NovelToon NovelToon
Cinta Itu (Tidak) Buta

Cinta Itu (Tidak) Buta

Status: tamat
Genre:Cinta Seiring Waktu / Romansa / Terpaksa Menikahi Suami Cacat / Tamat
Popularitas:95k
Nilai: 5
Nama Author: Cygni

Yang Sara tahu, Tirtagama Wirasurya itu orang terpandang di seluruh negeri. Setiap orang membicarakan kehebatannya. Tapi mengapa tiba-tiba dia mau menikah dengan Sara yang hanyalah seorang pegawai biasa yang punya banyak hutang dan ibu yang sakit-sakitan? Sara pun juga tidak pernah bertemu dengannya.

Dan lagi, ada apa dengan ibu mertuanya? Mengapa yang tadinya sangat baik tiba-tiba saja berubah? Apa salah Sara?

Terima kasih banyak untuk semua bentuk dukungannya.
Cygni 💕

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cygni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 15 : Sisi yang Berbeda

[Sara]

“Memang benar, kan? Itu yang kalian lakukan tadi. Berapa? Dapat berapa kamu dari Mama? Apa dia juga janji akan membiayai pengobatan ibumu? Karena itu kamu mau berpihak ke Mama sekarang?”

Sara melempar sweater hitam yang sedari tadi dipegangnya tepat ke wajah Agam. Sweater yang dibawanya seharian ini untuk menghangatkan tubuhnya yang mudah kedinginan di saat-saat seperti ini, siapa yang bisa menyangka akan dia gunakan untuk menghentikan ocehan suaminya yang sekarang mulai terdengar tak masuk di akalnya.

“Apa Mas sadar kalau Mas sedang menyalahkan aku atas kesalahan yang aku nggak pahami sama sekali? Mas minta aku membuang semua barang-barang dari Mama. Meski keberatan tetap aku lakukan. Mas minta aku agar Mama Widia tidak mendekati Mas pun juga sudah aku lakukan. Meskipun aku nggak tahu apa-apa, aku tetap melakukan semua permintaan Mas. Dan sekarang Mas mencurigai aku karena aku terpaksa harus ikut temani Mama jalan-jalan? Apa Mas pernah menjelaskan apa yang boleh apa yang nggak boleh aku lakukan? Nggak ada! Sekarang, apakah semua ini adil buat aku? Nggak juga!”

Sara yang sudah terlanjur emosi berbalik lagi meninggalkan Agam yang melongo mendengarkan omelannya dari awal hingga akhir tanpa sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Tapi baru beberapa langkah saja, Sara berbalik menghadap Agam.

“Bisa nggak sih Mas coba pahami posisi aku sedikkiitt saja? Jangan cuma bisanya marah-marah nggak jelas!,” bentak Sara yang sudah mirip macan yang sedang mengaum.

Dan kali ini Sara benar-benar berbalik, melanjutkan perjalanannya yang tadi tertunda. Dengan langkah tegasnya yang terdengar menggema di seluruh sudut ruangan, Sara pergi begitu saja dan langsung menuju kamarnya.

“Dasar pria nggak punya perasaan sama sekali! Hatinya sudah mati!,” teriak Sara setelah dia menutup pintu kamarnya lalu duduk dengan kasarnya di atas kasur tempat tidurnya. Napasnya masih terengah-engah karena emosinya yang baru saja meledak. Mungkin juga itu adalah isi hatinya yang terpendam selama beberapa hari terakhir ini.

Sara memandangi meja rias yang ada di depannya. Sebuah cermin yang memantulkan bayangan dirinya yang sedang memajang raut amarah di wajahnya.

Dia mengambil napasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan cepat. Sekali lagi, dua kali, dia melakukannya lagi, tapi untuk yang terakhir dia menghembuskannya perlahan. Dan sedetik kemudian raut wajahnya mulai berubah panik.

Aku gila, aku gila, aku gila, aku gila, aku gila, rutuknya terus dalam kepalanya.

Sara mulai menyadari kesalahan yang baru saja dilakukannya.

“Ibbbuu ... anakmu sudah mulai gila,” rintihnya pelan yang ditutupi dengan bantal.

Sara bisa memahami emosinya. Dia memang marah selama ini pada Agam. Tapi sisi terbaiknya selalu dapat membuatnya mengontrol dengan baik. Tapi kali ini, entah setan mana yang membuatnya lepas kontrol. Bisa-bisanya dia melemparkan sweaternya tepat ke wajah Agam.

