Niat hati hanya ingin membalas perbuatan sepupunya yang jahat, tetapi Arin justru menemukan kenyataan yang mengejutkan. Ternyata kemalangan yang menimpanya adalah sebuah kesengajaan yang sudah direncanakan oleh keluarga terdekatnya. Mereka tega menyingkirkan gadis itu demi merebut harta warisan orang tuanya.
Bagaimana Arin merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nita kinanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Laptop
"Salahmu? Karena kamu adalah anak yang tidak tahu diri. Kalau tahu miskin, setidaknya jangan merepotkan! Sedangkan kamu, sudah miskin, merepotkan, juga jadi benalu!" jawab Murni kasar.
"Apa kamu sudah memberi tahu tugas-tugasnya?" Fatma kembali muncul. Dia ingin memastikan Arin mendapat pelajaran seperti yang sudah dia rencanakan.
"Sudah Nyonya, tapi dia tidak mau melakukannya," jawab Murni sambil melirik Arin. "Lihat, kain lap yang sudah saya berikan juga dia lempar ke lantai," fitnahnya.
Fatma langsung tersulut emosi. Tangannya langsung maju menarik rambut Arin hingga gadis itu meringis dan mendongak mengikuti tarikan tangan Fatma.
"Kamu pikir kamu siapa?! Kalau kamu ingin tinggal di rumah ini kamu harus mengikuti perintahku. Kalau tidak, silahkan pergi dari sini!" ucapnya, melepaskan rambut Arin kemudian pergi.
"Kamu lihat sendiri kan, bagaimana kalau nyonya Fatma marah. Karena itu segera lakukan tugasmu!" ucap Murni.
Arin hanya bisa menahan diri. Dia bisa saja melawan, tetapi dia lebih memilih untuk diam karena ingat tujuan utamanya tinggal di rumah ini. Jangan sampai dirinya diusir sebelum mendapat hasil.
* * *
"Ma... Mama... !!" Tania berteriak begitu memasuki rumah.
Gadis itu berangkat pagi-pagi sekali untuk shooting sebuah iklan produk kecantikan sehingga tidak tahu apa yang terjadi di rumahnya. Begitu pulang, salah seorang pembantu langsung memberitahu dirinya soal Arin yang sekarang tinggal di rumah Laksmana.
"Apa, sih Tania? Baru pulang, kenapa marah-marah?" Fatma menyambut putri kesayangannya.
"Apa benar gajah bengkak itu tinggal bersama kita?" tanyanya dengan nada gusar.
"Dari mana kamu tahu?"
"Tidak penting darimana aku tahu! Jawab saja, apa benar gajah bengkak itu sekarang tinggal bersama kita?"
"Iya, benar. Jangan salahkan mama karena itu keinginan papamu."
"Mama bisa menolaknya, kan?!"
"Iya... " Tania bergegas pergi tanpa menghiraukan Fatma yang belum selesai bicara. Dia sangat marah karena tidak suka Arin tinggal di rumah Laksmana.
"Dengarkan Mama dulu... " teriak Fatma tapi tidak digubris oleh Tania.
Sementara itu di dalam kamarnya, Arin baru menghidupkan laptopnya. Sejak tadi dia sibuk menuruti perintah Murni yang menurutnya mengada-ada. Sekarang Arin baru ada waktu untuk mengurus pekerjaannya yang sebenarnya.
Setelah tinggal di kota Z Arin mengerjakan pekerjaannya secara online.
Tiba-tiba saja, Tania masuk lalu mengguyur satu ember penuh air di atas kepala Arin.
Arin basah kuyup begitu juga laptopnya.
"Apa-apaan ini?!" Arin terkejut. Dia segera mengangkat laptopnya tapi terlambat.
"Aku tidak tahu apa sebenarnya maumu! Yang jelas aku tidak akan membiarkan kamu tinggal di rumah ini!" ucap Tania penuh emosi. Tanpa berkata-kata lagi Tania langsung pergi.
Arin melongo. Dia tahu Tania tidak suka dirinya tinggal di rumah Laksmana, tetapi tidak terpikir olehnya jika Tania akan tiba-tiba mengguyur air di kepalanya. Sepupunya itu terlihat seperti orang kesurupan.
Tapi Arin tidak begitu peduli dengan Tania. Dia membiarkan sepupunya itu pergi begitu saja. Yang dia pedulikan saat ini adalah laptopnya karena semua pekerjaannya ada di sana.
* * *
Saat ini Arin berada di sebuah gerai komputer untuk memperbaiki laptopnya yang tiba-tiba mati akibat di siram air oleh Tania.
Setelah menunggu selama beberapa saat akhirnya seorang petugas muncul dan membawa laptop milik Arin.
