Ini bukan hanya tentang cinta, tetapi juga tentang pengkhianatan tak berujung, tentang pengorbanan dan harapan yang gagal untuk dikabulkan.
Angelika Sinnata. Cantik, anggun, berparas sempurna. Sayangnya, tidak dengan hatinya. Kehidupan mewah yang ia miliki membuat dirinya lupa tentang siapa dirinya. Memiliki suami tampan, kaya dan penuh cinta nyatanya tak cukup untuk membuat Angelika puas. Hingga ia memilih mengkhianati suaminya sendiri dengan segala cara.
Angelina Lineeta. Cantik dan mempesona dengan kesempurnaan hati, sayangnya kehidupan yang ia miliki tidaklah sesempurna Angelika.
Pertemuan kembali antara keduanya yang ternyata adalah saudara kembar yang terpisah justru membuat Angelina terjebak dalam lingkaran pernikahan Angelika.
Apa yang Angelika rencanakan? Dan mengapa?
Lalu, apa yang akan terjadi dengan nasib pernikahan Angelika bersama suaminya? Akankah tetap bertahan?
Ikuti kisah mereka...!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Menghilangkan kecurigaan tanpa sengaja.
Langkah Angelina saat meninggalkan toilet terhenti ketika seseorang tiba-tiba meraih pergelangan tangannya, lalu menariknya ke arah berlawanan tanpa memberi dirinya kesempatan untuk melawan.
Langkah Angelina sedikit terseret saat tangan pria asing itu mencekal erat pergelangan tangannya, memaksa dirinya untuk mengikuti langkah panjang si pria ke sudut sepi beberapa meter dari toilet, lalu mengurung Angelina di antara kedua tangannya pada dinding koridor hotel yang tidak dilalui tamu.
"Apa yang sedang kamu lakukan di sini?" pria itu bertanya dengan suara berat.
"Kamu mengatakan tidak ingin kemari, tapi kenapa kamu datang bersama pria lain?" lanjutnya menahan amarah.
Angelina menatap pria itu, memberikan tatapan asing dengan kening berkerut.
"Maaf, apa yang Anda bicarakan?" tanya Angelina.
Pria yang tidak lain adalah Dean tercengang, menatap lekat wajah cantik wanitanya. Wajah yang sama, suara yang sama, tetapi sorot mata itu jauh berbeda.
"Menyingkir!" Angelina berkata tegas setelah menunggu jawaban tetapi pria di depannya tetap bergeming.
"Atau apa?" tantang Dean tersenyum.
"Kutakakan sekali lagi, menyingkir!" Angelina berkata lebih tegas.
"Ayolah Sayang, berhenti bermain-main. Apakah sekarang kamu akan bersikap seolah kita tidak saling mengenal?" tanya Dean seraya mendekatkan wajahnya.
Tanpa keduanya sadari, Natalia berdiri tak jauh dari mereka berdua. Sebelumnya, ia ingin mengabaikan Angelina saat meihat wanita itu ditarik oleh pria yang sudah ia kenal, dan ia juga yakin wanita yang menyebut dirinya Angelika itu juga akan mengenali pria itu.
Namun, saat mengingat sikap hangat Angelina terhadapnya beberapa saat lalu membuat dirinya memilih mengikuti kemana pria itu membawa Angelina, berharap ia mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang tidak bisa ia jawab.
Bukan hanya Natalia, tetapi dua pasang mata dari dua wanita berbeda usia yang secara kebetulan berada di sana kini juga tengah mengawasi Angelina dari arah yang berbeda dengan Natalia, menyembunyikan diri mereka berdua di balik dinding di tikungan koridor tempat Angelina dan Dean berada saat ini, merekam apa yang Angelina lakukan.
"Cih... Jadi, selama ini dia berpura-pura berubah di depan Leon hanya untuk ini?" salah satu dari wanita itu mendengus, mengarahkan kamera ponselnya ke arah Angelina.
"Ma, mungkin saja kita hanya salah paham. Kita sudah melihat perubahan kakak ipar sejauh ini, aku yakin kakak ipar tidak akan kembali ke sifat buruknya," wanita yang berusia lebih muda itu menegur, berharap apa yang ia katakan bisa menghentikan ibunya dari tindakan yang kini tengah dilakukan sang ibu.
"Tidak perlu membela kakak iparmu, Isvara," sahut wanita paruh baya yang tidak lain adalah Nyonya Geeta dengan nada kesal.
"Angelika tetaplah Angelika. Mama sudah merasa aneh saat mendengar dia bersedia ikut ke acara seperti ini dibandingkan bersenang-senang di bar bersama teman-temannya."
"Selama beberapa minggu ini sikapnya memang berubah, tetapi sekarang lihat apa yang dia lakukan. Dia datang ke tempat ini hanya untuk bertemu dengan pria lain," lanjutnya diakhiri hembusan napas kasar. Merasa kesal pada dirinya sendiri yng sempat tersentuh dengan perubahan sikap menantunya.
"Tapi, Ma_"
"Diam dan lihat saja. Setidaknya dengan rekaman ini bisa membuat kakakmu membuka matanya bahwa istri yang dia cinta tidak sebaik yang dia pikirkan," jawab Nyonya Geeta.
