Naura (22 tahun), seorang ipar yang justru begitu dekat dengan keponakannya, yakni Maryam.
Maryam kerap mengatakan pada Zayad (30 tahun) ayahnya, jika dirinya ingin memiliki seorang ibu. Pertanyaan yang aneh bagi Zayad, sebab Maryam jelas memiliki ibu yang masih hidup bersamanya. Namun Maryam selalu menjawab, "Mama tidak sayang Maryam, Papa."
Salma (27 tahun), istri Zayad dan seorang wanita karir. Kehidupannya full menjadikan karir nomor satu baginya. Salma menyuruh Naura untuk menjaga puterinya selama ini. Namun bagi Salma, Naura layaknya seseorang yang bisa ia atur-atur sesuka hatinya. Sebab, Naura terlahir dari istri kedua ayah Salma.
Kehidupan Naura selama ini, ternyata penuh akan air mata. "Aku tidak meminta untuk dilahirkan dalam situasi seperti ini. Tapi mendiang ibuku selalu bilang, agar aku tetap menjadi orang yang baik." lirih Naura dengan air matanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Ryn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21 (Pernikahan)
* * *
Naura memejamkan mata, dan menarik nafas yang dalam sembari memegang dadanya. Dua malam sudah ia berada di rumah sakit, dan Zayad yang menemaninya saat pria itu senggang. Zayad bahkan cuti dari pekerjaannya selama Naura di rumah sakit. Pria itu mengantarkan Maryam sekolah, lalu menemui Naura, mengurus wanita itu. Kemudian sore ia akan pamit pulang sekalian menjemput Maryam.
Dan tentu, malam hari Zayad tidak bisa menemani Naura. Pria itu pun selalu meminta maaf pada sang gadis. Naura menggeleng tersenyum dan mengatakan tidak apa-apa. Lagipula, mereka juga belum sah menikah.
Dan hari inilah, hari yang membuat jantung Naura berdebar kencang. Sebuah janji dan kemauan dari hati sudah tak bisa di elakkan lagi. Naura membuka matanya, kala pintu kamar rawatnya terbuka. Zayad muncul dan menatap Naura dengan takjub kemudian tersenyum lembut. Wanita itu terlihat cantik dengan gamis putih simpelnya.
"MasyaAllah." lirih Zayad tersenyum lembut.
Naura turun dari atas ranjang pasien, Zayad pun mendekatkan sebuah kursi roda. Naura duduk, dan Zayad mendorongnya pelan di lorong rumah sakit tersebut. Keduanya menuju mobil Zayad berada. Begitu tiba, Naura menatap ada dua pria dan seorang wanita berusia 40 tahunan di dalam mobil tersebut.
"Dua pria itu, saksi pernikahan kita hari ini. Dan wanita itu, akan menemanimu hari ini. Bagaimanapun, harus ada wanita. Aku sangat mengenal mereka, tidak perlu khawatir." tutur Zayad.
Naura mengangguk kecil, ia pun turun dari kursi roda di pegangi oleh wanita tersebut dan membantunya masuk ke dalam mobil. Zayad juga masuk, ia duduk di jok depan samping kemudi. Mobil berjenis Alphard itu pun melenggang pergi menuju sebuah Masjid di daerah sekitar Jakarta.
* * *
Beberapa saat mereka tiba, Naura memilih berjalan saja dengan pelan di tuntun oleh wanita tadi. Jantungnya berdegup kencang, menatap Masjid di hadapannya. Tampak beberapa orang sudah menunggu mereka disana. Naura menggigit bibir bawahnya, semua orang itu tidak ada yang ia kenal. Hanya Zayad seorang yang ia kenal.
'Mungkin ini seperti kisah masa lalu yang terulang kembali. Ibuku, apakah dulu merasakan pernikahan yang seperti ini? Menikah dengan sembunyi-sembunyi, tanpa diketahui oleh siapapun. Namun, aku tidak akan pernah menyesal melakukan ini. Seorang pria yang kucintai, aku merasa harus menolongnya. Aku tidak ingin ada jarak batas di antara kami. Aku dan dia, harus bersatu demi membuang duri yang mencoba melukai kami. Aku butuh kekuatan dari dirinya, aku tidak bisa jika hanya seorang diri. Aku tidak merasa hina, karena aku mencintainya dengan tulus.'
Zayad juga berjalan tenang, pria itu terus menatap Naura di sampingnya. Ini sudah keputusannya, ia tidak mau berubah dan tak akan mungkin berubah. Inilah kemauan pria itu dari awal.
'Maafkan aku, Naura. Pernikahan ini, walau sepi dan tidak seperti kebanyakan pernikahan lainnya, namun aku janji ini adalah pernikahan paling sakral dan hikmat untuk kamu. Bukan sekedar mewahnya, tapi ada sebuah ketulusan dan cinta yang besar di dalamnya untuk kamu. Setelah ini aku berjanji, secepatnya akan menjadikan kamu satu-satunya istriku. Dan sampai kapanpun, akan menjadi istriku. Sampai maut, memisahkan kita.'
