mengerti dengan apa yang tengah diucapkan oleh Zayen. Afna terus berusaha mencerna ucapan sang suami, namun tetap saja tidak menemukan jawabannya.
"Duduklah, sebentar lagi aku selesai."
Afna hanya mengangguk, dirinya segera duduk di ruang makan yang lumayan sempit. Berbeda jauh dengan ruang makan milik keluarganya, yang terlihat sangat luas. Sedangkan rumah milik suaminya terlihat sangat sempit, bahkan dengan ruang santai saja jadi satu dengan ruang makan.
Zayen dengan telaten menyajikannya dimeja makan, Afna yang hanya bisa memperhatikan suaminya yang berkali kali bolak balik mengambilkan yang ini dan yang itu. Afna hanya berdiam diri bagai ratu yang dilarang menyentuh pekerjaan.
Setelah sudah siap dan sudah tersaji dimeja makan, Afna dan Zayen segera menikmatinya.
Afna tidak mengeluarkan sepatah kata pun, dirinya tetap fokus dengan porsi makannya yang sudah ada di piring. Afna menikmati sarapan paginya, begitu juga dengan Zayen ikut menikmatinya. Keduanya tanpa bersuara, hanya terdengar suara sendok yang menyapu makanan yang berada dipiring.
Setelah selesai menikmati sarapan paginya, Zayen langsug mengambil buah dan juga pisau yang berada didepannya. Kemudian Zayen segera mengupas buah sebagai cuci mulut.
Afna masih berdiam, dirinya bingung untuk menyusun kata kata yang pas untuk di ucapkan nya. Karena merasa tidak enak hati, Afna membereskan meja makan yang terdapat piring kotor dan gelas kotor. Sebisa mungkin Afna berusaha untuk bisa melakukannya, meski hanya menumpuk piring kotor dan mengelap meja makan. Zayen yang masih mengupas buah hanya diam tanpa bersuara, dirinya tetap mengupas buah hingga selesa. Setelah selesai, Zayen memberikan buah kepada istrinya.
"Makanlah, ini sangat agus untuk kesehatanmu. Kamu tidak perlu mencuci piring, biarkan aku yang melakukannya."
"Tapi.. aku tidak ingin merepotkan kamu."
"Kalau kamu masih bandel, lakukan. Jangan salahkan aku jika nanti keluargamu akan menghakimi aku. Dan aku bisa membalasnya
tanpa memikirkan siapa kamu."
Afna yang mendengar ancaman dari Zayen hanya bisa berdiam, dirinya pun tidak ingin suaminya terlihat buruk di mata keluarganya. Meski tidak ada rasa cinta diantara keduanya, namun Afna berusaha untuk tetap bersikap sebaik mungkin.
"Apa kamu berani untuk tinggal di rumah ini sendirian?" tanyanya sambil menikmati buah pir.
"Tidak, tapi... kalau dikomplek ini aman, maka aku berani."
"Tentu saja, semua warga disini rukun rukun. Mungkin ada beberapa orang yang suka ghibah. Pintar pintar kamu mencari teman dalam bertetangga." Jawabnya, kemudian segera bangkit dan membawa piring kotor dan gelas kotor ke dapur untuk mencucinya.
Sedangkan Afna masih duduk dan menunggu sang suami selesai mencuci piring. Saat Afna hendak bangkit dari tempat duduknya, tiba tiba dikagetkan dengan sosok laki laki yang tiba tiba sudah di hadapan Afna.
"Maaf, jika salah lancang. Bos Zayen masih tinggal disini, 'kan?" tanya seorang laki laki asing dimata Afna. Sedangkan Afna bingung dibuatnya, ditambah lagi ada seorang laki laki yang bisa masuk kedalam rumah.
"Kamu siapa! jangan mendekat." Ucap Afna sedikit membentak. Zayen pun kaget saat mendengar Afna membentak seseorang, dengan cepat Zayen langsung segera keluar dari dapur.
Zayen melotot saat melihat siapa yang dibentak oleh Afna, dengan sigap Zayen langsung menarik tangan laki laki tersebut ke ruangan tamu. Sedangkan Afna tidak berani mengikutinya, dirinya takut menjadi sasaran emosi dari suaminya. Afna memutuskan untuk masuk kedalam kamar, dirinya tidak ingin mendapatkan resiko yang lebih buruk lagi.
"Kenapa kamu tidak menghubungiku jika mau datang kemari. Hah!"
"Aku sudah menghubungi kamu Bos, tapi tidak ada jawaban."
"Astaga!" sambil menepuk keningnya dengan kuat.
"Wanita tadi siapa, Bos? wanita simpanan tetapi kenapa pinca*ng begitu."
Zayen melototi anak buahnya dengan sangat tajam, bahkan seperti ingin memangsa musuh dengan lahap.
"Maaf, Bos. Jika aku salah menebaknya, soalnya Bos sendiri tidak memberitahuku.
" Dia istriku, jangan banyak tanya. Tugas kamu adalah mengikuti perintahku, dan dilarang menanyakan kepribadianku."
"Baik, Bos. Aku tidak lagi bertanya macam macam tentang kepribadian Bos Zayen."
"Katakan, ada apa kamu sudah datang kemari di pagi begini. Hah!"
"Ada pengiriman barang, Bos. Tetapi..." ucapnya terhenti.
"Tetapi apa, Viko? lakukan saja dengan baik seperti yang sudah sudah kamu lakukan."
"Masalahnya pada Seyn. Kakak kamu, Bos."
"Apa.....!!!" Kedua telapak tangan Zayen mengepal dengan sangat kuat. Tatkala dirinya harus berurusan dengan sang kakaknya sendiri.
"Kamu tenang saja, setelah ini kita akan berangkat. Kamu pergilah ke tempat biasa, aku akan segera datang setelah urusanku bersama istriku selesai."
"Baik, Bos. Kalau begitu, aku pergi dulu."
Zayen mengangguk, sedangkan Viko segera pergi dari rumah Zayen.
Setelah Viko pergi, Zayen segera bersiap siap untuk menyusul Viko ke tempat yang dimana untuk dijadikan pertemuan.
semoga tidak ada pembullyan lagi di berbagai sekolah yg berefek tidak baik