Tiba-tiba pernikahan Raka dan Arumi berakhir setelah 1001 malam berlalu.
“Aku sudah menjalani tugas sebagai suamimu selama 1000 hari bahkan lebih dua hari. Sekarang waktunya mengakhiri pernikahan palsu ini.”
Arumi yang sedang merapikan selimut tertegun, berbalik badan lalu menatap lekat kepada Raka yang tengah berjalan ke arahnya.
“Tidak adakah sedikit pun percikan cinta selama kita bersama ?” tanya Arumi dengan wajah sendu.
Raka tidak menjawab hanya menyerahkan amplop cokelat kepada Arumi yang bergetar menerimanya.
“Jangan mempersulit !” tegas Raka dengan tatapan tajam yang menyakitkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bareta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bukan Janda Biasa
Hari-hari Arumi dipenuhi dengan pekerjaan kantor. Semua keputusan akhir harus dipikirkannya sendiri, berbeda dengan saat Raka bersamanya. Waktu itu hampir semua tanggungjawab dipikul oleh Raka apalagi usia Arumi belum genap 20 tahun.
Sesekali Roni datang dan menjadi teman diskusi Arumi tapi sebagjan besar waktu dipergunakan untuk membahas proses hukum Anggara dan Thalia yang sedang berlangsung.
“Arumi ! Arumi !”
Arumi gelagapan, matanya terbuka lebar-lebar dan lmendapati Roni sudah duduk di dekatnya. Arumi buru-buru bangun dan memeluk pria itu.
“Mimpi apa lagi ?” tanya Roni sambil mengusap-usap punggung adik sepupunya.
Perlahan Roni merasakan kemejanya mulai menyerap peluh yang membasahi wajah Arumi.
“Atau lagi kangen sama mantan ?” ledek Roni sambil terkekeh.
Arumi mengabaikan candaan Roni dan melepaskan pelukannya. Ia merubah posisinya menjadi duduk dengan kaki berpijak di lantai.
“Apa mungkin bukti yang kamu perlihatkan padaku bisa membuat Thalia di penjara ?”
Roni tertawa pelan dan menyentil kening Arumi. “Sepertinya omongan Yongki waktu itu masuk ke dalam otakmu dan berkembang jadi pikiran negatif,”
“Aku mulai ragu karena orang semacam pak Yongki tidak pernah asal mengancam atau menggertak untuk masalah seserius ini.”
“Jangan khawatir. Aku dan daddy sudah mengantisipasi segala kemungkinan, bahkan mommy ikut melibatkam diri. Kamu pasti paham seberapa besar penyesalan mereka saat mendapati Rendi bunuh diri.”
Arumi menghela nafas dan menyandarkan kepala di pundak Roni yang sudah duduk di sebelahnya.
“Carilah waktu satu atau dua malam untuk berlibur. Ajak teman-remanmu untuk mengembalikan tenaga dan semangatmu.”
“Sahabatku ada di Amerika dan Inggris.”
“Atau mau aku atur liburan ke Yogya.”
Arumi langsung mengangkat kepalanya dan melotot pada Roni.
“Jangan ngawur kamu !”
Roni menautkan kedua alisnya. “Ngawur kenapa ? Apa yang salah dengan Yogya ?”
“Aku tahu maksud dan tujuan ucapanmu !” gerutu Arumi. “Nggak bosan membahas soal Raka ? Aku aja udah lupa kalau ada nama itu dalam hidupku.”
Roni terbahak. “Kalau bohong jangan kelewatan. Mulut sama mata kamu tuh jelas banget bedanya.”
“Ya jelas beda ! Mulut buat bicara dan letaknya di bawah hidung kalau mata untuk melihat terus adanya di kiri dan kanan hidung.”
Tiba-tiba Roni memeluk Arumi sangat erat membuat gadis itu memukuli bahunya karena sulit bernafas. Roni pun merenggangkan pelukannya sambil terkekeh.
“Kadang-kadang aku kasihan sama kamu Ar, umur baru duapuluh dua sudah menyandang status janda.”
Arumi melotot dan berusaha melepaskan pelukan Roni namun gagal.
“Aku nggak merasa jadi janda,” protes Arumi.
“Karena masih perawan ya ? Gawangmu belum dijebol Raka ?” ledek Roni sambil tergelak.
“Apaan sih !” Arumi kembali memukul bahu Roni.
“Kamu kurus banyak Ar, kayak orang cacingan, kurang gizi. Jangan paksakan diri, seharusnya seumur kamu lagi indah-indahnya melewati masa muda tapi kamu malah terjebak di sini dan menyandang status janda pula.”
“Aku nggak menyesal kok lagian nggak masalah statusku janda yang penting perusahaan peninggalan papi bisa aku teruskan.”
Akhirnya Roni melepaskan pelukannya dan mengusap kepala Arumi dengan penuh kasih sayang.
“Aku ini bukan janda biasa Ron. Lihat aja sebemtar lagi, banyak berondong dan sugar daddy antri untuk melamarku.”
Mata Roni membola sebelum akhirnya terbahak-bahak.
“Seleranya kok berondong yang kere sama sugar daddy yang kerjanya goyang negbor terus setiap kencan.”
“Dasar cowok mesum !” Arumi mencebik sambil menjitak kening Roni.
“Kayaknya kamu harus cepetan cari pacar terus nikah Ron. Aku khawatir otakmu yang makin menua itu kehilangan fokus untuk memikirkan cinta.”
Gantian Roni yang melotot. “Kalau sadar aku jauh lebih tua dari kamu, kenapa nggak panggil aku kakak atau mas atau apalah.”
“Beeeuuhhh mulai deh membahas senioritas. Seharusnya kamu senang karena dengan memanggil nama berarti kita seumuran.”