Keduanya masuk ke dalam Masjid, duduk di tempat yang sudah disediakan. Naura tentu dinikahkan oleh wali hakim dan wali hakim tersebut juga sudah tiba. Karena memang, jalur nasab mendiang ayahnya sudah habis.
Kini acara sakral itu pun akan berlangsung. Naura menunduk, kedua tangannya mengepal di atas pahanya meremas rok gamisnya. Jantungnya terasa berdebar kencang, proses pernikahan pun kini berlangsung.
Seketika air mata Naura mengalir, kala Zayad berucap dengan begitu lancar dan hikmat. "Saya terima nikahnya, Naura Azalea binti Imran, dengan mas kawin seperangkat alat shalat, dibayar tunai."
Semua insan disana saling menatap, "Sah?"
"Sah."
"Sah?"
"Sah." jawab mereka kembali.
Naura kian menangis memegang dadanya, Zayad mengusap wajahnya dan berdoa. "Alhamdulillah."
Pria itu kemudian mendekat ke Naura, wanita itu masih menunduk dengan mengisak tangis. Dan kini, Naura tersentak kala untuk pertama kali tangannya disentuh oleh pria yang ia cintai.
Zayad menggenggam satu tangan Naura, wanita itu pun mengangkat kepalanya menatap Zayad. Keduanya saling menatap haru, tak menyangka jika mereka sudah resmi menyandang status suami istri. Mata Zayad berkaca-kaca, pria itu mengulurkan satu tangannya mengusap pipi basah Naura.
Naura pun membalas genggaman tangan Zayad dengan erat. Pria itu kemudian meletakkan satu tangannya di atas kepala Naura. Zayad memejamkan matanya dan berdoa, Naura juga memejamkan matanya.
Sungguh, inilah kebahagiaan pernikahan itu bagi Zayad. Inilah wanita yang sangat ia inginkan itu. Air mata pria itu mengalir kala ia berdoa di dalam hatinya. Pernikahan tersebut, justru menjadi pernikahan yang mengharukan. Beberapa wanita disana sampai menangis melihat mereka. Begitu pun para pria menatap dengan mata yang berkaca-kaca. Sebab terlihat jelas cinta yang begitu besar di antara keduanya.
Usai berdoa, Zayad membuka matanya menatap sang istri. "Istriku." lirihnya.
Naura yang masih memejamkan mata pun tersentak, ia membuka matanya perlahan dan menatap wajah teduh suaminya tersebut. "Suamiku." lirih Naura.
Keduanya tersenyum tipis bersama, lalu Zayad menepis jarak mencium kening Naura dengan hikmat. Wanita itu kembali memejamkan matanya dengan jantung yang berdegup kencang. Zayad kemudian memasangkan sebuah cincin di jari manis Naura. Wanita itu tersenyum lembut menatap cincin tersebut. Naura kemudian memegang satu tangan Zayad dan mencium punggung tangan pria itu.
Keduanya kembali saling menatap, namun dengan perasaan yang begitu lega.
* * *
Naura tertegun takjub menatap sekitar. Sebuah rumah mewah, kini menyapa mata indahnya. Ia dan Zayad baru saja memasuki sebuah gerbang, dan nyatanya di dalamnya adalah rumah bernuansa putih yang sangat mewah.
Keduanya turun dari dalam mobil, dan Naura menatap sang suami, "Mas, ini..?"
Zayad tersenyum lembut menggenggam satu tangan sang istri, "Rumah kita. Aku membelinya dengan cepat, dan juga mengisinya dengan cepat. Nanti mana yang kurang, kamu bilang saja sama aku."
"Tapi mas, ini terlalu besar."
Zayad menggeleng tersenyum, "Hanya lebih luas sedikit dari rumahku yang satu lagi. Aku ingin memberikan yang terbaik untuk istriku."
Naura menatap Zayad dengan haru, pria itu kemudian mengajak sang istri masuk ke dalam rumah mewah tersebut. Tentu Naura begitu takjub melihat sekitarnya.
"MasyaAllah." tutur Naura dengan mata yang berkaca-kaca.
Namun, kini langkah Naura berhenti saat mereka hendak masuk melalui pintu utama rumah tersebut. Naura menatap sang suami dengan lekat, "Mas, sebelumnya..aku ingin mengatakan banyak hal sama kamu."
Zayad menatap sang istri, ia mengusap kepala Naura. "Ya, aku tahu..pasti ada alasan kamu tiba-tiba mau menikah denganku. Aku akan mendengarkan alasan kamu, istriku."
Naura tersenyum lega, "Ya mas, aku butuh kamu saat ini. Dan aku, ingin kamu selamat."
Alis Zayad bertaut, ia jadi penasaran apa yang ingin Naura katakan padanya.
* * *
bawa seblak untuk bekalnya, naoura 🤭🤭
Next thor
tingal nunggu si salma jadi .ubi gosong
🤣😅😁😂