Menikahi Pria terpopuler dan Pewaris DW Entertainment adalah hal paling tidak masuk akal yang pernah terjadi di hidupnya. Hanya karena sebuah pertolongan yang memang hampir merenggut nyawanya yang tak berharga ini.
Namun kesalahpahaman terus terjadi di antara mereka, sehingga seminggu setelah pernikahannya, Annalia Selvana di ceraikan oleh Suaminya yang ia sangat cintai, Lucian Elscant Dewata. Bukan hanya di benci Lucian, ia bahkan di tuduh melakukan percobaan pembunuhan terhadap kekasih masa lalunya oleh keluarga Dewata yang membenci dirinya.
Ia pikir penderitaannya sudah cukup sampai disitu, namun takdir berkata lain. Saat dirinya berada diambang keputusasaan, sebuah janin hadir di dalam perutnya.
Cedric Luciano, Putranya dari lelaki yang ia cintai sekaligus lelaki yang menorehkan luka yang mendalam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Quenni Lisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21 - 11 Tahun Lalu
HALO, karena kemarin ke lupaan update, hari ini aku update double ya.
HAPPY READING...
...****************...
Setelah kejadian itu, suasana hati Anna tampak kacau. Ia merasa gugup dan takut, tanpa alasan. Ia tak mau memperlihatkan ekspresi buruknya, pada Putranya. Namun, ia malah syok dan kehilangan kendali kemarin, di hadapannya Putranya.
Hari ini, ia memutuskan untuk berdiam diri di rumah. Karena rasanya tak mungkin baginya, bisa fokus untuk membuat kue jika pikirannya saja tak tenang.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang?"
"Anakku sudah bertemu dengannya. Apakah dia pun pada akhirnya akan merebut Ceddy dariku," gumam Anna. Rasa cemas terus menghantuinya sejak Lucian menorehkan luka di hatinya. Namun, kali ini rasa cemas itu semakin menjadi-jadi, membuatnya takut.
'Dengan wajah yang sangat mirip itu. Apakah mungkin dia tidak menyadarinya sama sekali? Apakah dia benar-benar tak mengingat kejadian malam itu?' batin Anna, merasa lega sekaligus kecewa. Jauh, dari dalam lubuk hatinya, terselip harapan bahwa Lucian dapat menerimanya, namun rasa sakit hatinya menutupi harapan kecilnya itu.
"Tidak! Lucian mencintai Mona! Aku tidak boleh menaruh harapan yang pada akhirnya akan menyakitiku lagi," gumam Anna, bertekad.
...----------------...
DI LAIN KOTA.
Lucian terduduk lemas. Rasanya separuh nyawanya di cabut paksa darinya. Ia terlihat sangat kacau. Terlihat bukan dirinya sama sekali. Ia hanya menunggu penjelasan dari keluarga Mona. Ia tak ingin melihat wajah mereka, sehingga meminta penjelasan dari rekaman suara saja.
Lucian juga telah meminta Juan untuk memeriksa kembali kejadian sebelas tahun yang lalu, dari Guru, Murid atau siapapun yang ada di tempat kejadian sebelas tahun lalu.
Walau terlihat mustahil, karena kejadian itu telah berlalu sangat lama. Namun, tak membuatnya putus asa. Ia harus mencari kebenaran ini, ia harus membuktikan bahwa semua ini hanyalah kesalahpahamannya saja.
TOK!
TOK!
"Masuk," jawab Lucian, lalu ia membenarkan posisi duduknya.
"Tuan... Ini ada kiriman voice note dari keluarga Mona," ujar Juan, menyerahkan laptop berisi voice note.
Lucian mengangguk. "Keluarlah. Aku ingin sendiri," ujar Lucian, ia memegang laptop dengan jantung yang berdegup kencang.
"Baiklah." Juan menatap sekilas bagaimana kacaunya Bos perfect-nya itu. Lucian dengan kantung matanya, bahkan rambutnya yang terlihat berantakan.