Melihat Arumi mulai tertawa dan bisa bercanda lagi, Roni mengulum senyum dan balas menjitak kening Arumi pelan.
“Otakmu juga somplak gara-gara masih muda sudah jadi janda perawan.”
Tidak disangka Arumi akan menggigit lengan Roni sampai membuat pria itu memekik kesakitan.
“Aaawwww ! Lepasin Ar, aku bukan Raka !”
Mata Arumi mendelik dan tangannya bertolak pinggang.
“Awas kamu berani mengeekku janda perawan di depan orang-orang !”
“Seharusnya kamu bangga biar janda tapi masih perawan,” ujar Roni sambil mengusap lengannya dan sesekali meringis karena agak perih.
“Sudah kubilang kalau aku ini bukan janda biasa !”
“Suka-sukamu lah Ar !” Roni beranjak dan berjalan ke arah pintu.
Arumi terkekeh saat Roni keluar dan menutup pintu tapi tidak sampai lima detik pintu terbuka lagi dan hanya kepala Roni yang terlihat.
“Aku doakan kamu berjodoh sehidup semati sama Raka !”
“Rrrooonniii !” pekik Arumi sambil melempae sepatu heelsnya tapi terlambat, Roni sudah menutup pintu dan kembali terdengar gelak tawa pria itu.
*****
Raka sedang duduk sendirian di teras depan menikmati suasana yang benar-benar berbeda dengan kompleks perumahan di Jakarta.
Tanah milik keluarganya cukup luas dan letaknya sekitar 30 menit dari Malioboro.
“Belum tidur Mas ?” sapa Nindya yang baru saja pulang.
“Kok kuliah sampai malam banget Dek ?” tanya Raka usai melihat penunjuk waktu di handphonenya tertulis angka 10.32.
“Ada tugas kelompok, tadi sudah ijin sama mama. Mas Raka sendiri kok belum tidur ? Lagi ada yang dikangenin ya ?”
“Iya, kangen pingin bisa kerja lagi, bisa bergerak bebas tanpa bantuan alat lagi.”
Nindya terkekeh. “Jangan suka nge-les kayak becaknya mas Patmo. Mas Raka pasti tahu maksud omonganku.”
“Dia sudah mantan, nggak ada gunanya diingat apalagi dikangenin.”
Nindya kembali tertawa karena jawaban dan ekspresi Raka berlawanan.
“Kalau ada kesempatan kedua, Mas Raka masih mau balikkan sama mbak Arum ?”
“Kamu pernah diajar pepatah habis manis sepah dibuang kan ? Buat apa kita ngemis-ngemis lagi kalau sudah dianggap sampah.”
“Menurut pendapatku mbak Arumi yang aku kenal nggak sejahat yang mas Raka gambarkan. Tapi ya balik lagi ini pemdapatku loh Mas.”
“Baik buat kamu dan mama tapi penderitaan buat aku. Lagian kayak nggak ada perempuan lain aja. Di dunia ini jumlah kaum hawa lebih banyak dari laki-laki,” sungut Raka.
Nindya hanya tersenyum. “Kalau begitu aku masuk duluan Mas, mau mandi, nggak enak udah lengket.”
Raka hanya mengangguk tapi baru sekitar tiga langkah, Nindya berjalan mundur hingga berhadapan dengan Raka.
“Mas Raka yakin nggak mau mengusahakan kesempatan kedua sama mbak Arum ?”
“Pertanyaanmu mulai bikin aku kesal. Masuk sana terus mandi biar badanmu nggak bau asem !” omel Raka.
“Ya udah, aku cuma mau tegesin doang sama mas Raka daripada aku nyesel kalau nggak tsnya. Aku masuk dulu.”
“Nindya tunggu !”
Sebelum balik badan, Nindya tersenyum lebar.
“Ada apa Mas ?”
“Kenapa kamu tanya begitu ?”
“Ooohh nggak apa-apa. Tadi Yoga bilang dia mau dikenalin sama cewek Jakarta yang baru ditinggal mati suaminya. Menurut Yoga nggak masalah janda soalnya ceweknya masih muda, ayu dan tajir.”
“Dia ngaku jadi janda karena ditinggal mati suaminya ?”
Nindya berusaha menahan tawa karena tanpa sadar emosi Raka terpancing.
“Iya tapi yang bikin aku kaget pas Yoga kasih lihat foto cewek yang mau dikenalin sama dia.”
Dengan wajah kesal, Raka membuang muka ke samping.
“Aku minta Yoga kirimin fotonya.” Nindya menyodorkan foto Arumi yang terpampang di layar handphonenya.
“Kurang asem ! Dia nyumpahin aku mati ?”
Tidak tahan ingin tertawa melihat ekspresi Raka yang masih menggerutu. Nindya bergegas masuk dan langsung ke kamarnya lalu terpingkal-pingkal sampai memegangi perutnya.
“Semoga gengsimu porak poranda mas atau kamu bakalan nyesel kehilangan mbak Arum,” ujar Nindya pada dirinya sendiri.
raka msih shat tp udh d blng mninggal....mndingn blik lg deh kl msih sling cnta,jgn gngsi yg d gdein...
stlh psah,bru mrsa khilangn....cma bs "s'andainya"....tp ingt,dlu kn raka bnci bgt sm arumi....mlah lbh mlih s ulat bulu drpd istrinya....kl skrng mnysal,nkmti aja....😝😝😝
ga sbr nunggu mreka dpt hkumn stimpal....
Arumi msih pduli trnyta....enth krna msh punya prsaan atw krna hti nurani....
bkannya tnggung jwb,mlah kbur...
enk bgt dia bs bbas skian thn,sdngkn kluarga krban mndrta krna khilngn orng2 yg d cntainya......mga dia jg mrasakn skit yg sma....