"Maaf, laptop anda sepertinya tidak bisa diperbaiki," ucap petugas itu, mengembalikan laptop Arin.
"Sayang sekali," ucap Arin kecewa. Dia berbalik dan berniat pergi, tetapi kemudian handphonenya berdering.
"Halo," ucap Arin begitu panggilan tersambung.
"Bu Arin, kami sudah mengirim e-mail mengenai stok barang di gudang kami. Saya harap Bu Arin bisa membalas secepatnya agar barang bisa segera kami kirim," ucap suara di seberang telepon yang ternyata adalah Gama.
"Oh... Maaf Pak Gama. Saya baru ada sedikit kendala. Kalau berkenan, bolehkah saya datang ke perusahaan dan membahas masalah ini secara langsung?" jawab Arin.
"Baiklah. Saya tunggu sampai jam lima," jawab Gama.
Tanpa berpikir panjang, Arin langsung meluncur ke perusahaan Ernawan. Dia bahkan tidak memperhatikan penampilannya yang bisa dibilang berantakan karena tadi dia pergi dengan terburu-buru.
Arin baru menyadari penampilannya ketika dia melihat bayangan dirinya di dalam lift.
"Astaga," ucapnya buru-buru merapikan rambutnya yang masih basah akibat guyuran air oleh Tania.
Pintu lift terbuka. Tepat ketika Arin akan keluar dari lift, dia berpapasan dengan Dimas yang akan masuk ke dalam lift.
"Bu Arin?!" sapa Dimas ragu.
"Saya ingin bertemu Pak Gama. Ada sesuatu yang sangat mendesak yang harus kami bicarakan," jawab Arin mengabaikan tatapan aneh dari Dimas.
"Baik, saya antar." Dimas putar balik lalu mempersilahkan Arin untuk jalan lebih dulu. "Apa Bu Arin sedang ada masalah?" tanya Dimas tanpa berhenti memperhatikan penampilan Arin.
"Tidak, Dimas. Terima kasih atas perhatianmu tapi aku baik-baik saja. Aku hanya mengalami hari yang buruk. Itu saja," terang Arin mengetahui maksud pertanyaan Dimas.
Sampai di depan ruangan Gama, Dimas mengetuk pintu. "Bos, Bu Arin dari PT Aji Saka ingin bertemu," ucapnya.
Gama mengangguk, lalu Dimas mempersilahkan Arin masuk ke dalam ruangan Gama.
"Laptop saya rusak, jadi saya tidak bisa membuka e-mail yang pak Gama kirimkan. Jadi, bisa kita bahas di sini saja?" tanya Arin tanpa basa basi.
Gama mengernyit. Dia terus memperhatikan penampilan perempuan yang katanya direktur itu.
Perempuan ini berdiri tanpa ragu di hadapannya. Padahal dia hanya mengenakan setelan celana pendek dan kaos pendek. Kakinya pun hanya beralaskan sandal jepit. Rambutnya bahkan terlihat lepek karena belum kering.
"Anda menemui saya dengan penampilan seperti ini? Maaf, tapi anda terlihat seperti gembel. Saya bisa menganggap anda tidak profesional, Bu Arin."
Bagi Gama, sangat tidak sopan menemui klien dan membahas masalah penting dengan pakain seperti itu. Itu membuat Gama merasa tidak dihargai.
"Bisa saya lihat stok barang-barangnya agar bisa segera dikirim?" tanya Arin mengabaikan kata-kata Gama. Masalah mengenai stok bahan baku ini sangat penting karena terlambat sedikit saja akan menghambat proses produksi. Dan itu artinya kerugian bagi perusahaan.
Gama terpaksa menyodorkan layar laptopnya kepada Arin.
Arin melihat dengan teliti tabel-tabel berisi stok bahan baku produksi pakaian yang dibutuhkan perusahaannya.
Dengan lancar Arin menyebutkan apa saja yang harus dikirim oleh perusahaan Ernawan. Bahkan detailnya pun dia hafal di luar kepala. Gama sampai terpukau melihat kemampuan Arin.
Memang Arin terkesan menganggap remeh penampilan, tapi soal pekerjaan Arin sangat profesional. Dia tidak main-main jika itu menyangkut urusan perusahaan.
"Itu saja barang urgent yang harus segera dikirimkan. Yang lain bisa menyusul jika stoknya sudah ada," tutup Arin mengembalikan laptop kepada Gama.
"Tolong maafkan penampilan saya jika itu membuat anda merasa tidak nyaman. Bukannya bermaksud tidak sopan, tapi saya tadi menghadapi sedikit masalah," ucap Arin penuh penyesalan. Ini bukan sekedar akting seperti biasanya.