Menjadi seorang Guru adalah panggilan hati. Dengan gaji yang tak banyak, tetapi banyak amanah. Itulah pilihan seorang gadis bernama Diajeng Rahayu. Putri dari seorang pedagang batik di pasar Klewer, dan lahir dari rahim seorang ibu yang kala itu berprofesi sebagai sinden, di sebuah komunitas karawitan.
Dari perjalanannya menjadi seorang guru bahasa Jawa, Diajeng dipertemukan dengan seorang murid yang cukup berkesan baginya. Hingga di suatu ketika, Diajeng dipertemukan kembali dengan muridnya, dengan penampilan yang berbeda, dengan suasana hati yang berbeda pula, di acara pernikahan mantan kekasih Diajeng.
Bagaimana perjalanan cinta Diajeng? Mari kita ikuti cerita karya Dede Dewi kali ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dede Dewi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Undangan Dari Orang Baik
"Assalamu'alaikum." salam seseorang dari luar.
Bu Narti segera berlari ke depan untuk membukakan pintu utama. Tampak olehnya tamu kehormatan yang sejak dia dan tiga anaknya pindah ke rumah sederhana ini sebagai rumah yang dibelinya dari hasil keringat sang anak sulung.
"Wa'alaikumussalam warohmatullah. MaasyaaAllah, bu Khadijah... Silakan masuk bu." kata bu Narti bahagia mendapati ibu pemilik kontrakannya sekaligus pernah menjadi majikannya di masa-masa sulitnya.
"Iya bu, MaasyaaAllah, rumah ini sudah semakin rapi saja." puji bu Khadijah sambil melihat-lihat segala sisi rumah sederhana milik Bu Narti ini.
"Ya sedikit-sedikit dirapikan sama Raka bu. Alhamdulillah Bisnis Raka sudah mulai berkembang, jadi bisa untuk membantu saya membiayai sekolah Nisa dan Fara. Juga bisa untuk merenovasi rumah ini." kata bu Narti.
"Memang Raka itu anak yang baik. Semoga dilancarkan segala urusannya." doa tulus bu Khadijah.
"Oya bu, silakan duduk dulu. Bu Khadijah mau minum apa?" tawar bu Narti.
"Eh, tidak usah repot-repot bu Narti. Ini saya hanya sebentar kok." kata bu Khadijah sambil membuka gas jinjingnya.
"Oh. Ada apa ya bu? Seperti ada hal yang penting." kata bu Narti.
Bu Khadijah menyodorkan sekembar kertas undangan berwarna Hijau daun kepada bu Narti.
"Alhamdulillah bu, anak saya menemukan jodohnya. Mohon doanya ya bu. InshaaAllah acaranya pekan depan." kata Bu Khadijah.
"Maksudnya... mas Hisyam bu?" tanya bu Narti. Karena bu Narti tau, bahwa anak perempuan bu Khadijah sudah menikah sejak lama.
"Iya bu, kebetulan pakde Hanif ada kenalan, dan ternyata Hisyam juga langsung cocok. Biasanya 'kan, dia itu paling susah kalau mau dikenal-kenalkan gitu. Mungkin karena mengingat usia yang tak lagi muda, makannya dia mau-mau aja.."
"MaasyaaAllah, alhamdulillah. Akhirnya mas Hisyam mau menikah juga." kata bu Narti dengan penuh rasa bahagia.
"Iya bu, makannya saya juga sangat berharap, di hari bahagia Hisyam, bu Narti dan anak-anak bisa hadir dia acara ijab qobulnya ya. Syukur-syukur kalau longgar, H-1 bisa bantu-bantu di rumah untuk menyiapkan perlengkapan yang harus dibawa ke rumah mempelai wanita.
"Oh, baik bu. InshaaAllah saya usahakan bisa datang bu."
"Ya sudah bu, begitu saja ya. Salam untuk anak-anak. Saya masih harus segera ke kantor soalnya. Tadi kebetulan dari kampus bisa pulang agak cepat, jadi saya bisa ke sini dulu." jelas bu Khadijah.
Bu Khadijah, selain sebagai seorang dosen, beliau juga aktivis di suatu organisasi islam, selain itu, beliau juga mengurus usaha suaminya, bersama Hisyam tentunya.
"Oh. ya bu. Terimakasih sekali lho, bu Khadijah berkenan mampir ke gubug kami." ucap bu Narti penuh penghormatan.
"Ah, bu Narti ini. Selalu saja begitu. Iya bu, sama-sama. Sehat-sehat ya bu."
"Aamiin, semoga bu Khadijah juga selalu sehat. Dilancarkan acaranya sampai hari H."
"Aamiin. Mari bu Narti. Assalamu'alaikum." bu Khadijah segera mengenakan sepatunya kembali dan berjalan tegap menuju mobil fortunernya yang terparkir di depan rumah.
Sepeninggal bu Khadijah, Bu Narti yang penasaran langsung membuka undangan berwarna hijau daun itu, dibukanya plastik pembungkusnya, dan dibaca perlahan dari awal sampai tiba di nama mempelai wanitanya. Bu Narti sempat mengulang mengeja nama itu.
