Terpaksa dia harus menyamar sebagai tenaga pengajar di sekolah bergengsi dan terkenal di kota tersebut.
Rencana tersebut terpaksa dilakukan lantaran, sampai detik ini, tersangka pembunuhan berantai yang melibatkan siswa SMA sebagai korbannya belum juga di temukan.
Alhasil, pihak kepolisian harus menggunakan cara tersebut.
Membuat Bulan, mau tak mau harus melakukan tugas yang di bebankan pada dirinya.
Bagaimana jadinya seorang polwan cantik, masuk ke dalam area sekolah. Bahkan menjadi seorang guru di sekolah tersebut.
Apa Bulan akan mengalami kesulitan, atau malah menemukan pelaku dari pembunuhan berantai tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ara cahya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PaS 21
"Perkenalkan, saya Rindi. Dan dia, suami saya. David." ucap Nyonya Rindi, memperkenalkan diri.
Saat ini, Bulan berada di sebuah ruangan khusus yang memang diperuntukkan untuk menerima tamu yang berkunjung ke sekolah.
Bukan hanya Bulan, di dalam juga terdapat beberapa orang lainnya. Tuan David, Nyonya Rindi, pak Prapto, Jevo, dan pastinya Jeno.
Bulan tersenyum ramah. "Salam kenal Nyonya. Saya Bulan, guru baru di sekolah ini." ucap Bulan memperkenalkan dirinya dengan ramah.
Jevo dan Jeno menatap bersamaan ke arah Bulan. Keduanya tak percaya, Bulan dapat tersenyum semanis tadi.
Sebab, sejak kemarin, pertama kali Bulan mengajar, dia sudah menampilkan raut wajah dingin tanpa ekspresi.
Meski begitu, kebanyak murid lelaki yang berada di sekolah tetap menyebutnya sebagai guru cantik. Bahkan bukan hanya para siswa yang seketika mengidolakan Bulan karena parasnya. Namun juga beberapa guru, yang berjenis kelamin lelaki.
Segera keduanya membuang pandangan mereka, saat Tuan David memergoki keduanya. Keduanya seperti seseorang yang tengah kedapatan berbuat salah.
Padahal hanya memandang ke arah Bulan. Tapi membuat keduanya langsung salah tingkah. "Kenapa dengan gue." batin Jeno, merasa tidak biasa-biasa saja.
"****,,,, ngapain sih papa. Ganggu kesenangan gue." umpat Jevo, merasa sang papa seperti hama.
"Maafkan putra saya, jika membuat ibu sedikit kesulitan. Tapi tenang saja, kami lebih percaya pada bu Bulan, dari pada putra kami." Nyonya Rindi memandang tajam ke arah Jevo.
Bulan tersenyum kembali. Perkataan para guru terpatahkan dengan apa yang Bulan lihat sendiri dengan kepala matanya.
Jika kedua orang tua Jevo dan Jeno bukan tipikal orang tua yang akan selalu membenarkan segala macam tingkah putra mereka.
Tanpa menyelidiki dan mengesampingkan semuanya, demi menjaga nama baik mereka. Mereka tetap mendengarkan dari pihak lain. Dan tidak serta merta membela putranya.
"Apa benar, dia seorang guru. Tapi, mungkin memang auranya sangat kuat. Tegas, disiplin, dan sedikit otoriter." batin Tuan David, merasa tatapan Bulan bisa mengintimidasi lawan bicara di saat tertentu.
Sorot mata yang tajam bagai elang, sedang memantau mangsa dari atas. Aura dingin, seolah dia bisa membuat keadaan seketika beku karena kehadirannya. Ekspresi wajah yang datar, sehingga lawan bicara tidak akan pernah tahu apa yang sedang dia rasakan.
Namun semuanya tertutup saat Bulan mengangkat kedua sudut bibirnya ke atas, membentuk sebuah lengkungan yang sempurna.
Mungkin mata orang lain bisa tertipu. Tapi tidak dengan Tuan David, dia bisa membaca sekilas kepribadian Bulan.
......................
"Katakan saja, jangan takut?" pinta seorang petugas polisi pada gadis yang ditolong oleh Bulan.
Gadis tersebut mengangguk. Dirinya diminta untuk mendeskripsikan wajah pelaku, dengan seseorang duduk di depannya memegang alat gambar, siap untuk memoleskan pensil di atas kertas putih tersebut.
Ada rasa ragu dan cemas saat dirinya mengatakan apa yang dia tahu. Terlebih saat melihat raut wajah khawatir kedua orang tuanya.