Kedatangan Nyonya Geeta dalam acara malam itu bersama putrinya pun hanya karena ia ingin memastikan apakah menantunya benar-benar berubah atau tidak. Dan fakta yang ia dapatkan saat ini meruntuhkan harapan yang sempat tumbuh subur di hatinya, harapan tinggi bahwa menantunya benar-benar berubah.
Namun, sebelum Nyonya Geeta merasakan kekecewaan yang lebih dalam terhadap menantunya, hal yang terjadi berikutnya membuat ia tercengang saat ia kembali mengarahkan pandangan pada Angelina.
"Atau... Kamu ingin aku membatumu mengingat apa yang sudah kita lalui bersama?" suara Dean kembali menggema di telinga Angelina.
Ekspresi Angelina seketika berubah, netranya menatap tajam pada pria yang tidak ia kenal di depannya. Dan ketika Dean mendekatkan wajah hingga jarak di antara mereka nyaris terkikis habis, Angelina mendorong dada Dean dengan sentakan kasar, cukup kuntuk membuat pria itu terdorong mundur beberapa langkah.
Plak...!
Satu tamparan keras mendarat tepat di pipi Dean sebelum pria itu berhasil mengatasi keterkejutannya akibat dorongan yang ia terima.
"Tolong jaga sikap Anda, Tuan," Angelina mendesis marah, memberikan tekanan pada setiap kata yang ia ucapkan.
"Saya tidak mengenal Anda, jadi tolong pahami apa batasan Anda."
Dean menyentuh pipinya sendiri sembari menatap Angelina dengan tatapan tak percaya, tetapi tak bisa ia pungkiri, perbedaan sorot mata yang diberikan wanita di depannya terasa lebih nyata.
"Kenapa kamu menamparku?" protes Dean seraya menurunkan tangannya dari pipi.
"Setelah Anda menarik saya tanpa alasan, dan hampir melakukan hal yang tidak pantas dilakukan, Anda masih bertanya mengapa saya menampar Anda? Apakah Anda menganggap ini lelucon?" Angelina berdecak kesal.
"Saya bahkan tidak mengenal Anda."
"Kita sudah bersama selama beberapa minggu, dan kamu mengatakan tidak mengenalku? Apa kau ingin mempermainkanku?" sambut Dean meninggikan suaranya.
Bersama selama beberapa minggu...
Satu kalimat itu seakan terus berdengung di telinga Angelina, memikirkan satu-satunya kesimpulan yang tidak ingin ia percaya.
Apakah Angelika pergi dengan menjadikan dirinya sebagai pengganti adalah untuk bersama pria lain? Mengabaikan keluarganya sendiri?
Angelina menggeleng, menolak kesimpulan yang ia buat sendiri tanpa memiliki bukti.
"Sepertinya kepalamu terbentur, dan itu membuatmu bicara melantur," ucap Angelina menghilangkan sisi formalnya.
Angelina menatap pria asing itu sekali lagi, lalu berbalik pergi. Namun, sebelum kakinya meangkah lebih jauh, tangan Dean kembali meraih pergelangan tangannya, memberikan satu sentakan ringan yang membuat Angelina masuk ke dalam pelukan Dean. Satu alasan yang membuat Angelina reflek menaikkan lututnya dengan gerakan cepat saat Dean melingkari pinggangnya.
"Arrgh...!"
Dean menggeram menahan sakit saat ia merasakan rasa sakit luar biasa. Tubuhnya membungkuk sembari kedua tangannya memegangi bagian intinya.
"Dasar aneh," desis Angelina seraya berbalik pergi, tanpa menyadari apa yang baru saja Angelina lakukan disaksikan oleh tiga orang berbeda. Meninggalkan ekpresi takjub pada wajah tiga orang itu, sekaligus meruntuhkan kecurigaan yang sebelumnya sempat muncul.
.
.
.
"Sayang..."
Leon segera menyambut istrinya saat melihat wanita itu berjalan ke arahnya, meraih tangan sang istri dan menuntun istrinya untuk duduk.
"Ada apa?" tanya Leon menyadari perubahan pada wajah sang istri. "Wajahmu terlihat kesal."
Angelina mengatur napas, menatap wajah Leon yang kini tengah menatapnya.
"Apakah kamu masih lama di sini?" tanya Angelina pelan nyaris seperti bisikan yang hanya cukup untuk di dengar Leon.
"Kenapa? Apakah kamu merasa tidak nyaman? Atau seseorang menganggumu dan membuatmu kesal?" Leon balas bertanya.
Angelina menggeleng. "Tidak. Aku hanya ingin pulang."
Leon tersenyum, lalu mengangguk tanpa bertanya lebih jauh. "Baiklah, sesuai keinginanmu."
Leon bangun dari duduknya, menatap secara bergantian relasi bisnis yang duduk satu meja dengannya, lalu berpamitan sopan pada mereka.
Namun, sebelum keduanya memiliki kesempatan untuk pergi meninggalkan acara perjamuan, seseorang datang menghentikan mereka berdua.
. . .
. . .
To be continued...