NovelToon NovelToon
Anak Pembawa Berkat

Anak Pembawa Berkat

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Wanita / Cintapertama
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Rachel Imelda

Gracia Natahania seorang gadis cantik berusia 17 tahun memiliki tinggi badan 160cm, berkulit putih, berambut hitam lurus sepinggang. Lahir dalam keluarga sederhana di sebuah desa yang asri jauh dari keramaian kota. Bertekad untuk bisa membahagiakan kedua orang tua dan kedua orang adiknya. Karena itu segala daya upaya ia lakukan untuk bisa mewujudkan mimpinya itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rachel Imelda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Takadanobaba

​Saat kereta mulai meluncur dengan mulus, Cia menempelkan dahinya ke jendela. Kegelapan telah menelan ladang-ladang di Narita, tetapi semakin jauh mereka melaju, semakin padat cahaya yang muncul. Pohon-pohon neon, menara-menara kaca yang menjulang dan jaring-jaring jalan layang yang rumit.

"Sangat luar biasa sekali kota ini" batin Cia.

Dia teringat ketika Rara menyuruhnya membayangkan ini. Bayangannya terasa sederhana dibanding kenyataan di depannya saat ini. Di desanya kegelapan malam adalah kawan yang sunyi, sedangkan disini, malam adalah kanvas bagi jutaan lampu yang menyala.

"Apakah ini terlalu...berbeda?" tanya Kana dengan nada lembut ketika melihat Cia yang menatap semuanya dengan begitu takjub.

Cia menggeleng "Ini....Tokyo...indah sekali Kana-san" jawab Cia tanpa mengihkan pandangannya dari pemandangan diluar kereta.

"Ya Tokyo" Kana tertawa kecil. "Sangat sibuk tapi kamu akan menyukainya. Asrama kita sangat nyaman dan dekat dengan kampus. Kamu akan bisa beristirahat nyenyak malam ini" kata Kana lagi.

Cia tersenyum. Rasa lelah, mual, dan cemas yang membanjirinya di bandara perlahan mereda. Kehadiran Kana, suara roda kereta yang stabil dan pemandangan luar yang bergerak cepat memberinya rasa damai yang aneh.

"Ayah, Ibu ,Rino, Rina...Tokyo sangat indah" batin Cia. Dia tidak pernah membayangkan kalo saat ini dia bisa berada di sini. Ini bukan sekedar mimpi tapi sebuah kenyataan yang sangat indah.

"Waseda ada di Shinjuku kan?" tanya Cia. Mencoba memulai percakapan dan ia mau memastikan ia masih ingat dengan informasi penting itu.

"Tepat sekali, kita akan turun di Stasiun Takadanobaba. Dari sana akan berjalan kaki sebentar ke asrama. Ada banyak restoran Ramen enak di sana. Kamu suka ramen Cia-san?" tanya Kana.

"Saya belum pernah coba yang asli." jawab Cia malu-malu, mengingat mie instan yang ia makan.

Mata Kana berbinar "kalo begitu besok tantanganmu adalah menemukan ramen favoritmu. Anggap saja itu misi pertamamu sebagai mahasiswa Waseda".

Tantangan? Cia sangat menyukai tantangan. Ia bersandar di kursi yang nyaman, membiarkan kebisingan kota yang merambat masuk menjadi lagu pengantar tidurnya. Padahal tadi katanya dia gak mau tidur. Tapi rasa lelahnya mengalahkan segalanya, Cia pun tertidur.

Perjalanan itu terasa singkat, sekitar satu jam kemudian,kereta melambatkan. Kana membangunkan Cia. Cia terbangun dan Kana menunjuk ke luar.

"Kita sampai, Cia-san. Takadanobaba" kata Kana.

Begitu keluar dari gerbong, Cia disambut oleh gelombang manusia yang bergerak cepat. Deru kereta yang datang dan pergi, dan pengumuman yang saling timpang tindih.

"Ikuti saya Cia-san! seru Kana. Suaranya sedikit meninggi di tengah keramaian. Kana dengan cekatan mengambil tas coklat usang Cia dan menggandeng lengannya, membimbingnya menuju gerbang tiket otomatis. Cia hanya bisa mengangguk dan membiarkan dirinya ditarik, otaknya terlalu penuh untuk memproses cara kerja kartu passmo yang sudah Kana urus untuknya. Begitu keluar dari stasiun, mereka langsung berada di jalanan yang ramai.

Malam telah sepenuhnya tiba. Lampu-lampu neon warna warni membanjiri jalanan, memantul.pada aspal basah. Bau kuah ramen yang lezat, asap rokok samar, dan aroma manis dari toko crepes berbaur me jadi satu. Sepeda-sepeda diperkirakan dengan rapi, dan semua orang baik pejalan kaki maupun pengemudi bergerak dalam tatanan yang sangat tapi.

"Ini adalah jantungnya Takadanobaba. Banyak mahasiswa di sini." jelas kana. Saat mereka berjalan di trotoar yang lebar, Cia mencengkeram tanselnya erat-erat. Matanya tidak bisa lepas dari lingkungan sekitarnya. Papan-papan nama yang dipenuhi huruf kanji dan hiragana, mesin penjual otomatis yang menjual minuman hangat dan sekelompok anak muda yang tertawa di depan sebuah izakaya.

Perjalanan dari stasiun ke asrama.hanya sekitar sepuluh menit, namun Cia merasa telah melihat lebih banyak dalam sepuluh menit itu daripada yang ia lihat selama seminggu di desanya. Mereka berhenti di sebuah bangunan modern, tinggi dan bersih.