PMS, semua salah PMS, omel Sara pada siklus bulanannya yang mungkin sekarang sedang ikut melongo karena ikut dituduh.

Bagaimana kalau dia bertambah marah? Bagaimana kalau tiba-tiba emosinya tidak stabil lagi seperti waktu itu? Waktu itu kan juga setelah dia marah-marah, batin Sara terus meracau tanpa henti.

Lalu kemudian, ketakutan mulai merajalela di dalam kepala Sara. “Bagaimana kalau ... tiba-tiba dia membatalkan kontraknya?”

“Ibbuuuuuu ....,” tangis Sara tanpa ada air mata yang keluar dari kedua netranya. “Sara sudah melakukan kesalahan, Bbuu ....”

Dengan rasa gelisah di hatinya, Sara tanpa sadar mengambil ponselnya, lalu menghubungi ibunya. Ketika dia menyadarinya, panggilan itu langsung diputuskan oleh Sara. Tapi ternyata, Ibu menghubunginya kembali.

“Sara? Kenapa, Nduk?,” kata Ibu dari ujung sana. Ibu terdengar cukup segar hari ini setelah menjalani cuci darah tadi pagi.

“Eng ... Nggak apa-apa, Bu. Salah pencet,” kata Sara beralasan. Semoga Ibu percaya.

Tapi Ibu tidak menyerah begitu saja.

“Kenapa? Berantem sama Agam?”

Lonjakan kejut di hati Sara langsung terasa hingga ke tulang dadanya. Begitu hebatnya Ibu sampai langsung bisa menebak.

Tapi Sara dengan cepat berkilah, “Apaan sih, Bu? Kok nebaknya gitu? Nggak kok.”

Ibu terkekeh dengan santai menanggapi kebohongan Sara.

“Iih ... Kok Ibu malah ketawa, sih?,” gerutu Sara dengan bibir yang sudah mengerucut. Kedua matanya berputar ke atas seakan sedang berbicara dengan Ibu di hadapannya.

Ibu masih saja terkekeh.

“Dalam rumah tangga sudah biasa kalau suami istri itu bertengkar. Kalau kata orang tua dulu, itu namanya bumbunya pernikahan. Kalau ndak ada garam, ndak ada micin, sayur lodehnya berasa ndak sedep. Ndak enak. Kurang mantap gitu. Yang nikahnya sudah bertahun-tahun saja masih sering berantem, apalagi kalian yang ketemunya cuma beberapa hari,” kata Ibu memberikan wejangannya seraya tertawa di sela-selanya.

“Tapi yang penting itu adalah belajar memahami pertengkaran itu sendiri.”

Belajar memahami, ya ...

“Berantem itu proses menyatukan dua perbedaan. Dua orang asing sedang menyatukan perbedaan pasti ada aja masalahnya. Ya berantem itu salah satunya. Coba bicara baik-baik, jangan dahulukan ego masing-masing. Lihat dari sisi yang berbeda, dari sudut pandang yang lain. Nanti pasti ketemu jawabannya.”

Melihat dari sudut pandang yang berbeda ...

“Dan ... jangan gengsi untuk minta maaf, Nak.”

Begitu Ibu mengatakannya, lidah Sara seketika tercekat bersamaan dengan masuknya saliva yang ingin melewati kerongkongannya, menyebabkan Sara terbatuk-batuk.

Mendengar Sara yang tersedak seperti itu, Ibu malah tidak bisa menghentikan tawanya.

“Hayo, tanda-tanda apa, nih?,” goda Ibu yang masih tidak berhenti tertawa.

“Udah ah, Bu. Ibu sukanya cuma ketawain Sara aja.”

Ibu semakin keras tertawanya.

Beberapa menit obrolan ringan di antara mereka, pada akhirnya panggilan itu berakhir. Sara kembali merasakan kesunyian di dalam kamarnya itu.

Beberapa menit setelah telepon dari Ibu berakhir, Sara merebahkan tubuhnya, lalu membenamkan wajahnya ke atas bantal yang sedari tadi sudah dipegangnya. Semenit kemudian, wajahnya sudah muncul dan menyandarkan salah satu sisi wajahnya di atasnya. Sara termenung.

Apa yang sebenarnya Agam pikirkan sedari tadi hingga muncul pikiran seperti itu? Apakah dia berpikir semua orang akan pergi meninggalkannya? Kalau dia takut, kenapa tidak berbaikan saja? Apa yang begitu sulit bagi dia untuk memaafkan?

“Melihat keburukan di setiap hal. Dia pasti sangat kesepian selama ini,” ucapnya lirih.

