NovelToon NovelToon
Tuan Valente Dan Tawanan Hatinya

Tuan Valente Dan Tawanan Hatinya

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Nikah Kontrak / Obsesi / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang / Pelakor jahat
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Miss Saskya

"Pasar tidak mengenal itu, hutang tetaplah hutang"

"Kalau anda manusia, beri kami sedikit waktu"

"Kau terlalu berani Signorina Ricci"

"Aku bukan mainan mu"

"Aku yang punya kendali atas dirimu"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Saskya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Terbaring

Udara di lorong rumah sakit tercium steril, bercampur aroma obat dan cairan pembersih yang menusuk.

Lampu neon putih di atas kepala memantulkan sinarnya ke dinding pucat, membuat suasana semakin menekan.

Aurora terbaring di atas ranjang, wajahnya penuh lebam. Sisi pipinya masih tampak merah bengkak, bibirnya pecah, dan ada gurat ungu di dekat pelipis.

Selang infus menancap di punggung tangannya, menyalurkan cairan bening perlahan. Matanya tertutup rapat, napasnya berat dan tidak teratur.

Ava berdiri di sisi ranjang, tubuhnya gemetar. Tangannya menggenggam erat selimut putih yang menutupi kakaknya, sementara air mata terus jatuh tanpa henti.

“Aku… aku nggak tahu harus gimana, Kak,” bisiknya lirih.

“Aku salah. Aku selalu diam waktu Papa sama Mama berlaku jahat sama kamu. Aku cuma bisa lihat dan sekarang, lihat kamu kayak gini…”

Pintu ruangan tiba-tiba terbuka pelan. Luna masuk dengan wajah pucat, matanya langsung membesar begitu melihat kondisi sahabatnya.

“Aurora… Ya Tuhan…” suaranya tercekat, langkahnya refleks menghampiri sisi ranjang. Ia menoleh cepat pada Ava. “Apa yang terjadi sama dia? Siapa yang bikin dia kayak gini?”

Ava terdiam. Air matanya mengalir semakin deras, tapi bibirnya terkunci. Ia hanya menggenggam tangan Aurora lebih erat, seolah jawaban itu terlalu berat untuk diucapkan.

Luna menunduk, matanya tajam penuh rasa cemas. “Ava, jawab aku. Aku sahabatnya, aku punya hak buat tau. Kalau kamu diam aja, aku nggak bisa bantu apa pun. Jadi… kemarin dia ke mana? Sama siapa?”

Ava menelan ludah, bahunya bergetar hebat. Setelah lama terdiam, ia akhirnya berbisik, suaranya nyaris patah.

“Kak Aurora… kemarin dia pergi dengan seorang pria yang aku nggak kenal.”

Luna langsung menegakkan tubuhnya, ekspresinya campuran kaget dan curiga. “Pria? Siapa dia? Kau lihat wajahnya? apa ini ulah pria itu atau bukan? terakhir kami video call Aurora baik-baik aja kok."

Ava menggeleng cepat, panik. “Aku gak kenal kak."

Luna menatap Ava lekat-lekat, mencoba membaca sesuatu di balik matanya. Namun yang ia temukan hanyalah rasa takut bercampur penyesalan.

Suara langkah sepatu berderap pelan, pintu kamar pasien berayun terbuka, menampilkan sosok seorang dokter berjas putih.

Masker menutupi setengah wajahnya, stetoskop melingkar di leher, clipboard di tangan seolah benar-benar profesional.

Namun di balik masker itu, ada tatapan mata tajam yang sulit disembunyikan.

Ava langsung berdiri refleks. “D-dokter…” ucapnya gugup, buru-buru mengusap air mata.

Luna hanya mengerutkan kening, memperhatikan gerak-geriknya dengan seksama.

Dokter itu melangkah mendekat, setiap langkahnya terasa berat. Ia berdiri di sisi ranjang, matanya langsung jatuh pada sosok Aurora yang terbaring tak berdaya.

Wajah seorang gadis yang penuh lebam, kulit pucat kontras dengan bengkak di pipinya, dan infus yang menusuk tangan mungilnya.

Seketika, genggaman tangannya pada clipboard mengeras, urat-urat di tangannya menegang. Jemarinya perlahan mengepal di balik jas putih itu.

Ia tidak mengeluarkan suara, hanya sorot matanya yang membara, seolah menahan sesuatu yang hampir meledak.

Nafasnya memburu singkat, tetapi dari luar ia tampak tetap tenang. Ia menunduk sedikit, pura-pura memeriksa kondisi Aurora, sementara pikirannya berputar cepat.

"Aku meninggalkanmu sebentar dan mereka berani memperlakukanmu seperti ini hmm?"

Dokter itu meraih pergelangan tangan Aurora dengan hati-hati, seakan sedang memeriksa denyut nadi.

Namun sentuhan itu lebih lama dari yang seharusnya, seolah ia sedang memastikan gadis itu masih ada, masih bernapas, masih hidup.

Ava memperhatikan dengan cemas. “Dokter, bagaimana kondisi Kakak saya? Dia… dia akan baik-baik saja, kan?”

Dokter menegakkan tubuhnya perlahan, menatap sekilas pada Ava dan Luna. Suaranya tenang, berat, tapi penuh misteri.

“Kondisinya stabil. Tapi dia butuh istirahat panjang. Jangan biarkan dia stres atau terluka lagi… kalau tidak, tubuhnya bisa menyerah.”

Luna menatap tajam ke arah “dokter” itu, ada kecurigaan samar di matanya.

Aura pria itu terlalu dingin, terlalu berwibawa untuk sekadar dokter biasa.

Tapi ia tak mengatakan apa-apa, hanya menyimpan pertanyaan di kepalanya.

Dokter itu menoleh sekali lagi pada Aurora, pandangannya menusuk seolah ingin mengukir wajah itu ke dalam pikirannya.

Genggamannya di saku jas semakin mengeras, menahan gejolak di dalam dirinya. "Aku akan memberinya pelajaran."

Tbc

🐼🐼

1
lollipop_lolly
🥰
lollipop_lolly
gimana mansion keluarga Lendro Valente guyss?☺️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!