Tidak ada pagar atau halaman yang luas, hanya pintu kaca otomatis.

"Ini dia, Waseda International student Residence" kata Kana menyentuhkan kartu di panel keamanan. Pintu terbuka dengan desisan lembut.

Di dalam suasana berubah drastis menjadi tenang. Bau cairan disinfektan bercampur dengan aroma kayu. Mereka naik ke lantai tiga dengan lift kecil dan Kana berhenti di sebuah pintu dengan nomor 308.

"Ini kamarmu dan ini kuncimu" Kana menyerahkan kunci fisik dan kartu akses kecil. "Nomor kontak saya sudah saya tulis di balik kartu ini. Kalau ada apa-apa, telpon saya ya" kata Kana lagi.

Cia mengambil kunci itu dengan tangan gemetar. Rasanya berat. Dia harus mandiri setelah ini. Tanpa Ayah dan Ibunya dan juga kedua adiknya kembarnya.

"Terima kasih banyak Kana-san" bisik Cia.

"Sama-sama, sekarang buka pintunya, rumah barumu menunggumu" kata Kana.

Cia memasukkan kunci memutarnya dan mendorong pintu hingg terbuka. Cahaya lampu menyala secara otomatis. Kamarnya kecil tapi fungsional dan bersih luar biasa. Di sebelahnya kiri ada unit kitchen mini dengan kompor listrik dan wastafel. Di tengah ada kasur tunggal yang ditutupi seprei putih bersih, meja belajar kayu sederhana dan rak buku kecil. Jendela besar menghadap ke apartemen lain yang terlihat di kejauhan. Sebuah lemari kecil tertanam di dinding. Semua rapi, minimalis dan kosong. Menunggu diisi oleh penghuninya.

Cia meletakkan ransel dan tas coklat mya di lantai, lalu berjalan perlahan ke tengah ruangan. Ia menyentuh meja belajar yang dingin dan kemudian kasur yang lembut. Ia mengambil napas dalam-dalam

"Aku bemar-bemar disini" batin Cia.

"Silahkan beristirahat, mandi air hangat dan tidurlah" Kata Kana di ambang pintu dan tersenyum lebar. "Jangan lupa jet lag nya. Sampai jumpa besok pagi, Cia-san. Oyasumi nassai!" kata Kana.lagi.

"Oyasumi Nassai, Kana-san", balas Cia membungkuk lagi.

Ketika Kana menutup pintu, Cia ditinggalkan sendirian. Ia menatap pantulannya di jendela gelap, Seorang gadis kecil dengan mata berbinar berdiri di tengah kamar sewa di kota paling ramai di dunia. Ia berjalan ke jendela, melihat ke luar. Ada ketakutan, ada kelelahan, tapi yang paling kuat adalah tekad yang membara.

Ia mengeluarkan ponselnya dan melihat notifikasi: waktu di desanya sudah hampir tengah malam. Ia mengirimkan pesan singkat,

"Ayah, Ibu, Cia sudah tiba. Selamat malam, semuanya baik-baik saja".

Setelah itu ia menyalakan pemanas air. Malam pertama Cia di Tokyo di mulai dengan tugas sederhana: Mandi, berbaring dan membiarkan mimpi-mimpi barunya di mulai dikasih yang paling nyaman yang pernah ia tidur.

Keesokan paginya, Cia terbangun dengan kejutan. Bukan karena alarm, melainkan karena matahari yang menerobos gorden tipis bertepatan dengan dering ponselnya. Ia meraba-raba meja, mematikan alarm dan melihat waktu di layar pukul 05.30 pagi waktu Jepang. Ia melihat ada balasan dari ayahnya.

"Syukurlah, Nak kamu sudah sampai. Jaga diri baik-baik. Kami sangat bangga. Ibu memasakkan kesukaanmu hari ini".

Air mata Cia menggenang sebentar. Rasa rindu itu nyata, tapi ia menelannya, menukarnya dengan energi. Setelah mandi dengan air hangat, Cia berdiri di depan cermin. Ia mengenakan sweater tebal yang baru dibelikan Rara dengan celana jeans lamanya. Ia sadar tidak ada yang bisa menyembunyikan kenyataan bahwa ia adalah pendatang baru.

Ia menatap lemari es kecil.yang kosong. Ia harus makan. Teringat ucapan Kana , Ia tersenyum lebar.

"Tantanganmu besok adalah menemukan ramen favoritmu. Anggap saja itu misi pertamamu sebagai mahasiswa Waseda"

Ini adalah hari pertama dan ia sudah punya misi. Cia mengunci kamarnya. Begitu keluar dari gedung asrama, udara pagi Tokyo yang sejuk dan tajam menerpa wajahnya. Diluar masih sepi tetapi sudah ada tanda-tanda kehidupan- seorang pegawai toko yang membersihkan jendela dan beberapa pekerja kantoran yang terburu-buru menuju stasiun.

Cia memutuskan untuk berjalan ke arah stasiun Takada nobaba tempat yang familiar. Setidaknya sejak tadi malam. Saat ia berjalan ia mulai menyadari tantangan sebenarnya, Semua papan nama memakai huruf kanji.

Bersambung....

1
Afifah Aliana
lanjutkan semangat tor
Professor Ochanomizu
Asik banget!
Rachel Imelda: Makasih....
total 1 replies
Rachel Imelda
Makasih loh🙏. Sabar ya...
AteneaRU.
Gua setia nungguin update lo, thor! jangan bikin gua kecewa 😤
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!