Bagaimana tidak? Agam mendorong mundur semua orang yang mendekatinya. Dia hanya percaya pada dirinya sendiri. Hidupnya hanya seputar dia dan dunianya. Agam hidup hanya untuk dirinya sendiri.

Sara menghela napasnya dengan cukup berat. Kalau sudah begini, benar apa kata Ibu, melihat dari sisi yang berbeda. Dan sekarang Sara malah menaruh iba dan kasihan pada pria itu.

Sara merasa bersalah dengan apa yang sudah dia lakukan tadi.

Biar besok aku temui dia, begitu Sara merencanakan permintaan maafnya.

Tapi, berencana dan menjalankan rencana jelas adalah dua hal yang berbeda. Sangat berbeda. Apa yang direncanakan tidak selalu berjalan seperti yang diharapkan.

Saat keesokkan harinya, Sara sudah bersiap masuk ke ruang makan untuk sarapan. Dilihatnya Agam sudah berada di sana dan sedang dibantu Mbok Jami menyiapkan sarapannya. Begitu melihat Agam, Sara menarik napasnya, lalu menghembuskannya perlahan. Menyiapkan hati dan pikirannya sebelum dia masuk ke dalam.

“Nah, ini Non Sara sudah datang,” seru Mbok Jami begitu melihatnya yang kaku berdiri di depan pintu. “Dari tadi ditanyai Den Agam, Non.”

Sara hanya tersenyum canggung menanggapinya. Dia berjalan ke salah satu kursi yang biasanya dia duduki, di sebelah Agam.

“Hari ini data-data akan dikirimkan setelah makan siang. Kamu istirahat saja sampai itu,” kata Agam dengan agak tinggi dari biasanya.

Meskipun tidak ada nada marah di dalamnya, tapi nada tinggi itu terdengar terasa berbeda di telinga Sara. Beruntungnya, Sara tidak terpengaruh. Dia tetap menjawabnya seperti biasa.

“Iya, terima kasih, Mas.”

Agam terdiam. Sarapan di depannya tidak disentuhnya. Sara meliriknya sedikit saat dia sedang mengoles roti dengan mentega. Dahinya mengernyit keheranan dengan sikap Agam itu. Tapi, dia tetap terus mengoles rotinya.

“Kamu masih marah?” Agam tiba-tiba mulai bersuara.

Hah?!

“Iya, kan?,” tanya Agam menyakinkan sekali lagi.

“Mas ngomong apa, sih? Siapa yang marah?” Roti yang tadi dipegangnya, kini diletakkan di atas piring. Dia memandangi Agam dengan sedikit kesal.

“Iya jelas, kamu masih marah. Kedengaran dari suaramu.”

Ya Allah, apa lagi ini?

1
Aisyah Isyah66
Luar biasa
yuliana radja
iya tu kak,,dasar mas Agam kow di lawan ..hhhh
Yata Anjasari
Luar biasa
Syahrini Cacha
MaasyaaaAllah keren 👍🏻
Syahrini Cacha
cerita nya menarik 👍🏻
Ling 铃
anaknyaaa sweet bangett yaampun
bayanginnya imuttt
Xin Yue 新月
mau diapain tuh ntar malam
ひかる
aku udah kangen agam dan sara
Xin Yue 新月
dari 2 tahun jadi 4 tahun jadi 6 tahun. kontraknya tambah panjang bet /NosePick/
Ling 铃
hmm hmm ...
My atee
Luar biasa
Cygni: terima kasih banyak 🌟5 nya 🥰
total 1 replies
Ling 铃
semangat updatenya ya thor
penasaran tiap babnya nih, bagaimana nasibnya yaaa
Anang Sujarwo: author konthoooool anjiiiiiiing...
cerita nya gitu" aja muter-muter kaya jembuuuut
total 1 replies
Oh Dewi
Mampir ah...
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya Caraku Menemukanmu
Ling 铃
hmm hmmm .. apa yg ajan terjadi selanjutnya pada si mama widia yaaa
Ling 铃
loh yaa... wes kesengsem.. itu wes kate ke kamar lohhh, ga jadi nihh :))
Ling 铃
ceritanyaaa buagusss ya ampunnn

tapi... si mama widia harus dpt ganjarannya..
kasian tapi udh byk korban dr dia sendirii . dihhh :') mangkel
Ling 铃
toxic ya .. ga suka sama viannnnn
Ling 铃
ya ampun sedih... berkaca-kaca baca ini
Ling 铃
walahhhh vian viann
Ling 铃
ealahhh dasarrr AL AL
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!