"Apa keputusanku ini tepat." batinnya. Ada rasa cemas besar di dalam hatinya. Belum membuka mulutnya.
Mengingat bagaimana lelaki tersebut sangat kejam. Dan dia sudah merasakannya sendiri. Yang dia takutkan hanyalah imbas dari kejujurannya.
Dia takut jika kedua orang tuanya akan mendapatkan kesulitan, karena kejujurannya. "Bisa kita mulai?" tanya seseorang yang memegang alat gambar di depannya, sebab gadis tersebut masih diam.
"Dia masih berseragam putih abu-abu. Berarti dia pelajar SMA. Umurnya masih belasan tahun. Dan dia, masih dibawah umur." batinnya lagi, mempertimbangkan apa yang akan dilakukan.
Yang dia tahu, jika pelaku masih di bawah umur, maka pelaku akan dibebaskan secara bersyarat. Atau hanya akan dihukum ringan. Itulah yang ada di benaknya.
Yang membuat dia ragu untuk berucap. "Tolong, jangan paksa dulu." tutur sang papa tidak tega, melihat sang putri terus di desak.
"Baiklah, kami akan kembali lagi. Dan jangan khawatir. Ada petugas yang akan menjaga ruangan ini." ucapnya, sebelum meninggalkan ruang rawat gadis tersebut.
Sehingga keluarga korban akan merasa aman. Karena ada yang menjaga dan melindungi keselamatan mereka.
"Sayang, kenapa kamu tidak mengatakannya? Jangan takut, mama dan papa akan selalu di samping kamu." bujuk sang mama.
Tanpa tahu, jika sang putri sedang memikirkan keselamatan mereka juga. "Ma, sebaiknya mama istirahat saja dulu. Mama pasti capek. Biar papa yang menunggu putri kita." saran sang papa.
"Baiklah, mama akan keluar ke kantin sebentar membeli makanan." tutur sang mama.
"Katakan, ada apa?" tanya sang papa, saat keduanya tengah berada di dalam ruangan. Berdua.
Gadis tersebut menengok ke kiri dan kanan. Seolah sedang memastikan, jika pembicaraan mereka tidak ada yang mendengarkannya.
Sang papa menggenggam telapak tangannya. Mengedipkan mata dan mengangguk pelan. Seolah tahu apa yang dirasakan sang putri.
Ya, tentu saja ruangan ini sudah terpasang CCTV. Dimana semua yang dibicarakan dan dilakukan di dalam ruangan akan diketahui oleh pihak lain. Yakni pihak kepolisian.
"Katakan apa yang kamu tahu." ujar sang papa, dengan mengerlingkan sebelah matanya.
Gadis tersebut bernafas lega. Dia tahu, jika sang papa akan mendukung apapun keputusan yang akan dia ambil.
Sang papa membenahi selimut di atas tubuhnya. "Tidurlah." ujar sang papa.
Meski kedua matanya terpejam. Namun sebenarnya dia tidak sedang tidur. "Bagaimana bisa gue ada di sana?" batinnya.
Saat sang mama mengatakan jika dirinya ditemukan di sebuah gedung kosong. Dengan tangan dan kaki terikat. Tidak ditemukan di tempatnya terkubur. Tempat yang seharusnya dirinya berada sebelum ditemukan.
Dia mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi. Tapi tetap saja dia tidak bisa mengingatnya. "Gue haus, dan tiba-tiba,,,,," batinnya tidak tahu lagi apa yang terjadi.
"Tidak mungkin lelaki itu yang membebaskan gue. Tidak mungkin dia sebodoh itu, membebaskan saksi yang mengetahui wajahnya."
"Jika begitu, apa ada pihak lain yang datang dan menolong. Lalu apa tujuannya."
Gadis tersebut menjadi sangat takut. Tiba-tiba dia duduk dengan spontan. Membuat sang papa terkejut. "Ada apa sayang? Tenang,,, papa ada di sini." ucap sang papa. Mengelus lengannya, menenangkan sang putri.
"Aku ingin pulang pa. Aku ingin pulang...." ucapnya merengek, di sela-sela tangisannya.
"Oke,,, tenang dulu. Papa akan berbicara dengan dokter. Kita tunggu mama." ucap sang papa.
Yang beliau cemaskan saat ini adalah keadaan psikis sang putri. Pasti anaknya telah melalui sesuatu yang berat. Hingga tidur saja dia tidak bisa nyenyak.
Gadis tersebut mengangguk. Lalu memejamkan kedua matanya kembali. "Apa motif orang itu menolong gue." tebaknya dalam hati.
semangat💪😊