"Diajeng Rahayu, S.Pd, M.Pd?" gumam bu Narti. Bu Narti kembali teringat dengan cerita anaknya, bahwa dia akan melamar bu guru cantik idolanya yang masih muda. Bu guru yang dulu pernah memotivasi anaknya untuk bangkit, hingga kini bisa berhasil. Bu guru cantik yang dulu begiti lemah lembut dan satu-satunya guru yang berkenan bertandang ke rumah kontrakannya yang kecil dahulu.
'Namanya Diajeng Rahayu bu.' kata Raka.
'InshaaAllah bulan depan, Raka ingin melamarnya bu. Setelah pesanan batik dari Pekanbaru ini selesai, tabungan Raka InshaaAllah cukup untuk melamar." kata Raka.
'Iya nak, semoga Allah memudahkan niat baikmu ya.' kata Bu Narti.
"Yaa Allah, jangan-jangan... ini adalah nama yang sama..." dada bu Narti mulai bergemuruh hebat. Tetapi bu Narti mencoba untuk berkhusnudzon, semoga orang yang dimaksud ini tidak sama dengan orang yang akan dilamar putranya. Baginya, kebahagiaan Raka adalah segalanya, karena selama ini dia sudah banyak berkorban untuk dirinya dan kedua adiknya. Kini saatnya, Raka bahagia dengan wanita pilihannya.
💜💜💜💜💜💜💜
Malam harinya Raka tiba di rumah, dengan wajah lelah dan kusut. Setelah mengucap salam, dan dijawab oleh Nisa si bungsu, Raka langsung masuk kamar dan merebahkan tubuhnya. Semangatnya tadi pagi yang menggebu karena akan berjumpa dengan bu Ajeng, akhirnya berakhir dengan pemandangan di depan gerbang dengan penuh sesak di dada. Sejak itu, Raka kembali kehilangan semangat kerjanya, tetapi enggan untuk pulang ke rumah. Karena jika di rumah sang ibu melihat wajahnya yang kusut, tentu sang ibu akan ikut memikirkannya.
Tok tok tok
"Mas Raka." panggilan lembut ibunya membuyarkan lamunannya. Raka tak ingin sang ibu menunggu terlalu lama di luar, dengan segera Raka membuka pintu kamarnya.
"Ya bu?" jawab Raka setelah pintu terbuka setengah.
Bu Narti hanya diam dengan wajah yang menyimpan banyak makna. Sambil tangan kanannya menyodorkan selembar kertas berwarna hijau daun, sama persis seperti yang dipegang Diajeng tadi saat di sekolah SMA Veteran.
"Undangan dari bu Khadijah, mas." kata bu Narti dengan wajah sendu.
"Acara nikahan bu?" tanya Raka saat membaca surat undangan itu.
"Mas Hisyam." kata bu Narti.
"Alhamdulillah, akhirnya mas Hisyam menemukan jodohnya." syukur Raka.
"Tapi..." kata bu Narti menggantung.
Raka mengetahui gelagat sang ibu, dia yakin, bahwa ibunya akan berkata, bahwa nama mempelai wanitanya sama dengan nama wanita yang akan dilamarnya. Raka masih berusaha tegar di depan sang ibu. Meski raganya mulai bereaksi yang kurang baik.
"Alhamdulillah, mas Hisyam mendapatkan wanita terbaiknya." gumam Raka.
"Mas... apakah...Diajeng Rahayu itu..."
"Iya bu. Bu Ajeng. Ini nama bu Ajeng. Dan memang benar, Bu Ajeng lah calon istrinya mas Hisyam." jelas Raka dengan suara serak.
"Yaa Allah mas..." ratap bu Narti. Dia tau betul bagaimana perasaan putranya saat mengetahui tentang kenyataan ini. Gadis yang berhasil membuat Raka bahagia, dan mau bangkit adalah wanita ini, tetapi sayangnya, wanita ini pula yang akan bersanding dengan laki-laki baik yang sudah dianggap Raka sebagai kakak kandungnya sendiri. Kakak yang begitu baik dan peduli padanya di masa terpuruknya. Seorang kakak yang selalu sabar membimbing Raka untuk meraih kesuksesannya, bahkan Raka berhutang banyak kepada Hisyam. Hisyam sudah memberikan banyak hal untuk Raka. Tentu Raka tak ingin membuat mas nya bersedih dan kecewa jika dia menghancurkan pernikahan itu.
"Mas... kamu ga papa?" tanya bu Narti berempati.
"InshaaAllah Raka baik bu."
"Kita diminta bantu-bantu mempersiapkan semuanya di H-1 nya, le. Dan kita diminta hadir diacara ijab qobulnya."
"Ya bu, kita akan hadir. Jika ini adalah kebahagiaannya, makan ini harus menjadi kabar bahagia bagi kita juga." kata Raka bergetar.
"Ya mas." kata bu Narti sambil mengelus pundak putra sulungnya.
typo kah????