Seorang pemuda berasal dari golongan menengah berharap mendapakan jodoh anak orang kaya. Dengan perjuangan yang keras akhirnya menikah juga. Menjadi menantu orang kaya, dia begitu hidup dalam kesusahan. Setelah memiliki anak, dia diusir dan akhirnya merantau. Jadilah seorang pengusaha sukses.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Artisapic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB XXI MENGEJAR ASA
Saat pak Dul jatuh, Bakrun yang berada di teras rumah tidak beranjak sedikitpun, bukan karena tidak mau atau tidak ingin membantu, namun semua itu ia lakukan sebagai penghormatan kepada para tamu untuk lebih menghargai kedudukan orang tua atau mertuanya yang nota bene sudah membencinya sejak awal. Dalam kata lain tidak ingin mencoreng martabat mertuanya di mata umum, bahkan dirinya rela menjadi bahan lelucon bagi mertua laki-lakinya, pak Dulhamid bin Sarkam.
Di dalam rumah itu, ibu Lia kembali harus membantu suaminya untuk tidur di kasur dengan bantuan Heru, dan saat itulah muncul ibu Sukesih bersama Mirna juga Mira. Mirna istrinya Lukman dan Mira istrinya Heru. Mereka sebagai orang-orang yang selalu menjadi tameng bagi Bakrun , apalagi orang tua Mira masih kerabat dekat Bakrun, serta Mirna sebagai saudara sepupu Heru.
" Oh ibu, di sini saja bu, takut kalau pak Dul nanti ngomong nggak karuan, malu lagi banyak tamu," cegah Bakrun kepada ibunya.
" Iya Run, nanti serahkan ini sama Neli, bilang saja ibu nggak bisa menemuinya, ini buat anakmu ya," kata ibu Sukesih sambil menyerahkan bungkusan kepada Bakrun.
" Iya bu , mendingan di sini saja," sambung Lukman.
" Ya sudah ibu mau pulang ya Run, kamu yang sabar, nanti bawa anakmu ke sana, ibu pengen lihat cucu," kata ibu Sukesih sedikit menyesal punya besan seperti itu.
Akhirnya ibu Sukesih pulang diantar Lukman dengan sepeda motor, sementara Mira dan Mirna masuk untuk menemui Neli dan bayinya.
" Duh montoknya, mirip Bakrun tuh hidungnya," kata Mira.
" Iya ya Ra, sangat cocok jadi idola pemuda sini tuh, cantik kayak ibunya," sambung Mirna.
Pak Dul hanya diam, matanya melotot dan terlihat nafasnya menahan emosi. Sementara di luar sana tampak Pak Yudi dan Bu Yati datang sambil naik motor . Lalu mereka masuk dan menemui Neli.
" Selamat ya Nel, kamu sudah jadi seorang ibu, berarti kamu nanti tugasnya mengurus anak, nanti si cantik ini akan sehat selalu," puji ibu Yadi sambil menggendong bayinya Neli.
Sementara ibu-ibu yang tadi datang duluan berpamitan untuk pulang.
" Sudah dulu ya Nel, ibu-ibu mau pulang, yang sehat dan jaga anakmu itu semoga sentosa sampai tua," kata salah satu ibu sebagai perwakilan yang lain.
" Amin, makasih ya ibu-ibu, hati-hati di jalan, makasih banget," kata Neli sambil bersalaman.
Sementara pak Dul dicuekin oleh ibu-ibu tadi, bahkan Pak Dul sengaja membuang wajahnya seolah-olah tidak melihat mereka.
Di teras rumah tampak pak Yudi dan Bakrun beserta sahabat lainnya. Lalu mereka sedang menyeduh teh manis dengan makanan ringan. Di depan sana muncul Hadi dan Dakir.
" Waduh....maaf Run, semalam istriku sakit panas, jadi nggak bisa melekan, maaf banget," kata Dakir sambil bersalaman.
" Nggak apa Kir, sudah ada Heru sama Lukman, juga yang lain," jawab Bakrun.
" Aya hu ah, ma ah ya Lun, ngga ha ding, ni dung, a pe ", kata Hadi.
" Iya Had, paham," sahut Bakrun.
