Azmi Khoerunnisa, terpaksa menggantikan kakak sepupunya yang kabur untuk menikah dengan bujang lapuk, Atharrazka Abdilah. Dosen ganteng yang terkenal killer diseantero kampus.
Akankah Azmi bisa bertahan dengan pernikahan yang tak diinginkannya???
Bagaimana cerita mereka selanjutnya ditengah sifat mereka yang berbanding terbalik???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saidah_noor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Azthar # Menenangkan hati.
Azmi kini duduk disebuah taman yang lumayan jauh dari rumah Athar, ia menunggu seseorang yang sudah ia hubungi diperjalanan ketika kabur dari rumah pak dosen.
Netranya melirik kiri-kanan mencari teman yang belum juga datang, padahal ia sudah menunggu beberapa puluh menit. Hatinya was-was takut pak Athar menemukannya sebelum akhirnya ia melarikan diri makin jauh. Katanya ada tempat yang bagus sebagai pelarian, jadi Azmi kepincut untuk kesana.
Sebuah motor berhenti dihadapannya, setelah helmnya dibuka. Azmi langsung menggerutu namun juga lega sekaligus. Setelah tahu yang datang ternyata adalah saudara sepupunya, Kamila.
Kamila memberikan satu lagi helm yang dibawanya lalu memberikannya pada Azmi.
"Lama banget, sih!" geram Azmi sambil mengambil helm yang diberikan Kamila.
"Sorry, gue mandi dulu." sahut Kamila yang langsung memakai kembali helmnya.
"Lagian, lo kenapa kabur, sih? Besok, kan lo ma pak dosen itu resepsi nikah. Jangan bikin malu keluarga deh, Mi," Kamila mencibir.
"Lo gak usah banyak bacot, gue nikah sama pak Athar, kan. Gegara elo," balas Azmi yang langsung naik ke atas motor beat.
"Jadi, kita pergi kesana sekarang?" tanya Kamila.
"Iya," jawab Azmi singkat.
Motor melaju pelan, kemudian kecepatannya perlahan ditambah karena tempat yang mau mereka datangi adalah rumah sang nenek dari Kamila. Sebuah kampung yang tak jauh dari kota Jakarta, bahkan masih asri dan lekat dengan pedesaan.
Setelah sekian banyak jalan yang mereka lewati, akhirnya sampai juga di rumah si nenek. Rumah sederhana yang tak jauh dari sawah, rumah sederhana ini masih asli dan tak tersentuh dengan dunia modern kota.
Mereka masuk setelah mendapat sahutan dari nenek Kamila yang masih panjang umur. Mereka duduk dan menunggu yang punya rumah untuk menyiapkan minuman untuk mereka.
"Kenapa kamu sendiri lagi? Kapan ibu dan ayahmu datang, Mil? Aku masih hidup, kok. Gak ditengok-tengok," tanya nenek sembari menyuguhkan air putih di meja dekat dua gadis itu.
"Sibuk, nek. Namanya juga dewan perwakilan rakyat, mungkin lebaran kesini," ujar Kamila menjelaskan.
Si nenek menghembuskan nafas lelah, mereka datang cuma saat butuh saja.
"Jarak dari sana ke sini cuma 2 jam, tapi datang cuma lebaran doang. Hadeh," gerutu si nenek, bibirnya mencibir bergerak sinis.
"Kalau nenek butuh teman, nanti aku dan Kamila sering dateng kesini. Sekalian kita lihat sawah disini," ujar Azmi mencoba menenangkan sang nenek.
"Gue gak butuh temen, gue butuhnya duit," tegas si nenek membuat Azmi dan Kamila saling tatap.
"Anak udah sukses, nengok emanya cuma setahun sekali. Dateng cuma butuh doang," omel sang nenek.
"Emang, nenek butuh uang buat apa?" tanya Kamila, perasaannya mengatakan bahwa si nenek hidupnya lumayan berkecukupan dari tanah yang ia miliki. Hidupnya pun hanya menanggung beban hidup sendiri, tak seperti nenek-nenek pada umumnya.
"Buat skincare-lah, nenek juga harus cantik jangan yang muda mulu yang cantik-cantik. Sesekali nenek juga pengen nongkrong sama teman-teman nenek di CFD," jawab si nenek dengan gaya sinisnya.
Azmi dan Kamila saling tatap lagi, nenek satu ini lumayan gaya juga. Hal itu membuat Kamila tak nyaman pada Azmi, karena tingkah sang nenek yang ada-ada saja.