'Sepertinya, Bos tidak tidur semalaman,' batin Juan, seraya meninggalkan ruangan.
Lucian menekan tombol on. Walau ia tak tahu, apa isi voice note itu, entah itu hanyalah kebohongan atau kebenaran yang ia inginkan. Ia hanya ingin mengetahui kebenarannya, ia ingin tahu apakah selama ini ia telah salah pada Anna.
"Maaf. Aku minta maaf, Lucian. Aku melakukan semua ini, karena aku ingin kamu melihatku. Aku sungguh sangat mencintaimu..."
Lucian hanya menatap kosong. Rasa bersalah, jijik dan amarah menjadi satu. Namun, ia tak memiliki keberanian untuk meluapkan amarahnya hanya pada Mona. Karena jelas, dari semua ini kebodohannya yang membuat semua terjadi. Jika saja ia lebih mempercayai Anna.
"Saat itu. Aku mengikutimu dan Anna. Aku marah dan kesal karena Anna, gadis miskin itu selalu mencoba mendekatimu. Dia dengan tidak tahu dirinya, mencintaimu."
Deg!
Jantung Lucian terasa berhenti berdetak. Ia merasakan seluruh tubuhnya yang melemas. Rasanya, jauh di dalam lubuk hatinya, ia telah mengetahui perasaan Anna. Namun, ia terus menyangkalnya karena ia merasa ia juga merasakan hal yang sama terhadap gadis itu. Sedangkan, saat itu rasa benci dan irinya lebih besar, sehingga menutupi rasa cintanya. Dan, ada hal yang membuatnya benar-benar merasa kecewa dan marah pada Anna.
"Saat itu, aku benar-benar tidak sengaja. Aku ... Aku tidak tahu, jika kamu yang akan masuk ke gudang."
FLASHBACK 11 TAHUN LALU.
"Mona... Kau yakin? Kalau sampai kita ketahuan, kita akan di keluarkan dari sekolah," jelas seorang gadis, ia merasa resah dan gelisah karena mencoba mengikuti kemauan temannya..
"Sudahlah, Tia! Kau ikuti saja. Aku yang akan menjamin," jawab Mona, dengan percaya diri.
"Tapi, kita bisa membunuh seseorang, Mon!" Gadis itu kembali merasa ketakutan.
"Aish, sudahlah. Jika kau tidak mau, tidak masalah. Tapi, ingat. Kau harus mengembalikan semua tas branded yang kau pinjam dariku," jelas Mona, dengan senyum smirk.
Gadis itu seketika terdiam. "Ti-tidak! Ak-Aku akan membantumu," jawabnya, karena jelas ia tak ingin semua kemewahan itu hilang. Karena jika tidak, ia akan selalu di pandang rendah lagi.
"Bagus. Sekarang panggil Raven, minta dia datang ke sini. Rencana ini pasti berhasil, karena aku tahu. Raven sangat menyukai Anna, dan dia pasti akan menyelamatkan Anna. Dengan begitu, Lucian akan melihat Anna dan Raven bersama," jelas Mona, ia terlihat bahagia. Setelah ini, ia bisa membuat Lucian sakit hati juga sekaligus mendekatkan Anna dan Raven.
"Baiklah."
......................
Saat ini, Anna tengah menonton pertunjukan basket Lucian. Ia sangat bahagia, melihat Lucian yang tersenyum gembira. Untunglah ia berhasil menyakinkan Kakek.
'Setidaknya, hanya ini yang bisa kulakukan untukmu,' batin Anna, sembari tersenyum. Hatinya terasa hangat. Sejak pertemuannya dengan Lucian, Anna merasakan kembali kehangatan. Jadi, ia merasa ia harus mempertahankan itu, sebisa mungkin.
DEG!
Anna terkejut. Saat matanya bertatapan dengan Lucian. Lelaki itu tersenyum senang, sambil melambaikan tangan padanya.
"Arghhh! Lucian dadah-dadah ke gue!" teriak gadis-gadis di sampingnya.
"Manis banget senyumannya! Bikin diabetes deh!"