Di teras itu pak Yudi bercerita soal punya anak, " dulu itu jaman saya masih kecil, banyak orang yang masih awam, banyak cerita tentang kuntilanak, terus cerita nyi peuri, juga cerita lampir, semua itu cuma takhayul semata, kenapa ? Supaya keluarga si pemilik bayi itu jangan sampai ketiduran, untuk menjaga kalau bayi itu sampai muntah sisa air ketuban dari si bayi, supaya air itu segera dibersihkan," tutur pak Yudi.
" Emang kenapa pak ?" tanya Bakrun.
" Air ketuban itu biasanya mengandung racun, kalau sampai ketelan lagi, si bayi bisa kena panas badannya, bahkan ada yang sampai keracunan," tutur pak Yudi.
" Ooooh begitu pak, berarti nanti bisa berdampak sama bayinya pak," tanya Heru.
" Iya, bahkan akan menjadi susah untuk bicara, kadang gagu, kadang juga jadi cadel, atau nanti terkena penyakit apa begitu kira-kira," tutur pak Yudi.
Setelah beberapa saat kemudian, ibu Yati berpamitan, begitu pun pak Yudi, mereka bersalaman dan pak Yudi memberikan amplop kepada Bakrun.
" Sekedar membantu buat biaya nanti," bisik pak Yudi sambil bersalaman dengan Bakrun.
Akhirnya di di teras itu hanya ada Bakrun, Heru, Lukman dan Hadi.
" Kapan nih bos Hadi menikah," celoteh Lukman sambil melihat Dakir membawa kue dari belakang.
" Ini....makan dulu kue nya," kata Dakir sambil menepuk bahu Hadi.
" E nang aja Bo, aya a an ikah, an ti bo," jawab Hadi serius.
" Belum tahu bos Hadi nih," kata Dakir.
" Apa coba ?" tanya Bakrun.
" Bos Hadi itu sudah punya pacar, malah pacarnya itu rajin, nggak suka diam, dan setiap diam pasti manis, kalau pacar Hadi itu suka yang manis-manis, kayak gula, madu, terus air gula juga, kalau kalian pegang, pacar Hadi itu akan mengantup," kata Dakir.
" uuuuah, he ho luh....i uh a wong ho oh," jawab Hadi.
" Iya ya Had, kalau itu namanya tawon....dasar bodoh ya Had," celoteh Heru sambil ketawa ngakak.
Siang itu rupanya hari begitu terinya, sahabat Bakrun telah pulang, tinggal Bakrun sendirian. Ia takut masuk lewat depan, hingga ia lewat belakang.
" Run.....sini sebentar," panggil ibu Lia.
" Iya bu , ada apa ?" tanya Bakrun.
" Ini Run...ibu mau tanya, apa sudah siap untuk biaya persalinan itu Run ?" tanya Ibu Lia.
" Ada bu, sudah siap bu, kira-kira berapa ya bu ?" jawab Bakrun sambil menanyakan biayanya.
" Tadi ibu dapat kabar bahwa kalau di rumah bidan biasanya itu cuma lima ratus ribu Run," kata ibu Lia.
" Ada bu, ini bu lima ratus ribu," kata Bakrun sambil menyerahkan uangnya.
" Itupun masih katanya Run, tapi nanti kalau ke sini ibu akan tanyakan langsung sama bidannya," tutur ibu Lia.
Setelah menyerahkan uang itu, Bakrun berpamitan untuk keluar. Ia menuju rumah ibunya. Setelah sampai, Bakrun mengucap salam lalu bersalaman sambil mencium tangan ibunya.
" Bagaimana semalam proses persalinannya Run," tanya ibunya.
" Lancar bu, walau lama pas pembukaan 3 atau apa lah, saya nggak paham, tapi semuanya lancar," jawab Bakrun.
" Terus untuk biayanya sudah ada Run, kalau tidak ada pakai uang itu saja dulu, kan itu uang kamu Run," kata ibunya.
" Sudah ada bu, sudah saya kasihkan sama ibu Lia, katanya sih lima ratus, begitu," kata Bakrun.
" Ooooh ya sudah, itu sih wajar segitu, kan Neli melahirkan di rumah bidan , bukan di rumah sendiri Run," tutur ibunya.
" Memang kalau di rumah sendiri itu mahal bu ?" tanya Bakrun.
" Katanya sih iya, ibu juga nggak paham Run," jawab ibunya sambil membungkus makanan buat nanti malam, acara melekan sampai 40 malam.