Azmi mendekatkan wajahnya pada telinga Kamila, "Nenek, elo. Gaya banget, Mil," ujarnya menahan tawa.
Sekian dialog keakraban mereka sudah cukup lama, karena Azmi sudah cukup lelah, ia meminta ijin untuk tidur sejenak sebelum sore tiba. Sebelumnya Azmi juga sudah memberikan si nenek kompensasi untuknya menginap selama beberapa hari.
Saat itulah Kamila punya waktu untuk menghubungi Azzam, ia sudah yakin bibinya pasti cemas mendengar si Azmi kabur sebelum resepsi pernikahan besok. Ia keluar setelah Azmi sudah terlelap, didekat sawah baru ia menghubungi kakaknya Azmi itu.
Awalnya tak diangkat, Kamila maklumi karena ini sudah jam kerjanya Azzam. Selanjutnya ia mengirim Chat pada lelaki itu, agar tahu tentang keadaan Azmi.
🌿
Hari sore yang sangat indah di rumah nenek, warna jingga begitu sempurna dilihat dari rumah yang berlantai satu itu. Azmi turun dan melangkahkan kakinya menuju pesawahan yang luas dan berwarna hijau. Dengan Kamila, ia menginjakkan kakinya ke rerumputan yang lumayan tinggi sambil melihat sawah yang sudah berwarna hijau daun itu.
Ia meregangkan kedua tangannya, menghirup udara segar pesawahan untuk pertama kalinya. Rasa sesak dan beban pikirannya perlahan hilang drngan sendirinya. Ia sangat tenang sekarang.
Sesekali Kamila mengambil gambar Azmi yang tengah menikmati suasana tersebut, ia mengirimkannya pada Azzam yang belum membalas pesannya.
"Gua baru tahu, di Jakarta masih ada sawah. Gue pikir udah bangunan semua," ujar Azmi.
"Itu karena elo hobinya baca buku hukum, saking pinginnya jadi pengacara. Elo itu butuh healing, refreshing dan juga shoping," dengan senyum Kamila menyindir, "iya, kan."
"Itu mah, elo kali," sindir Azmi.
Mereka berjalan menyusuri jalan setapak yang lurus dan ditumbuhi rumput liar, disebelah kirinya ada aliran air sungai kecil untuk pengairan sawah agar tetap hidup.
Setelah puas bermain di sawah mereka pun pulang ke rumah nenek, perut mereka pun sudah keroncongan karena belum makan siang. Jingga saja perlahan sudah menipis tergantikan oleh awan kelabu yang menandakan akan segera maghrib.
Saat sampai di rumah nenek, Azmi tertegun melihat kakaknya sudah berada di rumah nenek dan menyambutnya dengan seringai yang tak bisa dipahami.
"Mil, elo nelpon a Azzam? Kasih tahu dia gue ada disini," tanya Azmi dengan kening berkerut.
"Sorry, gue takut emak lo cemas," jawab Kamila yang membuat Azmi mendadak panik.
Matanya melirik sana-sini, siapa tahu Azzam datangnya sama pak dosen yang pastinya akan menjemput paksa dirinya untuk pulang. Tak lupa hukum dan pasal yang akan bapak dosen ucapkan satu-persatu, sebagai peringatan yang sah kalau dia melakukan kesalahan.
"Gue dateng sendiri," jelas Azzam segera kala melihat adiknya celingukan.
"Gila ya, lo. Main kabur, aja. Besok lo ada acara resepsi, malah lari kesini. Elu kagak tahu Athar nyariin elo kemana-mana, dia khawatir sama elo," kesal Azzam memarahi adiknya yang mulai manyun dan menundukkan kepalanya.
"Azmi cuma belum siap, kalau semua orang kampus tahu kalau Azmi itu istrinya pak Athar. Juga gue belum siap perut gue melendung," ujar Azmi sembari meperagakan kedua tangannya dengan perut yang besar karena hamil.
"Ngapain lo takut, di cocol suami itu enak, nikmat, dan juga bikin nagih." si neneknya Kamila yang menegurnya sembari terkikik geli.
Azzam dan Kamila ikut tersenyum mendengarnya. Lihatlah muka Azmi yang langsung mengerut malu bak tomat merah, ia memang takut soal itu juga, sih.
Membayangkannya saja ia sudah bergidik.