Menjadi wanita single parent untuk anak laki-laki yang ditemukan di depan kosnya saat kuliah dulu membuat Hanum dijauhi oleh orang-orang terdekatnya bahkan keluarganya karena mereka mengira jika anak itu adalah anak Hanum dari hasil perbuatan di luar nikah.
Hanum hanyalah sosok figuran bagi orang di sekitarnya. Terlihat namun diabaikan begitu saja oleh mereka. Walau begitu Hanum tak mempermasalahkannya karena menurutnya cukup ada anak laki-laki itu di hidupnya itu sudah cukup membuatnya bahagia.
Menjadi sosok figuran ternyata terus berlanjut di hidup Hanum saat ia memutuskan menerima permintaan menikah dengan seorang pria anak dari Dekan fakultasnya yang telah membantunya menyelesaikan studynya saat kuliah dulu.
"Bagaimana bisa Mama memintaku menikahi wanita beranak satu itu?!" Pertanyaan berupa hinaan itu terdengar oleh telinga Hanum dari pria yang berstatus sebagai calon suaminya.
Kehidupan rumah tangga yang ia harapkan dapat bahagia ternyata justru sebaliknya karena pria yang telah menjadi suaminya itu hanya menganggapnya sosok figuran yang hanya terlihat tapi tidak dianggap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SHy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak dapat menolak
"Ya. Lamaran. Kenapa Kakak terlihat terkejut begitu?" Tanya Dio bingung.
"Tentu saja aku terkejut karena aku tidak mengerti maksud lamaran yang kau maksud!" Sembur Dio.
"Tidak mengerti?" Digo mengkerutkan keningnya karena merasa bingung.
"Sudahlah. Dimana Mama dan Papa?" Tanya Dio cepat.
"Mama dan Papa ada di ruang tamu bersama Nenek." Jawab Digo.
Dio pun melewati tubuh Digo begitu saja hingga membuat Digo bergeser dari posisinya.
"Aneh sekali..." Digo menggelengkan kepalanya. Ia pun turut mengikuti langkah Dio dari belakang.
Setelah berada di ruang tamu, kini pandangan semua orang tertuju pada Dio.
"Dio, kau sudah datang?" Bu Shanty tersenyum lebar menatap pada putranya.
Dio hanya berdehem mengiyakan perkataan ibunya.
"Ayo duduk dulu." Titah Tuan Mahesa.
Dip mengangguk saja lalu melangkah untuk duduk di atas sofa yang berada tidak jauh darinya.
"Eh, Dio sudah datang?" Nenek Eno yang baru kembali dari dapur pun tersenyum menatap pada cucunya.
"Sudah, Nek. Dio baru saja sampai." Jawab Dio.
Nenek Eno tersenyum lalu menyalimi Dio.
"Mama, apa maksud perkataan Digo yang mengatakan jika dia datang ke sini karena untuk menghadiri acara lamaran Dio?" Tanya Dio tanpa basa-basi pada Bu Shanty.
"Memangnya ada apa dengan perkataannya? Digo benar kedatangannya ke sini untuk menghadiri acara lamaranmu nanti malam." Jawab Bu Shanty santai.
"Apa? Mama jangan bercanda! Mama hanya memintaku datant untuk berkenalan dengan calon yang Mama pilih." Tekan Dio.
"Mama memang berniat memperkenalkanmu sekaligus untuk melamarnya menjadi istrimu." Bu Shanty kembali berucap santai. Perkataan Bu Shanty pun tentu saja membuat Dio kaget tak percaya mendengarnya.
"Mama... Ini sungguh tidak lucu!" Tekan Dio.
"Apanya yang lucu, Dio? Mama memang memintamu datang untuk hal itu. Lagi pula apa bedanya melamar wanita itu sekarang atau lain waktu, toh pada akhirnya dia juga akan menjadi calon istrimu. Lagi pula Mama tidak berniat mengundur acara pernikahan kalian lebih lama. Mama ingin kau segera menikah dengannya." Jawab Bu Shanty.
"Mamamu benar, Dio. Lebih cepat maka lebih baik. Kami sudah cukup mengenal baik wanita itu. Jadi kau tidak perlu khawatir jika Mamamu memilihkan calon wanita yang tidak baik untukmu." Timpal Nenek Eno.
"Sekarang lebih baik kau minum minuman di depanmu saat ini dan jangan lagi banyak bertanya." Tuan Mahesa pun turut angkat bicara.
Dio hanya bisa menahan rasa geramnya dalam hati. Ia pun menuruti perintah papanya dengan meminum minuman yang sudah tersedia untuk dirinya.
Mama benar-benar keterlaluan. Dio hanya bisa berucap dalam hati. Mengutarakan kekesalannya secara langsung pun Dio tak kuasa karena ia tahu tidak akan mendapatkan hasil apa-apa.
Akhirnya siang itu Dio memilih mengistirahatkan tubuhnya di dalam kamarnya dari pada harus berkumpul dengan keluarganya karena akan membuat kepalanya sakit saja.
"Ini sungguh gila. Bagaimana bisa aku diminta melamar seorang wanita begitu saja sedangkan aku tidak pernah bertemu dengannya? Bagaimana bisa Mama memintaku menikah dengan wanita yang sama sekali tidak aku cintai." Ucap Dio merasa frustrasi. Dio pun mengusap kasar rambutnya ke belakang dengan wajah yang nampak memerah.
Entah apa yang harus ia lakukan saat ini agar keinginan Mamanya itu tidak terwujud. Rasanya Dio memang tidak bisa melakukan apa pun juga karena keputusan Mamanya sudah final dan tak dapat diganggu gugat.
***
biarlah Hanum merenung dulu malam ini semoga besuk sudah lebih baik pemikirannya dan segera bisa memaafkan papanya.
Papa Irfan memang keterlaluan mudah percaya sama duo kadal buntung itu