Blush!
Pipi Anna memerah, karena malu. Ia juga tak yakin, jika Lucian melambaikan tangan padanya.
"Anna!"
"ANNA!"
"Hah? Ap-apa?" Anna menoleh dengan gugup, karena ia takut ketahuan memikirkan Lucian.
"Kamu kenapa bengong?" tanya seorang lelaki, sembari menyentil kening Anna.
Tak!
"Ra-raven!"
"Iya, aku tadi lewat. Lihat kamu malah bengong, liatin Lucian, ya?" tanya Raven, dengan jahil ia mencolek hidung Anna.
Blush!
Kulit putihnya, berubah bak tomat rebus. Ia merasa malu, karena ketahuan seperti ini. Apalagi, Raven yang mengetahuinya. Karena Raven adalah sepupu Lucian.
HAP!
"Ishh, Raven! Jangan kencang-kencang ngomongnya," ujar Anna, sembari menutup mulut Raven, tanpa menyentuh bibirnya.
Raven tersenyum canggung. "Sudahlah, lagian enggak ada yang dengerin juga," jelas Raven, sambil menunjukkan semua orang yang terfokus pada Lucian.
Tanpa mereka sadari. Lucian tengah memperhatikan mereka, hingga permainannya terlihat kacau. Karena rasa kesal di hatinya, yang tak tahu karena apa.
'Kenapa dia terlihat dekat dengan Raven. Apakah dia mendekati semua pria dengan caranya,' batin Lucian, ia terlihat sangat kesal. Bahkan, tanpa ia sadari bola telah direbut darinya. Hingga ia kehilangan poin.
"Si*l!"
Anna dan Raven, sontak menatap Lucian yang tampak tak fokus, hingga kehilangan bolanya.
Deg!
Anna membelalakkan matanya kaget, saat tatapannya bertemu dengan Lucian. Lelaki itu menatapnya tajam, bagai elang. 'Ap-apa yang salah? Kenapa Tuan menatapku seperti itu?' batin Anna, merasa takut dan sedih.
"Anna... Aku harus kembali sekarang. Kamu lanjutin aja nontonnya. Aku ada tugas di ruang guru," ujar Raven, sebelum pergi ia mengacak-acak rambut Anna dengan jahil.
"Raven!" pekik Anna kesal.
Raven menoleh, ia dapat melihat ekspresi cemburu di wajah Lucian. Yang selalu ia coba sembunyikan karena harga dirinya.
"Haha, Lucian... Lucian," gumam Raven, sebelum meninggalkan lapangan.
Pertandingan berjalan lancar, setelah kepergian Raven. Lucian dapat mencetak banyak shooting, sehingga akhirnya pertandingan berhasil dimenangkan oleh tim Lucian.
"Lucian!"
"Lucian!"
Sorak-sorai para siswi-siswi membuat lapangan menjadi geruh. Lucian bahkan berhasil memenangkan MVP pertandingan.
"Aku tahu, kamu pasti bisa," gumam Anna. Ia melangkahkan kakinya pergi meninggalkan lapangan. Ia tak ingin menganggu momen Lucian.
Lucian nampak bahagia, namun matanya terus melirik mencari keberadaan seseorang.
"Anna!"
Anna menoleh, saat namanya dipanggil. Ia menatap Tia, ia merasa tak dekat dengan gadis itu. Apa lagi selama ini, Tia selalu bersama Mona, yang terlihat sangat memusuhinya.
"Ya, ada apa, Tia?" tanya Anna dengan sopan. Ia sedikit menaruh curiga.
"Ehem, tadi Lucian nyariin lo di lapangan. Karena enggak ketemu, Lucian nyuruh Lo ke gudang belakang, entah kenapa," jelas Tia. Terdengar sangat mencurigakan. Anna jelas tak mau mempercayai itu, apalagi jika Lucian memang mencarinya tak perlu ke gudang.
"Maaf, Tia. Aku pergi dulu, nanti aku tanya sendiri sama Lucian," jawab Anna, berlalu pergi.